Selasa, 29 Mei 2012

Lembaga Pembina(saan) Widyaiswara

Lembaga Pembina(saan) Widyaiswara Oleh : Eri B Santosa Widyaiswara Madya LPMP Sultra Baru-baru ini ada SMS dari Pusbang Tendik Kemdikbud yang isinya ditujukan kepada para Kepala LPPKS, Kepala P4TK dan Kepala LPMP se Indonesia yang menyampaikan bahwa jumlah Widyaiswara golongan IV a ke bawah yang berpotensi diberhentikan (mengembalikan tunjangan) 480 orang, non aktif 27 orang, pensiun 52 orang. Dalam SMS tersebut tertulis sbb : mohon ybs dapat mengirimkan Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit ke Pusbangtendik paling lambat tanggal 30 Oktober 2011. Beberapa bulan sebelum SMS dating, penulis mendapatkan informasi terkait dengan pengurangan perolehan angka kredit pada saat pengajuan ke Lembaga Administrasi Negara. Artinya apa ? Mengajukan angka kredit harapannya bertambah, tetapi kenyataannya justru malah berkurang. Mencari info terkait pemberhentian, pengembalian tunjangan, penon aktifan, dan pemensiunan untuk referensi guna menulis artikel ini dimana-mana penulis mengalami kesulitan alias tidak mendapatkan. Terkait dengan pengurangan angka kredit dari LAN penulis mendapatkan dari tulisannya pak Luthfi di dunia maya. Tulisan pak Luthfi (Februari 4, 2008) yang profesinya sebagai Widyaiswara di Badan Diklat Jawa Tengah dalam tulisannya di dunia maya menulis sebagai berikut. Ada suatu topik yang hangat dibicarakan oleh para Widyaiswara di Kantor Badan Diklat Widyaiswara, yakni penghitungan angka kredit. Tulisan pak Luthfi tersebut terkait dengan keputusan hasil penghitungan angka kredit yang dikirimkan oleh LAN-RI, sebagai lembaga pembina para widyaiswara, kepada para widyaiswara senior (pangkat IV/c – IV/e). Hasilnya menunjukkan adanya pengetatan penilaian angka kredit yang dilakukan LAN hingga ada seorang widyaiswara yang telah memiliki angka kredit sebesar 830 (kurang 20 dari angka kredit yang dipersyaratkan bagi pangkat WI Utama dengan masa pensiun 65 tahun) tiba-tiba harus dikoreksi oleh LAN menjadi hanya 700 saja. Hal itu tentu saja menimbulkan syok bagi para WI yang memiliki angkat IV/c karena untuk mencapai angka kredit 850 akan begitu sulit. Bahkan salah seorang widyaiswara mutung dan memutuskan untuk mengambil formulir pensiun saja. Adalah sesuatu yang wajar dan sangat wajar ketika seorang widyaiswara mengalami “syok” kalau perolehan angka kredit yang merupakan kumpulan keringat bekerja seorang WI dibinasakan angka kreditnya sampai 120 kredit oleh lembaga Pembina widyaiswara. Dari uraian di atas pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mungkin capaian angka kredit yang tertuang dalam Penetapan Angka Kredit (PAK) dapat menyusut ? Menurut info dari beberapa rekan sesama widyaiswara, pengurangan angka kredit juga terjadi belum lama ini. Kasusnya dimulai dari proses pengajuan angka kredit widyaiswara ke LAN dengan harapan ada kenaikan perolehan angka kredit dalam PAK nya. Namun apa yang terjadi ? Ternyata diantara rekan-rekan ada yang angka kreditnya justru berkurang. Menurut Permenegpan No 14 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya untuk 1 jam mengajar nilai angka kreditnya = 0,025. Artinya apa ? Kalau seorang WI mengajar 100 jam berarti angka kreditnya = 2,5. Sehingga kalau 120 angka kredit kalau dikonversikan ke jam mengajar 4800 jam. Sehingga wajar dan sangat wajar ketika seorang widyaiswara mengalami “syok”, minta formulir untuk pengajuan pensiun dan terbuka kemungkinan lantaran kecewanya maka melakukan bunuh diri. Menurut PP No 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan, Lembaga Administrasi Negara adalah Instansi Pembina Diklat yang selanjutnya disebut Instansi Pem-bina yang secara fungsional bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan Diklat. Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh Pejabat yang berwenang dengant tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Diklat Pemerintah. Diklat bertujuan: a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembeda-yaan masyarakat; d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Widyaiswara dalam rangka pembinaan karier jabatan dan kepangkatannya; Widyaiswara berkedudukan sebagai pejabat fungsional di bidang kediklatan pada Lembaga Diklat Pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Karena widyaiswara adalah pejabat fungsional maka kenaikan pangkatnya berdasarkan pada angka kredit. Pengertian Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Widyaiswara dalam rangka pembinaan karier jabatan dan kepangkatannya; Widyaiswara dalam melaksanakan tugasnya, bertanggung jawab kepada Pimpinan Lembaga Diklat Pemerintah yang bersangkutan. Tugas pokok Widyaiswara adalah mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat Pemerintah masing-masing. Jenjang Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah Widyaiswara Pertama (IIIa – IIIb); Widyaiswara Muda (IIIc – IIId); Widyaiswara Madya (IVa – IVc); Widyaiswara Utama (IVc – IVe); Secara berjenjang dari Golongan III a s/d golongan IV e komulatif angka kreditnya adalah : 100 (IIIa) – 150 – 200 – 300 – 400 (IVa) – 550 – 700 (IVc) – 850 - 1000 . Kembali kemasalah di atas. Yang masih menjadi pertanyaan adalah mengapa LAN-RI, sebagai lembaga pembina para widyaiswara mengurangi angka kredit dari 830 menjadi 700 ? Mari kita telaah ! Tulisan pak Luthfi diatas di tulis Februari 2008, berarti masih merujuk pada Permenpan No : PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Angka kredit 700 adalah setara dengan golongan IV c. Sehingga dugaan yang bersangkutan adalah seorang WI yang bergolongan IV c. Dalam permenpan tersebut pada Pasal 15 dinyatakan bahwa (1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit Widyaiswara adalah sebagai berikut : a. Kepala Lembaga Administrasi Negara untuk Widyaiswara Utama yang bekerja di lingkungan Instansi Pusat dan Daerah; b. Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk Widyaiswara Pertama sampai dengan Widyaiswara Madya di lingkungan tiap-tiap Instansi; (2) Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibantu oleh : a. Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Pusat bagi Kepala Lembaga Administrasi Negara, selanjutnya disebut Tim Penilai Pusat; b. Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Instansi bagi Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu, selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi; Dalam Pasal 19 dinyatakan bahwa Usul penetapan angka kredit Widyaiswara diajukan oleh : a. Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota kepada Kepala Lembaga Administrasi Negara untuk angka kredit Widyaiswara Utama; b. Pimpinan Lembaga Diklat atau pejabat yang membidangi kepegawaian serendah-rendahnya eselon II kepada Sekretaris Jenderal pada Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk angka kredit Widyaiswara Pertama sampai dengan Widyaiswara Madya di lingkungan tiap-tiap Instansi. Dari pasal 15 dan 19 dapat secara tegas dinyatakan bahwa untuk kenaikan dari IV c (700 lebih) ke IV d (850) menjadi kewenangan LAN yang penilaiannya dilakukan oleh Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Pusat atau sebutannya Tim Penilai Pusat. Sedangkan untuk kenaikan dari III b (150 lebih) ke IV c (700) menjadi kewenangan Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang penilaiannya dilakukan Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Instansi bagi Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu, selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi. Pemikiran penulis kemungkinan kenaikan ke IVc merupakan hasil penilaian dari Tim Penilai Instansi dengan perolehan angka kredit sebanyak : 830. Pertanyaannya mengapa bisa turun menjadi angka kredit 700 ? Menurut hemat penulis turunnya ke angka kredit 700 kemungkinan berdasarkan pada pemikiran bahwa ybs berasal dari Badan Diklat Provinsi maka Tim Penilainya dari TPI yang mempunyai kewenangan kenaikan dari III b (150 lebih) ke IV c (700). Sehingga untuk dinilai di Tim Penilai pusat yang mempunyai kewenangan kenaikan dari IV c (700 lebih) ke IV d (850) maka yang masuk penilaian ke TPP dimulai dari angka kredit 700. Kalau toh asumsi pemikiran penulis itu benar, pertanyaannya, benarkah langkah dan keputusan tersebut berdasarkan aturan ? Seperti telah diuraikan di atas, bahwa tulisan pak Luthfi di tulis Februari 2008, berarti masih merujuk pada Permenpan No : PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya dan juga dapat merujuk pada Peraturan Bersama Kepala LAN dan Kepala BAKN No 7 tahun 2005 No 17 tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya pasal 10 dinyatakan bahwa (1) Kenaikan pangkat bagi Widyaiswara dalam jenjang jabatan yang lebih tinggi dapat dipertimbangkan apabila kenaikan jabatannya telah ditetapkan oleh pejabat Pembina kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya. Kembali ke pertanyaannya di atas, benarkah langkah dan keputusan tersebut berdasarkan aturan ? Bila merujuk pasal 10, seandainya kenaikan jabatannya telah ditetapkan oleh pejabat Pembina kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan PAK yang ditetapkan Tim penilai instansi. Bila merujuk Pasal 11 bahwa Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih ti tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya, maka tidak ada alasan dan salah bahwa penilaian dari hasil Tim Penilai Instansi dipotong alias dikurangi karena pasal 11 secara tegas dinyatakan bahwa Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya. Dengan berbesar hati, siapapun boleh untuk tidak sependapat, siapapun boleh tidak setuju, siapapun boleh mengatakan bahwa apa yang penulis pikirkan di atas salah. Sehingga tanggapan, kritikan, sanggahan atau apapun namanya akan penulis terima dengan hati terbuka & lapang dada. Selamat . . . .

1 komentar:

  1. Pak Eri,memang menakutkan ya...?
    Tapi bayangkan, berapa kerugian pemerintah kita yang sudah membina kawan2 sejak awal masuk sampai pada posisi sekarang ini. Apakah pemberhentian itu sesuai? Misalkan,seorang sopir yg karena sebab tangannya tidak bisa digerakkan lagi,maka wajar kalau dia diberhentikan dari jabatan sopir.

    BalasHapus