Selasa, 29 Mei 2012

Generasi Emas Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan

Generasi Emas Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Oleh : Eri Budi Santosa & Yuli Sumarni, S.Pd. M.Pd Bulan Mei adalah bulan yang mempunyai makna tersendiri bagi dunia pendidikan bangsa Indonesia. Pada bulan Mei, tepatnya yanggal 2 yang merupakan tanggal kelahiran Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara yang selalu diperingati sebagai hari pendidikan nasional dalam bentuk upacara dan perayaan-perayaan. Pada tahun 2012 tema untuk hari Pendidikan Nasional adalah “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia” Dalam press conference di Gedung A Kemdikbud Senayan, Jakarta, Senih ( tanggal 30/4/20 12) Mendikbud mengatakan bahwa tema Hardiknas 2012 disesuaikan dengan rencana besar Kemdikbud untuk mempersiapkan generasi emas 100 tahun Indonesia merdeka tahun 2045. Menurut Kemdikbud, pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa Indonesia dikarunai potensi sumber daya manusia, berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut, dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, populasi usia produktif tersebut akan menjadi bonus demografi yang sangat berharga . Agar kesempatan emas tersebut tidak menjadi bencana demografi, pada periode tahun 2010 sampai tahun 2035 harus dilakukan investasi besar-besaran dalam bidang ketenagaan. Kemdikbud harus mampu membangkitkan generasi emas alias generasi yang bermutu. Untuk dapat mencetak generasi yang bermutu, persyaratan utama yang tidak berlebihan adalah terbentuknya budaya mutu. Terkait dengan budaya mutu, Kujala dan Ullrank (2004) mengatakan bahwa akar budaya mutu adalah budaya organisasi, karena budaya mutu merupakan subset dari budaya organisasi. Sementara untuk pengertian budaya organisasi banyak pakar mempunyai pendapat yang nyaris sama diantaranya Robbins (2001), Kreitner dan Kinicki (2003) Gibson et.al. (1996). Menurut Robbins (2001), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi. Disisi lain Kreitner dan Kinicki (2003) memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Disisi lain Sharplin (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Sedangkan Gibson et.al. (1996) merumuskan bahwa kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Dan Davis (1984) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Pertanyaannya, apa definisi budaya mutu. Menurut Goetsch D.L dan Davis D.L (2002) budaya mutu adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan mutu secara terus menerus. Budaya mutu terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Setelah 66 tahun merdeka pertanyaannya bagaimana konstribusi dunia pendidikan ? Apakah dunia pendidikan mampu membangkitkan dan membangun budaya mutu generasi sehingga dapat melahirkan generasi emas ? Membangun budaya mutu tertuang dalam Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Tepatnya di pasal 2 ayat 2 yang menyatakan tujuan antara diantaranya terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Terkait dengan penjaminan mutu, pada tahun 2008 Depdiknas telah menerbitkan buku Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan (SP2MP) untuk jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa penjaminan mutu adalah Serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan data tentang kinerja dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, program dan lembaga. Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan delapan Standar Nasional Pendidikan dari BSNP. Dalam konsep Materi Quality Assurance (penjaminan mutu), QI (peningkatan mutu) dan Capacity Building (CB) dinyatakan bahwa prinsip peningkatan mutu adalah membuat lebih baik. Selain itu menggunakan Pendekatan proses – plan/do/study/act. Penjaminan Mutu Pendidikan diimplementasikan dalam kegiatan Evaluasi Diri Sekolah yang dilaksanakan pada tahun 2010 seiring dengan Inpres 01 tahun 2010 tentang Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2010. Inpres 01 tahun 2010 yang ditandatangani pada tanggal 29 Februari 2010 oleh presiden ini memprioritaskan 11 prioritas nasional dengan tiga kelompok sektoral. Prioritas tersebut akan dijabarkan dalam 155 rencana aksi atau program, yang terbagi dalam empat tipe tindakan. Pertama, percepatan pembangunan fisik yang terdiri dari 42 rencana aksi. Dari 11 prioritas tersebut, prioritas yang ke dua adalah : Pendidikan, yang programnya menyangkut : 1. Penguatan metodologi dan kurikulum; 2. Penguatan pengelolaan sekolah; 3. Penguatan pendidikan agama, 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan. Program ke : 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan mempunyai tiga , yaitu : a. Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan; b. Penerapan pembelajaran berbasis TIK di sekolah; c. Fasilitasi penerapan dan Pengembangan E-Government di sekolah( e-pendidik-an). Tindakan Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan keluarannya adalah satuan pendidikan yang menerapkan sistem penjaminan mutu sebanyak 10.000 sekolah. Implementasi inpres 01/2010 yang terkait dengan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan di setiap jenjang dilaksanakan dalam bentuk evaluasi diri sekolah. Apa itu Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah ? Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M) adalah proses Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang hasilnya dipakai sebagai dasar Penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) dan sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan tingkat kab/kota. Proses Evaluasi Diri sekolah/Madrasah ini dilakukan oleh Tim dengan sebutan Tim Pengembang Sekolah/Madrasah yang terdiri dari Kepala Sekolah, Wakasek, guru, komite sekolah, orang tua siswa dan pengawas. Dalam melaksanakan EDS/M ini sekolah/Madrasah yang dalam hal ini adalah Tim Pengembang Sekolah/Madrasah (TPS) mengisi instrumen EDS/M yang bersifat kualitatif yang dimulai dari mengumpulkan bukti fisik dan mengisi dalam kolom bukti fisik, menulis Ringkasan Deskripsi Indikator Berdasarkan Bukti Fisik, menentukan tahapan pengembangan (bisa 1 yang dimaknai dibawah SPM; bisa 2 yang dimaknai mencapai SPM, 3 yang dimaknai mencapai SNP atau 4 yang dimaknai mencapai di atas SNP) dan menyusun rekomendasi. Rekomendasi tersebut dikonversi ke uraian program yang tertuang dalam RKS. Pengisian instrumen EDS/M dalam kolom bukti fisik, penulisan ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik, menentukan tahapan pengembangan dan menyusun rekomendasi sangat tergantung dari Keseriusan & Kemampuan terhadap Interpretasi Instrumen dan pemahaman SPM maupun 8 SNP. Pengisian instrumen EDS dilakukan bersama oleh TPS yang dilakukan secara terbuka yang bermuara sampai penyusunan Rencana Kinerja Sekolah serta perhitungan anggaran dan sumber dananya membiasakan sekolah untuk bersikap transparan sehingga muncul saling percaya, tidak saling curiga dan merupakan perekat kuat kesatuan di dalam organisasi. Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk sistem nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Dan ini sesuai dengan pendapat Kreitner dan Kinicki (2003) seperti yang terurai dalam tulisan di atas. Pengisian instrumen EDS/M mengharuskan TPS untuk membuka 8 SNP dan tentang SPM. Pertanyaannya apakah selama ini warga sekolah tidak pernah membuka 8 SNP dan SPM ? Bukankah untuk menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sekolah harus membuka Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses dan Panduan Penyusunan KTSP terbitan BSNP ? Kebiasaan sebagian sekolah pada contreng-contreng dan Kebiasaan sebagian sekolah ambil jalan pintas dengan copy paste yang membuat sebagian sekolah enggan untuk membuka Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Proses. Mengingat instrumen EDS/M bersifat kualitatif alias tidak contreng-contreng yang muaranya sedikit memaksa sekolah untuk membuka 8 SNP dan SPM. Peristiwa ini akan membiasakan TPS/M untuk menumbuhkan budaya membaca, menelaah dan belajar. Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Dan ini sesuai dengan pendapat Sharplin (1995) seperti yang terurai dalam tulisan di atas. Pengisian instrumen EDS/M mengharuskan TPS untuk memberikan rekomendasi yang dijadikan dasar untuk penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS). Penulisan rekomendasi sebagai langkah pembiasaan penemuan kekurangan apa yang dialami sekolah. Penulisan rekomendasi juga sebagai langkah menumbuhkan kesadaran koreksi yang muaranya pada penyusunan RKS sebagai langkah awal untuk peningkatan mutu (Quality Improvement). Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Dan ini sesuai dengan pendapat Gibson et.al. (1996) seperti yang terurai dalam tulisan di atas. Berdasarkan indikator yang merupakan penjabaran dari Standar Nasional Pendidikan Pengisian instrumen EDS mengharuskan TPS untuk mengumpulkan bukti fisik terkait dengan apa yang telah dilakukannya dengan landasan kesadaran bahwa hal ini guna perbaikan sekolah. Dengan landasan yang seperti itu sekolah tidak perlu memanipulasi bukti fisik dan hal ini membiasakan untuk berperilaku jujur yang akan menginternalisasi dan akan membentuk perilaku insan bermutu. Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Dan ini sesuai dengan pendapat Davis (1984) seperti yang terurai dalam tulisan di atas. Dari uraian di atas Evaluasi Diri Sekolah dengan menggunakan instrumen yang berbentuk kualitatif akan mampu menopang tema hari Pendidikan Nasional yaitu Bangkitnya Generasi Emas Indonesia. Kalau boleh berpendapat bahwa Generasi Emas adalah generasi yang berkarakter baik dan bercirikan diantaranya adalah jujur, mengutamakan semangat kebersamaan, mencari kekurangan diri, menumbuhkan kesadaran koreksi, mencari alternatif solusi dan semangat belajar. Karakter ini dibentuk bagi pengelola pendidikan di sekolah/Madrasah melalui proses pengisian Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah dan penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah/Madrasah yang selanjutnya akan berimbas kepada pembentukan karakter anak didik. Dengan pembentukan budaya mutu dan seiring dengan budaya paternalistik ini patut diduga akan mampu mengantarkan cita-cita membentuk generasi emas tahun 2045. Semoga . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar