Rabu, 07 Desember 2011

Jawaban Menyesatkan, Atau Pikiranku Yang Sesat?

Oleh : Kopral Ebes

Pada hari Rabu 6 April 2011 s/d Kamis 7 April 2011 di Hotel Amos Cozy di daerah Melawai Jakarta telah dilaksanakan Bi-Monthly Meeting yang mendatangkan para Kasi PMS LPMP se Indonesia, para Coordinator Cluster berjumlah 5 orang dan perwakilan dari P4TK se Indonesia.
Dalam pertemuan itu setiap peserta diberikan CD yang isinya kumpulan file yang salah satu diantaranya adalah “file 6.Q&A of EDS for BOSKITA”. File tersebut berisi kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dalam TOT EDS dan responsnya alias jawabannya.
Dari 7 pertanyaan dan jawaban, yang cukup menggelitik adalah pertanyaan dan jawaban untuk no : 2 yang uraiannya sbb :
Apa dasar hukum dari EDS/M?
Respons:
• Permendiknas No. 63/2009 tentang SPMP dimana EDS/M merupakan salah satu komponen dari sejumlah komponen yang ada dalam SPMP (yaitu, MSPD, PADATI, Akreditasi sekolah, dan Sertifikasi Guru.
• Dokumen EDS/M telah didukung/ditandatangani oleh Ditjen PMPTK (waktu itu) Kemdiknas dan Ditjen Pendidikan Agama Islam Kemenag.
Pertanyaan, benarkah jawaban itu ? Apakah itu bukan jawaban yang menyesatkan ? Ataukah ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa jawaban itu jawaban yang menyesatkan justru pikirannya yang sesat ?.
Menurut pak Ilzam (WI P4TK IPS Malang) dasar hukum adalah peraturan berlakunya suatu keputusan. Salah satu dasar hukum adalah permendiknas. Pertanyaannya, apakah di dalam Permendiknas No : 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan secara eksplisit menyebutkan EDS/M ? Jawabannya adalah dari pasal 1 sampai pasal 49 Permendiknas no. 63/2009 tentang SPMP secara eksplisit tidak ada penyebutan EDS/M secuilpun. Sehingga jawaban yang menyatakan bahwa Permendiknas no. 63/2009 tentang SPMP merupakan dasar hukum EDS/M adalah jawaban yang menyesatkan.
Mari kita cermati :
Permendiknas No. 63/2009 tentang SPMP dimana EDS/M merupakan salah satu komponen dari sejumlah komponen yang ada dalam SPMP (yaitu, MSPD, PADATI, Akreditasi sekolah, dan Sertifikasi Guru.
Kalimat ini adalah kalimat yang membingungkan. Disatu sisi merujuk pada Permendiknas 63/2009 tentang SPMP namun disisi lain menunjukkan bahwa komponen EDS/M, MSPD, PADATI, Akreditasi sekolah & sertifikasi guru yang merujuk pada buku SP2MP (tahun 2008 halaman 9) namun diformulasi dalam satu kalimat.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari tulisan di atas adalah bahwa jawab-an tersebut adalah jawaban yang menyesatkan dan membingungkan. Ataukah ada pihak-pihak yang berpendapat justru pemikiran penulis yang menyesatkan ? Silahkan menanggapi !
Mari kita cermati dari jawaban berikutnya :
• Dokumen EDS/M telah didukung/ditandatangani oleh Ditjen PMPTK (waktu itu) Kemdiknas dan Ditjen Pendidikan Agama Islam Kemenag.
Kalimat diatas terkait dengan buku Panduan Teknis EDS/M terbitan tahun 2010. Dalam panduan tersebut pada Kata Pengantarnya ditanda-tangani oleh Dirjen Pendidikan Agama Islam Kemenag dan Dirjen PMPTK Kemdiknas. Pertanyaannya, bisakah tanda tangan pejabat eselon I pada “Kata Pengantar” dalam suatu buku “Panduan Teknis” dijadikan dasar hukum ? Logika atau rasional apa yang dipa-kai ? Untuk lebih meyakinkan terkait dengan hal ini, maka sengaja saya mempertanyakan pada pak Ilzam (WI P4TK IPS Malang). Pertanyaan yang saya sampaikan adalah “bisakah tanda tangan pejabat eselon I pada “Kata Pengantar” dalam suatu buku “Panduan Teknis” dijadikan dasar hukum ?” Apa jawaban pak Ilzam melalui SMS.
……… Tidak bisa bos !..... lebih lanjut pak Ilzam mengatakan bahwa tanda tangan pejabat eselon I pada “Kata Pengantar” hanya mengesahkan isi “Panduan Teknis”.
Merujuk pendapatnya pak Ilzam di atas, maka pertanyaan
Apa dasar hukum dari EDS/M?
Dan jawaban
Respons:
• Dokumen EDS/M telah didukung/ditandatangani oleh Ditjen PMPTK (waktu itu) Kemdiknas dan Ditjen Pendidikan Agama Islam Kemenag.
adalah jawaban yang menyesatkan dan membingungkan.
Sesuai dengan judul Jawaban Menyesatkan, Atau Pikiranku Yang Sesat ? penulis masih memberikan 2 kemungkinan, yaitu sesuai telaah penulis yang memberikan kesimpulan bahwa respons atau jawaban yang sesat, ataukah ada pihak-pihak lain siapapun mereja yang justru menyimpulkan pemikiran penulis yang sesat. Siapapun boleh menanggapi guna mengembangkan diskusi sehingga pertanyaan yang sering muncul dalam kegiatan-kegiatan TOT EDS/M akan mendapatkan jawaban yang tepat dan masuk akal.

Kembali ke pertanyaan dan jawaban :
Apa dasar hukum dari EDS/M?
Respons:
• Permendiknas No. 63/2009 tentang SPMP dimana EDS/M merupakan salah satu komponen dari sejumlah komponen yang ada dalam SPMP (yaitu, MSPD, PADATI, Akreditasi sekolah, dan Sertifikasi Guru.
• Dokumen EDS/M telah didukung/ditandatangani oleh Ditjen PMPTK (waktu itu) Kemdiknas dan Ditjen Pendidikan Agama Islam Kemenag.
Dari uraian diatas jawaban (respons) di atas adalah jawaban yang menyesatkan dan membingungkan.
Kalau boleh berpendapat jawaban diatas sungguh patut disesalkan. Patut diduga bahwa Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan yang tertuang dalam Permendiknas No 63 tahun 2009 ini menjadi arena “main-main” para elite SPMP dengan tidak menutup kemungkinan adanya motif-motif tersembunyi yang sulit untuk dimengerti dan dijawab saat ini. Namun merujuk kata-kata Bung Karno, pada saatnya sejarahlah yang akan membuktikan.
Dalam mengawal Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, mestinya para elite harus bisa menunjukkan pemikiran-pemikiran yang bermutu.
Uraian di atas adalah suatu fakta yang menunjukkan lain. Fakta di atas menunjukkan bahwa elite pengawal Sistem Penjaminan Mutu Pendidik-an menunjukkan pemikiran-pemikiran yang tidak bermutu.
Selamat menanggapi . . . .
(Pesan Arif dari seorang rekan : Janganlah berhenti berpikir dan berkarya . . . . . . .)

EDS, “Geleng Kepala”

Mas Erry yang baik hati...
Tentang kekhawatiran Pak Gito dan Jawaban Pak Marjuki ..itu benar adanya. Tapi interpretasinya harus tetap OPTIMIS. Sebab, dalam teori pengubahan perilaku apalagi sekompleks dan sedahsyat EDS tidak bisa dilakukan secara instant dalam 5 hari. jadi Pak Gito n Pak Marjuki benar, pengubahan perilaku butuh pemahaman ttg urgensi perubahahn, bagaimana berubah, dan pemeliharaan perilaku baru..tentu saja tidak cukup 5 hari. Artinya yang 5 hari itu hanya sebagai pemicu atau pemantik! Selanjutnya silakan diteruskan di masing-masing sekolah! Tugas kita adalah bagaimana mendorong institusi sekolah menjadi lembaga pembelajaran (Learning Organization!) lagi-lagi butuh komitmen LM.
. . . . itulah penggalan emailnya sobat Nugroho kemarin untuk menanggapi tulisan saya yang berjudul : Renungan TOT EDS.
Kemungkinan tanggapan itu terkait dengan tulisan saya sebagai berikut :
Saat istirahat saya mendekati pak Gito untuk sekedar berdiskusi terkait dengan pertanyaannya. Saat asyik bercengkerama, pak Rizki datang yang membuat suasana semakin asyik. Tidak terlalu lama pak Mardjuki mendekat. Pak Mardjuki adalah trainer nasional yang juga sebagai praktisi dan juga yang paling “top” ketika menjelaskan tentang EDS & MSPD. Pak Mardjuki kita todong pertanyaan, sanggup tidak mengadakan pendampingan selama 5 hari ? Apa jawaban ? Didepan pak Gito, Pak Rizki dan saya, pak Mardjuki menjawab tidak sanggup.
Mendengar Mardjuki menjawab tidak sanggup saya hanya bisa geleng kepala. Memang selama ini terkait dengan EDS membuat saya sering geleng-geleng kepala. Geleng kepala dapat diartikan sebagai tidak tahu, dapat juga karena kagum, dan dapat juga karena terheran-heran. Terkait dengan reaksi Mardjuki yang menjawab tidak sanggup , saya hanya bisa geleng kepala ketika ditanya mengapa saya geleng kepala ketika Mardjuki menjawab tidak sanggup. Kesimpulan saya memang EDS menambah kompetensi saya dalam hal geleng-geleng kepala.
pendampingan untuk 10.000 satuan pendidikan antara tahun tahun 2010 berbeda dengan pada tahun 2011. Pada tahun 2010 Berdasarkan buku DESIGN IMPLEMENTASI PROGRAM EDS/MSPD DI LPMP halaman 2 tertulis bahwa implementasinya dalam bentuk kegiatan 4x pendampingan ke sekolah dan 4x rapat koordinasi pengawas yang melaksanakan MSPD ke LPMP selama tahun anggaran 2010. Pada waktu itu rasio antara pengawas dan sekolah = 1 : 10. Sekolah yang dijadikan obyek pelaksana EDS semestinya adalah sekolah yang kepala sekolahnya diberikan penguatan kompetensi kepala sekolah yang diselenggarakan P4TK Kejuruan, yang secara nasional jumlahnya 10.000 satuan pendidikan. Begitu juga untuk pengawasnya yang secara nasional berjumlah 1.000 pengawas. Jadi tahun lalu seorang kepala sekolah mengikuti kegiatan In1 – On – In2 yang diselenggarakan oleh P4TK Kejuruan dilanjutkan kegiatan pembinaan yang dilakukan pengawas selama 4 x atau 4 bulan. Pengawas dan kepala sekolah sebagai peserta Diklat mendapatkan finansial sebanyak dua kali. Untuk kegiatan pendampingan diberikan finansial sebanyak Rp 500,000 selama selama 4 x atau 4 bulan.
Berdasarkan DIPA LPMP tahun 2011, Pembinaan & Pendampingan EDS & MSPD pada setiap satuan pendidikan dilaksanakan selama 5 hari oleh 1 orang pengawas dan 1 personel dari LPMP. Hasil yang diharapkan adalah secara formal adanya Tim Pengembang Sekolah (TPS), sekolah dapat mengisi instrumen evaluasi diri sekolah versi 2011, sekolah dapat menyusun laporan EDS, RPS dan laporan MSPD. Dengan waktu 5 hari dan dengan capaian hasil yang seperti inilah sosok yang bernama “Mardjuki” yang merupakan fasilitator paling “top” didepan pak Gito, Pak Rizki dan saya, mengatakan tidak sanggup.
Sebagai praktisi penjaminan mutu yang definisi operasionalnya adalah data-analisa-rekomendasi dan laporan maka dalam memberikan rekomendasi datanya haruslah komplit. Mari kita collecting data.
Tahun 2011 yang di “Capacity Building” di LPMP hanya petugas pendamping, yaitu pengawas dan personel LPMP. Untuk sekolah tidak di “Capacity Building” di LPMP. Sekolah hanya mendapatkan hak Rp 65.000 untuk konsumsi 5 orang/hari selama 5 hari. CB terkait dengan perubahan instrumen EDS dan Pedoman EDS serta karakter bangsa diberikan disekolah menggunakan waktu selama 5 hari.
Lima orang ini untuk anggota TPS yang secara teoritis terdiri dari Pengawas, Kepala Sekolah, guru dan masyarakat. Pertanyaannya adalah tidak membebani sekolahkah apabila sekolah mendatangkan masyarakat dan pengawas selama 5 hari diluar kalkulasi konsumsi yang sebesar Rp 65.000,- ? Mungkinkah selama 5 hari sekolah akan duduk melayani dengan baik guna menghasilkan laporan EDS, RPS beserta bukti fisiknya ? Untuk pengawas sekolah pelaksanaan tahun 2010 mendapatkan finansial sebanyak 4 x Rp 5.00.0000 untuk 10 sekolah. Untuk tahun ini pengawas mendapatkan Rp 50.000 x 5 hari untuk 1 sekolah.
Sekolah yang dijadikan obyek pelaksana EDS semestinya adalah sekolah yang kepala sekolahnya diberikan penguatan kompetensi kepala sekolah yang diselenggarakan P4TK Kejuruan, yang secara nasional jumlahnya 10.000 satuan pendidikan. Tahun lalu dengan proses tertentu (yang penulis tidak ketahui) penentuan kepala sekolah dan penentuan pengawas dilakukan oleh P4TK kejuruan dengan berpendekatan ratio 1 pengawas untuk 10 sekolah. Fakta yang terjadi di lapangan adalah penentuan pengawas sekolah ini tidak berdasarkan pertimbangan pengawas pembina pada satuan pendidikan tersebut. Justru ada fakta yang menunjukkan untuk seorang pengawas SD tertentu membina SMA. Pertanyaannya, dengan tidak adanya finansial tertentu bagi sekolah dan yang melaksanakan bukan pengawas pembinanya, apakah ini bukan merupakan potensi kegagalan ? Jawaban saya hanya geleng kepala.
Dalam diskusi dengan pak Gito tersebut, saya bertanya langkah apa yang akan dilakukan pak Gito sebagai komandan lapangan ? Sebelum menulis lebih jauh. Ijinkan saya menceritakan sedikit sosok pak Gito. Pak Gito adalah Kasi PMS LPMP Jatim. Badannya tinggi besar. Tidak begitu suka menonjolkan diri. Santun dalam berbicara. Disiplin waktu. Dalam mengikuti TOT sangat serius. Rajin jalan pagi. Dan yang paling penting adalah mempunyai kepekaan dalam menjalankan tugas. Tanpa mendahului kehendak Tuhan, sebagai CC saya berani mengatakan bahwa sosok pak Gito kedepan sangat cocok untuk mendapatkan amanah sebagai kepala LPMP. Pak Gito adalah sedikit insan LPMP yang memiliki sense of quality sangat tinggi.

Kembali kepada tulisan diatas, dalam diskusi dengan pak Gito tersebut, saya bertanya langkah apa yang akan dilakukan pak Gito sebagai komandan lapangan ?
Jawaban pak Gito adalah dengan melaksanakan pola In – On – In dengan cara mengumpulkan beberapa sekolah. Dari jawaban itu menunjukkan bahwa Pak Gito adalah sedikit insan LPMP yang memiliki sense of quality sangat tinggi. Pak Gito bermanuver dan berimprovisasi dari pakem yang ada dalam DIPA. Tujuannya adalah, bagaimana dengan uang yang ada hasilnya dapat lebih baik, lebih optimal dan lebih berkualitas. Tahun 2010 yang lalu pak Gito juga bermanuver terkait dengan pelaksanaan Inpres 01/2010 dengan dibantu beberapa orang yang salah satunya adalah pak Kistono (CC Cluster 2).
Kalau boleh berpendapat sikap semacam ini belum banyak dimilki oleh pejabat-pejabat di LPMP.
Masih ada pejabat di LPMP yang orientasinya pada pemikiran yang penting kegiatan berjalan, yang penting dapat bagian, yang penting ada laporan dan yang penting kalau ada pemeriksaan aman.
Bermanuver, improvisasi dan berinovasi pada suatu kegiatan membutuhkan keberanian, membutuhkan sense of quality yang tinggi, membutuhkan ketekunan yang tinggi, dan membutuhkan pengorbanan yang tidak kecil. Di dalam benak saya Pak Gito adalah sedikit insan LPMP yang memiliki seperti yang telah saya uraikan di atas.
Saya ingin mengawinkan pemikiran pak Gito dengan pemikiran saya. Dalam alur pemikiran saya bahwa untuk lebih meningkatkan pelaksanaan penjaminan mutu yang pelaksanaannya dengan menggunakan instrumen EDS menggunakan pola Temu teknis 1 – Tugas mandiri 1 – (hasil 1) – Temu Teknis 2 & Periksa Hasil 1- (Hasil 2) - Temu Teknis 3 & Periksa Hasil 2- (Hasil 3) - Temu Teknis 4 & Periksa Hasil 3 - (Hasil 4) - Temu Teknis 5 & Periksa Hasil 4 - (Hasil 6). Temu teknis dilaksanakan disalah satu sekolah dalam gugus tertentu. Dilanjutkan tugas mandiri. Tugas mandiri pelaksanaannya dalam bentuk mengumpulkan bukti fisik, pengisian instrumen EDS dalam kolom bukti fisik, ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik, dan rekomendasi serta menentukan tahapan pengembangan. Temu teknis berikutnya untuk menjelaskan standar-standar yang lain serta melaksanakan simulasi serta memeriksa hasil tugas mandiri sebelumnya untuk selanjutnya apabila ada yang salah maka dikembalikan pada pihak sekolah untuk diperbaiki namun apabila sudah benar maka disimpan disekolah atau dicopy oleh pengawas untuk membuat draft laporan MSPD. Pertemuan temu teknis berapa kali tergantung jumlah sekolah dalam satu gugus tersebut. Pola ini memang diperlukan kerja ekstra untuk memformat jumlah kali temu teknis dan jumlah sekolah dalam gugus yang dikelompokkan.
Namun dengan pola ini maka capaian laporan EDS, RKS dan MSPD memungkinkan untuk diselesaikan. Selain itu dengan langkah pemeriksaan untuk perbaikan seusai tugas mandiri merupakan langkah pengendalian mutu sehingga hasil EDS lebih berkualitas.
Apakah bapak & ibu setuju dengan alur pikir di atas ?
Bapak & ibu boleh manggut-manggut, namun juga boleh geleng-geleng kepala.

Selamat menggelengkan kepala

Mungkinkah EDS Menggoyang Menteri ?

Oleh : Eri Budi Santosa
Yang Mas Erry pahami adalah hari ini yang menjadi panglima pembangunan adalah POLITIK . . . . itulah penggalan emailnya sobat Nugroho kemarin untuk menanggapi tulisan saya yang berjudul : Renungan TOT EDS. Salah satu jabatan politik di negeri ini adalah menteri. Pada sesi malam hari, dalam TOT EDS dan MSPD Klaster 5 di Makasar minggu yang lalu salah satu materinya adalah mencermati video yang diawali tampilan Menteri Pendidikan Nasional. Dalam kondisi sudah capek karena duduk seharian memang berdampak pada konsentrasi untuk mencermati video EDS tersebut. Dalam kondisi sudah capek dimalam hari seperti itu, idealnya sebenarnya adalah kegiatan tiduran diranjang. Kalau toh harus menikmati video, yang paling pas adalah videonya LM atau kependekan dari Luna Maya. Banyak film-film yang dapat dinikmati melalui video, namun karena banyak pilihan dan boleh memilih tidak sedikit juga yang memilih video yang diperankan Luna Maya pada saat bernyanyi.
Video EDS diawali sambutan menteri tentang pentingnya EDS. Memang publikasi EDS dilakukan dengan berbagai macam cara dengan tujuan kemungkinan untuk menggoyang persepsi masyarakat Indonesia bahwa EDS mampu menggoyang kualitas pendidikan. Namun, dibalik itu semua apakah ada yang menyadari bahwa EDS tahun 2011 juga memungkinkan untuk menggoyang Mendiknas ?
Pada pertemuan dengan tema “Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan /Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Evaluation/Planning Workshop” di Ambhara Hotel pada tanggal 21-23 Mei 2010 salah satu isu pokok yang menarik adalah : TOT Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah dan MSPD LPMP/BDK Menghadapi Inpres No : 1 tahun 2010. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Instruksi Presiden adalah peraturan yang dikeluarkan oleh presiden mengenai pelaksanaan suatu keputusan presiden yang memuat aturan-aturan teknis.
Inpres 01 tahun 2010 tentang Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2010 yang ditandatangani presiden tanggal 29 Februari 2010 merupakan kelanjutan dari hasil Rapat Kerja Menteri dengan Gubernur di Istana Cipanas antara Pemerintah pusat dan daerah pada tanggal 2 - 3 Februari 2010. Inpres 01 tahun 2010 merupakan kelanjutan program 100 hari dan butir-butir strategis dari hasil Rapat Kerja Menteri dengan Gubernur di Istana Cipanas. Menurut Wapres Budiono ( Antara, 23 Febr 2010), Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2010 tentang Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2010 itu merupakan penegasan butir strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014.
Rapat lanjutan Instruksi Presiden No.01/2010 tentang Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilakukan di Tampak Siring, Bali, 19-21 April 2010. Hasil-hasil rapat ini cukup konkret. Dari tiga kelompok kerja yang berada di bawah lingkup Menteri Koordinator (Menko) Kesejahteraan Rakyat muncul langkah-langkah aksi dalam bentuk matriks yang terinci. Kelompok Kerja Evaluasi Program Pro-Rakyat yang dipimpin Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh menghasilkan enam program dan 30 rencana tindakan. Kelompok Kerja Pembangunan Berkeadilan yang dipimpin Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri merekomendasikan 21 program dan 50 tindakan. Sedangkan Kelompok Kerja Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) menelurkan 19 program dan 32 rencana tindakan. Sedangkan dari Kelompok Kerja Pembangunan Ekonomi yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani muncul serangkaian rekomendasi dan rencana aksi serta target-target baru untuk pencapaian pada 2014.
Dalam arahannya setelah mendengarkan laporan hasil-hasil rapat kerja itu, Wakil Presiden (Wapres) Boediono menyampaikan satu tema pokok yaitu bagaimana bisa meningkatkan investasi dari dalam maupun luar negeri dengan jalan menyediakan semua kebutuhan investor, infrastruktur maupun non-infrastruktur dengan salah satu jalannya adalah harus terus melakukan penyederhanaan prosedur sehingga investor tahu dengan jelas siapa yang harus dihubungi, mesti minta izin kepada siapa, dan sebagainya. Menurut Wapres tujuan utama percepatan pertumbuhan ekonomi adalah manusianya. Pertumbuhan yang lebih cepat memungkinkan kualitas hidup yang lebih tinggi, salah satunya melalui intervensi negara lewat berbagai program sehingga bukan hanya sekadar menunggu trickle down effect namun Intervensi negara sangat-sangat penting. Menurut Wapres Budiono, setelah semua program dan rencana aksi itu tersusun, ada tiga prioritas sebagai tindak lanjut yang harus dilakukan, yaitu kesatu implementasi, kedua implementasi, dan ketiga implementasi.
Inpres 01 tahun 2010 memprioritaskan 11 prioritas nasional dengan tiga kelompok sektoral. Prioritas tersebut akan dijabarkan dalam 155 rencana aksi atau program, yang terbagi dalam empat tipe tindakan. Pertama, percepatan pembangunan fisik yang terdiri dari 42 rencana aksi. Beberapa tindakan di antaranya adalah pembangunan jalan, pembangunan listrik dan energi alternatif, serta perhubungan domestik. Kedua, perbaikan infrastruktur lunak yang terdiri dari 64 rencana aksi. Tindakan itu antara lain desain besar reformasi birokrasi, harmonisasi dan sinkronisasi peraturan pusat dan daerah, serta pembentukan dan penguatan kelembagaan. Ketiga, penguatan infrastruktur sosial yang terdiri dari 41 rencana aksi. Beberapa di antaranya adalah penguatan tiga cluster yaitu bantuan nasional, PNPM Mandiri, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan peningkatan akses dan kualitas pendidikan. Keempat, pembangunan kreativitas dan inovasi yang terdiri dari 8 rencana aksi.
Dari 11 prioritas tersebut, prioritas yang ke dua adalah : Pendidikan, yang programnya menyangkut : 1. Penguatan metodologi dan kurikulum; 2. Penguatan pengelolaan sekolah; 3. Penguatan pendidikan agama, 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan. Program ke : 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan mempunyai tiga , yaitu : a. Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di
Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan; b. Penerapan pembelajaran berbasis TIK di sekolah; c. Fasilitasi penerapan dan Pengembangan E-Government di sekolah( e-pendidik-an). Tindakan Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan keluarannya adalah satuan pendidikan yang menerapkan sistem penjaminan mutu sebanyak 10.000 yang target waktunya pada Desember 2010 dengan Kementerian Pendidikan Nasional sebagai instansi penanggung jawab. Ketercapaian target-target yang tertuang dalam Inpres 01 tahun 2010 yang menjadi tanggung jawab kementerian adalah pertaruhan jabatan menteri kementerian yang bersangkutan dan pertaruhan citra dan harga diri korps kementerian. Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan seiring amanah PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada bab XV pasal 91 menyatakan setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap,sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Inpres No 1 tahun 2010 ini pelaksanaan program prioritas dilakukan secara ketat, dan pemerintah akan menerapkan sistem evaluasi dan monitor yang ketat, seperti yang sebelumnya dilakukan pada pelaksanaan program 100 hari pertama pemerintahan. Tiap dua bulan dipantau targetnya oleh UKP4 (Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan), yang dilaporkan kepada Presiden di sidang kabinet. Ada matriks agar terukur target pencapaiannya. Target itu juga masukan masing- masing kementerian kepada UKP4. Dengan cara ini kinerja para menteri dalam melaksanakan program prioritas pembangunan akan dievaluasi setiap dua bulan.
Bagaimana hasil kinerjanya Mendiknas untuk program 100 hari ? Menurut Mendilknas M Nuh (sumber: Jakartapress.com 01/02/2010) rapor kementerian yang dipimpinnya mendapat warna biru dan hijau alias sangat memuaskan.
Program kerja 100 hari di kementerian pendidikan naasional di antaranya mengenai sambungan internet untuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di seluruh Indonesia. Kedua, penyiapan beasiswa untuk lulusan SMA, SMK, Madrasah Aliyah (MA), Madrasah Aliyah/SMA program khusus, paket C sebanyak 20.000 beasiswa bagi lulusan yang kemampuan akademik memenuhi persyaratan, tapi mereka miskin.
Ketiga, lanjutnya, peraturan menteri tentang guru-guru yang bertugas di daerah pedalaman, daerah terluar atau daerah terpencil. Para guru ini akan didorong
Keempat, penguatan kepala sekolah dan pengawas. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas siswa. Yang kelima, yakni pembentukan kewirausahaan.
Pasca program 100 hari dilanjutkan dengan implementasi Inpres 01 tahun 2010.
Seperti telah diuraikan diatas, bahwa dalam inpres tersebut “pendidikan” merupakan prioritas ke dua yang terjabar dalam 4 program dan salah satu diantaranya adalah program Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan.
Salah satu tindakan dari program Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan adalah Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan dengan target volume 10.000 sekolah. Dalam materi dalam bentuk power point yang berjudul Program Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan terbitan Bindiklat tahun 2010 dalam halaman 3 secara jelas tergambar bahwa untuk pencapaian target diprogramkan dengan simbol abjad B04, B06, B08, B10 dan B12. Dugaan saya angka dibelakangnya abjad adalah menunjukkan pencapaian target bulan kalender.
Program B04 kegiatannya dalam bentuk sosialisasi SPMP, Permen 63, EDS, MSPD, dan Panduan SPMP kepada Dinas Pendidikan Prov/Kab/Kota dan stakeholder pendidikan yang dilaksanakan di Bandung (15-17 April), Bali (19-21 April), Jakarta (22-24 April) serta Makasar (26-28 April) Semarang (3-5 Mei).
Program B06 kegiatannya dalam bentuk : 1. TOT penggunaan EDS dan MSPD kepada widyaiswara P4TK, LPMP, dan LP2KS. 2. TOT penggunaan EDS dan MSPD kepada 10000 kepala sekolah dan 1000 pengawas (kurikulumnya sama dengan sosialisasi ke Dinas) (Dilaksanakan sebagai bagian dari Diklat Pengawas dan Kasek di Tendik).
Program B08 kegiatannya dalam bentuk 10.000 Satuan Pendidikan mengimplementasikan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan melalui EDS untuk melihat pencapaian SPM dan/atau SNP.
Program B10 kegiatannya dalam bentuk 1000 pengawas sekolah memonitor dan melaporkan pencapaian SPM dan/atau SNP dengan menggunakan EDS dan MSPD.
Program B12 kegiatannya dalam bentuk Dinas Pendidikan dan LPMP melakukan analisis hasil EDS dan MSPD serta memberikan bantuan teknis untuk peningkatan mutu pendidikan kepada 10.000 sekolah. Apa nilai rapor menteri terkait dengan pelaksanaan Inpres 01 tahun 2010 ini ? Penulis belum bisa menjawab, yang jelas ketika mencari di perpustakaan Universitas Google Indonesia (UGI) data itu tidak penulis dapatkan. Yang jelas kegiatan-kegiatan diatas sudah dianggarkan pada tahun 2010 yang lalu.
Didalam DIPA LPMP tahun 2011 kegiatan EDS secara makro terbagi menjadi tahap I dan tahap II. Perbedaan tahap I dan tahap II ada 2, yaitu sasaran , jumlah dan sedikit perbedaan kegiatan. Untuk tahap I sasaran nasionalnya adalah 10.000 satuan pendidikan yang sudah digarap tahun 2010. Pernyataan ini diperkuat dengan penjelasan halaman 2 DESIGN IMPLEMENTASI PROGRAM EDS/MSPD DI LPMP yang tertulis : Dalam implementasinya program ini memerlukan perhatian dan fokus terhadap pencapaian hasil EDS/MSPD di 10.000 sekolah di seluruh Indonesia. Dari hasil pencapaiannya melalui kegiatan 4x pendampingan ke sekolah dan 4x rapat koordinasi pengawas yang melaksanakan MSPD ke LPMP selama tahun anggaran 2010, program ini belum menunjukkan hasil sesuai yang diharapkan secara sempurna dikarenakan perlunya penyesuaian komprehensif antara alokasi waktu dan output yang dicapai dalam program.
Oleh karena itu melalui DIPA LPMP tahun 2011, Kemdiknas berupaya menuntaskan program implementasi Sistem Penjaminan Mutu melalui Evaluasi Diri Sekolah dan Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah terhadap 10.000 sekolah dan 1000 pengawas sebagaimana diamanatkan dalam Inpres 1 tahun 2010 dan melanjutkan program ini kepada seluruh kabupaten/kota di seluruh Indonesia pada tahun yang sama.

Untuk tahap II sasaran nasionalnya adalah 19.000 satuan pendidikan. Perbedaan tata urutan kegiatan antara tahap I dan tahap II pada kegiatan TOT Kepala Sekolah. Kalau tahap I tidak ada TOT Kepala Sekolah, namun untuk tahap II ada kegiatan TOT Kepala Sekolah. Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan satuan pendidikan untuk tahap I sudah dibekali pada tahun 2010.
Pengulangan kembali sasaran inpres 01 tahun 2010 adalah langkah yang berani dan kemungkinan bersiko. Hal ini dengan pertimbangan bahwa inpres 01 tahun 2010 sudah berakhir bulan Desember tahun 2010 dengan anggaran yang tidak kecil dan tentu saja juga sudah dilaporkan kegiatan sampai B12. Kalau diulang dengan sasaran sekolah yang sama di tahun 2011 dengan anggaran tahun 2011 tidaklah salah kalau ada pihak-pihak yang berpendapat bahwa ini adalah pemborosan nasional. Hal ini yang harus diwaspadai.
Mengapa harus diwaspadai ? Menteri adalah jabatan politik. Pengulangan 10.000 satuan pendidikan yang akan dilaksanakan di tahun 2011 ini membuka peluang untuk dijadikan tunggangan politik pihak-pihak lain yang menjadi lawan politik Mendiknas. Hal ini mengingat bahwa untuk politik tidak ada kawan tidak ada lawan. Yang ada adalah kepentingan dan kekuasaan. Pertanyaannya , Masih adakah yang berminat untuk menjadi Menteri Pendidikan Nasional ? Kalau jawabannya masih ada, maka peluang EDS untuk menggoyang kursi Mendiknas adalah bukan sesuatu yang mustahil.
Beleive or not . . .

Jendral EDS

Rojer . . . Rojer. . .Rojer . . . .
Bisa dicopy coreck . . .
Disini Echo Bravo Echo Sera
(suara disana : “he . . . siapa ?”)
Disini Echo Bravo Echo Sera
(suara disana : “Siapa?”)
Disini Echo Bravo Echo Sera
(suara disana : “O . . . Kopral Ebes ?” Apa yang disampaikan ?)
Sabtu subuh yang lalu Sekutu yang terdiri dari negara AS dan sebagian negara Eropa sudah membombardir Libya.
Dari pantauan radar klaster5yahoogroups dan laporan intelejen kemarin dulu ada neolib mengendap-endap dimarkas kita. (suara disana : “Wah .. . bahaya ini ?” Bagaimana ciri-ciri orangnya ?) Orangnya tinggi besar, pakai kaca mata, rambutnya pirang, menggunakan kaos hitam yang bertuliskan :”Quality is Every Body bussiness”. (suara disana : “O . . . dia itu Jendral Johntall. Dia dipihak kita. dia temannya Jendral Mac. Arthur, dan sohibnya Jendral Mac.hali Pangdam Diponegoro).
(Apa lagi yang akan disampaikan ?)
Kita harus waspada dengan serangan KoPasGEDS.
(Pasukan apa ini ? Apakah ini sama dengan Kopasgat di jaman orde lama dulu?)
Kita harus membuat komando tandingan yang bernama Komando Anti KoPasGEDS.
(Pasukan apa KoPasGEDS ini ? Apakah ini sama dengan Kopasandha di jaman orde baru dulu?)
Orang-orangnya harus orang pilihan, mempunyai integritas pribadi yang ting . . .
(Dengan nada tinggi disana bicara : Kopral Ebes! Pasukan apa KoPasGEDS ini ? Kamu jangan main-main?)
Kenapa kamu marah, sesama kopral tidak boleh saling memarahi
(“Kopral – Kopral gundulmu ! Saya Jendral Sutanto”)
Siap jendral, maaf jendral, ampun jendral, tabik jendral.
Saya kira tadi Kopral Sutarno, suaranya mirip Kopral Sutarno.
(Bagaimana tidak mirip ? Kami satu pabrik , dia itu adik saya. Tapi masuknya ke serdadu bukan KKN, karena ada penilaian atitude)
Bagaimana menilai atitude orang ? Bagaimana formatnya ?
(Hai kopral ! Kamu jangan seenaknya bertanya pada Jendral. Kopral dilarang bertanya yang sulit pada Jendral. Menjadi Jendral itu sudah sulit. Ayo jawab Kopral Ebes! Pasukan apa KoPasGEDS ini ? Kamu jangan main-main?))
Siap jendral. KoPasGEDS adalah Komando Pasukan PengGagalan EDS. Dari laporan intelejen ada KoPasGEDS I, ada KoPasGEDS II ada KoPasGEDS III, ada KoPasGEDS IV.
(Bagaimana ? Apakah intelejen sebagai thinktank sudah mengumpulkan data – analisa – rekomendasi/laporan dan mencari strategi alternatif untuk menghancurkan KoPasGEDS I? )
Siap jendral. data – analisa – rekomendasi/laporan adalah definisi operasional dari Penjaminan Mutu Pendidikan BAIS bekerja sama dengan Dankodiklat telah membuatnya. KoPasGEDS I sasarannya adalah menggagalkan terbentuknya SK Tim Pengembang Sekolah (TPS). Untuk menghancurkan KoPasGEDS I.
Untuk itu harus dibuatkan Draft SK TPS.
(Siapa yang akan menyusun Draft SK TPS ? )
Siap jendral. Draft SK TPS akan dibuat oleh penerjun-penerjun sesuai teritorialnya masing-masing. Untuk wilayah Bali oleh Kapten Suciani & Kapten Surata. Untuk wilayah Jatim oleh Kolonel Bagod & Brigjen Sugito, Untuk wilayah NTB oleh Kapten Wirman Kasmayadi & Letkol Sutikno. Untuk wilayah NTT oleh Kopral Jono & Brigjen Edi Sula, Untuk wilayah Papua oleh Letkol Eko & Letkol Max Rafra dan untuk wilayah Malut oleh Kapten Rahmad & Kapten Indri.
(Apakah mereka sudah tahu ? )
Siap jendral. Akan kami kirimkan via radar klaster5yahoogroups
(Bagaimana amunisinya ?)
Siap jendral. Itu baru Jendral Reformasi. Bukan hanya menanyakan kerja dan hasil kerja, namun juga menanyakan amunisinya.
(Hai kopral ! Kamu jangan banyak bicara ! Bagaimana amunisinya ?)
Siap jendral. Ini Proyek Padamu Negeri Kami Berjanji, Padamu Negeri Kami berbakti, Padamu Negeri Kami mengabdi, Bagimu Negeri jiwaraga Kami.
(Bagaimana kompetensinya ?)
Siap jendral. Kami sudah dilatih menggunakan uangnya masyarakat Australia melalui MCCM selama 2 tahun. Lumayan dari skala ilmu dan amunisi dompetnya.

(Sambil mengangguk-angguk berkata : “Good . . . . . Good . .. . Good .. . . Hai bagaimana tentang penjaminan mutunya ? Sampaikan bahwa Tim Intelejen benar-benar berfungsi sebagai Think Tank, jangan berfungsi sebagai Septictank. Ingat datanya harus valid, laporannya jangan ABS alias Asal Bapak Senang)
Siap jendral. Bagaimana kalau jendralnya perempuan ?
( Ya . . . gampang saja to ? B – nya diganti huruf I sehingga menjadi AIS alias Asal Ibu Senang. Ingat itu kopral tentang sejarahnya Hitler. Kehancuran Hitler karena laporan intelejen yang cenderung ABS sehingga salah perhitungan dan dihancurkannyalah Hitler Bagaimana dengan Jendral yang lain, misalnya Jendral Masjuki Ikhlas ?
Siap jendral. Jendral Masjuki selalu aktif dalam radar klaster5yahoogroups ?
(Bagaimana dengan Jendral Besar Remy Jayusman. Katanya kamu ditegur melanggar Sapta Attitude Prajurit).
Siap jendral. Saya membuat puisi Negeri Pembedebah. Mensitir puisinya Adi Masardi yang dibaca di Metro TV tentang Negeri bedebah.
(Itulah, mungkin puisimu melalui radar klaster5yahoogroups & radar SPMPyahoogroups. Gara-gara Negeri bedebah Dipo Alam memblacklist Metro TV ).
Siap jendral. Nasibnya nyaris sama. Hak Kreatifitas dalam membuat puisi dilarang untuk memasuki radar klaster5yahoogroups & radar SPMPyahoogroups

(Apakah kamu marah dan menurunkan motivasi kerjamu ?)
Siap jendral. Tidak marah. Mengingat yang menegur Jendral Cantik justru menambah motivasi hampir sama kekuatannya dengan obat kuatnya Jendral Masjuki Ikhlas.
(Sambil mengangguk-angguk berkata : “Good . . . . . Good . .. . Good Katanya kamu mau dipensiunkan dini. Gimana ini ?)
Siap Jendral. Saya tetap memegang sumpah Sapta Attitude Prajurit. Dan sebagai prajurit harus taat dan patuh pada Komandan. Merah kata komandan merah kata prajurit. Putih kata komandan Putih kata prajurit.
(Apa kamu tidak takut ?)
Burung yang tidak pernah menanampun tetap berani untuk terbang. Masak saya yang sudah dididik di MCCM Camp 2 tahun akan takut !
(Apa Semboyan Hidupmu ?)
Kalau bicara “ya” harus melaksanakan “ya”. Kalau bicara “Tidak” harus melaksanakan “tidak”. Dengan warna yang jelas, kesungguhan, ketekunan dan selalu pasrah berserah dan bersyukur maka dimanapun bekerja pasti akan memudahkan untuk diterima.
(Apa yang akan kamu lakukan?)
Bekas prajurit akan pawai di medan Satpam.
(Kalau tidak laku ?)
Menjadi Debt Collector.
(Kalau tidak laku ?)
Menjadi Preman.
(Kalau tidak laku ?)
Menjadi teroris.
(Kalau tidak laku ?)
Operasi mengganti jenis kelamin perempuan.
(Sambil mengangguk-angguk berkata : “Good . . . . Good . . Good
Nanti potongannya bisa dijadikan masakan coto. Jadi kesimpulan pembicaraan hari ini apa )
Siap Jendral,
Pertama Dibuat Draft SK TPS. Yang membuat Bagod, Sugito, Suciani, Surata, Wirman, Sutikno, Jono, Edisula, Eko, Max Rafra, Rahmad & Indri.
Kedua, draft dikirim paling lambat hari jumat, 25 Maret 2011 ke Kopral Ebes.
Draft akan dipelajari oleh Kopral ebes & pak Masjuki, kalau ada masukan nanti akan dikirimkan kembali.
Draft SK TPS akan diperbanyak oleh masing-masing LPMP dan akan dibawakan oleh Tim Pendamping ke sekolah sasaran agar setiap Satuan pendidikan mempunyai SK Tim Pengembang.
(Sambil mengangguk-angguk berkata : “Good . . . . Good . . Good . . . LANJUTKAN . . . . )
Siap Jendral . . . LANJUTKAN . . . .

2011, Akankah menggapai kegagalan ?

Oleh : Eri B Santosa
........gagal maning . . . . gagal maning . . . . . itulah ungkapan yang sering kita dengar dari saudara-saudara kita dari daerah Banyumas. Dengan dialek banyumasannya yang kental ungkapan itu memang terasa maknyus . . .
Sebagai anak bangsa yang dibesarkan di Salatiga yang cenderung berkiblat ke Solo,dibesarkan di Cilacap dan dituakan di Kendari dialek banyumasan yang cenderung bloko suto alias apa adanya dan tidak cenderung basa-basi alias cenderung tidak munafik bila ditelisik lebih jauh sebenarnya dapat membentuk pribadi yang berintegritas yang berterus terang,
Namun, hidup adalah pilihan. Banyak pihak yang memilih penggunaan bahasa bersayap, tidak terus terang, cenderung mengingkari kenyataan. Sekali lagi hidup adalah pilihan. Namun kalau kita mencermati tentang 18 nilai lebih jauh salah satu implementasinya adalah mengkomunikasikan sesuatu dengan berterus terang alias jujur. Ada kemungkinan dengan tujuan tertentu menggunakan bahasa bersayap. Bila tujuannya baik maka itu tidak akan bermasalah. Namun bila tujuannya tidak baik maka tidak menutup kemungkinan hal itu untuk menyembunyikan sesuatu yang kurang baik.
Ada sebagian anak bangsa yang cenderung untuk secara jujur mengakui kegagalan dengan secara terus terang menggunakan kata gagal. Namun ada sebagian anak bangsa yang cenderung untuk secara jujur mengakui kegagalan dengan bahasa bersayap dengan menggunakan kata kurang berhasil. Namun dalam pergeseran pranata sosial ini ada juga sebagian anak bangsa yang cenderung untuk secara tidak jujur untuk tidak mengakui kegagalan, yang biasanya salah satu implementasinya dalam bentuk laporan abal-abal.
Salah satu karakter yang diharapkan dengan implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan ini adalah karakter jujur berperilaku dengan membiasakan jujur dalam pengisian EDS. Jadi untuk siapapun juga yang memahami filosofi penjaminan mutu dan mampu menginternalisasinya maka ada kecenderungan mereka berbahasa apa adanya, terus terang dan tidak munafik.
EDS adalah merupakan implementasi dari Penjaminan Mutu Pendidikan yang merupakan penjabaran dari PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 91 yang menyatakan bahwa Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Dalam konsep SPMP dengan menggunakan instrumen EDS ini dilaksanakan secara kontinyu setiap tahun oleh sekolah.
Perjalanan panjang terkait dengan penjaminan mutu pendidikan yang dikomandani oleh bu Renny berproses dan bermuara pada lahirnya Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang SPMP. Ujian 1 terkait dengan Penjaminan Mutu tertuang dalam Inpres 01 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Dalam inpres tersebut “pendidikan” merupakan prioritas ke dua yang terjabar dalam 4 program dan salah satu diantaranya adalah program Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan.
Salah satu tindakan dari program Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan adalah Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan dengan target volume 10.000 sekolah.
Di provinsi Sulawesi Tenggara, implementasi Inpres 01 tahun 2010 tersebar di 3 kota/kabupaten, yaitu kota Bau-Bau, Kota Kendari dan kabupaten Konawe yang jumlah totalnya sebanyak 149 satuan pendidikan.
Beberapa hari yang lalu, saya sebagai praktisi yang berkecimpung dalam penjaminan mutu pendidikan dan sekaligus sebagai Sekretaris Dewan Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara dengan tanpa SPPD mengadakan kunjungan ke Dinas Pendidikan Nasional kota Kendari mempertanyakan kepada Sekretaris Dinas Diknas Kendari dan kepada Kepala Bidang Ketenagaan dan Pengendalian Mutu Pendidikan. Ketika ditanyakan tentang instrumen EDS jawabannya serempak. Bahwa EDS hanya baru difahami oleh rekan-rekan pengawas dan tim sekolah yang tahun lalu menjadi bagian dari implementasi Inpres 01 tahun 2010. Artinya pengembangannya belum ada. Ketika menghubungi ke Kadis diknas Bau-Bau dan Sekretaris Dinas Diknas Kab. Konawe jawabannya sama saja alias sami mawon.
Tahun 2011 dibeberapa LPMP ada kecenderungan pelaksanaannya sesuai yang tersurat dalam DIPA 2011 tanpa manuver-manuver dan tanpa improvisasi bak menggunakan kacamata kuda.
Sesuai DIPA 2011 tahun ini ada kecenderungan kegiatannya secara persuratan melalui Dinas Diknas Kabupaten/Kota. Namun secara implementasi masih seperti tahun lalu, yaitu dengan didampingi personel LPMP kegiatan langsung dilaksanakan oleh pengawas sekolah dan TPS sekolah. Akankah pendekatan ini yang tanpa improvisasi akan berhasil ? Sulit untuk dijawab, namun bila tujuan utamanya hanya sekedar tuntutan dokumentasi yaitu terselesaikannya laporan EDS, RKS dan laporan MSPD serta berorientasi pada rasa aman kalau ada pemeriksaan maka capaian target bukan sesuatu yang mengkhawatirkan.
Namun kalau tujuan utamanya sesuai dengan harapan konsep SPMP yang dilaksanakan secara kontinyu setiap tahun oleh sekolah maka kalau boleh berpendapat capaian target akan menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan. Dengan kata lain bahwa pengalaman tahun 2010 akan terulang. Mungkinkan ini terjadi ? Bukankah keledai yang konon katanya otaknya kecil tidak akan masuk dalam lobang yang sama ? Apakah kita akan lebih baik dibandingkan dengan keledai ? Ataukah kita cenderung pada perilaku laki-laki yang setia yang akan selalu masuk pada lobang yang sama ? (Jangan marah ya , sekedar tanya)
Kalau tujuan utamanya hanya sekedar tuntutan dokumentasi yaitu terselesaikannya laporan EDS, RKS dan laporan MSPD serta berorientasi pada rasa aman kalau ada pemeriksaan maka capaian target bukan sesuatu yang mengkhawatirkan.
Mungkin ada pihak yang berargumentasi bahwa bukankah nanti akan melaksanakan Seminar Hasil EDS & MSPD oleh LPMP Peserta: Dinas Kabupaten/Kota ?
Apa komentar saya ? Ada suatu fenomena menarik terkait dengan hubungan LPMP tertentu dengan Dinas Kab/Kota. Tahun 2010 dalam salah satu DIPA LPMP mengadakan analisis hasil Ujian Nasional. Ketika ditanyakan kepada pihak LPMP terkait dengan bagaimana tindak lanjut Dinas Kab/Kota terkait dengan rekomendasi hasil analisis hasil Ujian Nasio- nal ? Jawabannya tidak tahu.
Ada fenomena lain. Penulis adalah wakil sekretaris Badan Akreditasi Provinsi Sultra. Karena sekretarisnya tida aktif maka sejak tahun 2007 merangkap sekretaris sekaligus tim teknis pembina asesor. Setiap tahun pasca pelaksanaan akreditasi selalu mengadakan Seminar Hasil Akreditasi. Kegiatan itu mengundang Kadis Diknas Provinsi Sultra sebagai salah satu pembicara dan Kadis Diknas Kab/Kota sebagai peserta. Pasca kegiatan seminar tersebut apa yang dilakukan Dinas Diknas Kab/Kota ? Sama seperti lagunya Dian Pishesa, yaitu . . . aku masih seperti yang dulu ......
Kalau saya ditanya, tahun 2011, Akankah meng-gapai kegagalan ? Saya tidak tahu. Saya tanya kesebelah kanan menjawab tidak tahu. Saya tanya kesebelah kiri menjawab tidak tahu. Saya tanya kebelakang juga menjawab tidak tahu. Saya tanya kedepan, sami mawon menjawab tidak tahu. Mungkin yang bisa menjawab hanya Tuhan dan insan-insan yang mampu menerjemahkan tulisan saya di atas.
Terima kasih
Prov. Eri BS, MA. UGI

Renungan TOT EDS . . .

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , merenung mempunyai arti diam memikirkan sesuatu. Menurut pendapat saya merenung itu perlu dan penting, karena merenung sendiri mem-punyai pengertian merefleksikan apa yang telah terjadi pada diri kita, kemudian dalam diri kita timbul pertanyaan" Mengapa ya ? Kok bisa ya? Bagaimana selanjutnya ya? dll.
Ada suatu momen yang menarik ketika pelaksanaan TOT EDS Klaster 5 baru-baru ini di Makasar. Setidak-tidaknya ada 2 pernyataan yang sebenarnya harus kita renungkan bersama.
Yang pertama dari Kapus PMP. Pesan yang saya tangkap dari beliau adalah : berdirinya badan mempunyai nuansa politis, untuk itu harus dapat menunjukkan kinerja yang baik, kalau tidak maka kemungkinan akan bubar .
Yang kedua dari pak Gito (Kasi PMS LPMP Jatim). Dalam sesi tanya jawab, kira-kira mas Gito bertanya sebagai berikut : Apakah bapak yakin kegiatan pendampingan EDS selama 5 hari akan berhasil ?
Saat istirahat saya mendekati pak Gito untuk sekedar berdiskusi terkait dengan pertanyaannya. Saat asyik bercengkerama, pak Rizki datang yang membuat suasana semakin asyik. Tidak terlalu lama pak Mardjuki mendekat. Pak Mardjuki adalah trainer nasional yang juga sebagai praktisi dan juga yang paling “top” ketika menjelaskan tentang EDS & MSPD. Pak Mardjuki kita todong pertanyaan, sanggup tidak mengadakan pendampingan selama 5 hari ? Apa jawaban ? Didepan pak Gito, Pak Rizki dan saya, pak Mardjuki menjawab tidak sanggup.
Badan Pengembangan SDMP & PMP terbentuk berdasarkan Perpres No : 67 tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta susunan organisasi tugas dan fungsi kementerian negara tertanggal 2 Desember 2010. Dalam pasal 436 terurai susunan organisasi eselon 1 yang salah satunya adalah badan baru yang bernama Badan Pengembangan SDMP & PMP. Pembentukan badan ini sebagai jawaban atas gonjang-ganjing yang kesannya bernuansa politis setelah lahirnya Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta susunan organisasi tugas dan fungsi kementerian negara tertanggal 14 April 2010. Perpres ini membawa konsekwensi bubarnya Ditjen PMPTK dan pecahnya Ditjen Mandikdasmen menjadi 2, yaitu Ditjen Dikdas dan Ditjen Dikmen. Namun justru Perpres No : 67 tahun 2010 lebih mengembangkan organisasi dengan adanya Badan PSDMP & PMP.
Apa makna bagi LPMP dengan adanya Badan PSDMP & PMP ? Kalau boleh berpendapat, berdirinya Badan PSDMP & PMP justru semakin mendudukkan eksistensi LPMP semakin jelas. Dimasa lalu LPMP dibawah Direktorat Bindiklat. Bindiklat lebih berorientasi ke kediklatan. LPMP menurut permendiknas 07 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja LPMP berorientasi pada penjaminan mutu yang menempatkan Diklat (fungsi fasilitasi) hanya menjadi bagian dari tugas dan fungsinya. Sehingga rasa-rasanya tidak “pas” kalau LPMP di bawah Bindiklat. Menurut PerPres Nomor 24 tahun 2010 ada rencana LPMP di bawah Ditjen Dikdas. Rasa-rasanya tidak “pas” juga kalau LPMP di bawah Ditjen Dikdas.
Siapapun pasti akan manggut-manggut pertanda setuju kalau LPMP di bawah Badan PSDMP & Penjaminan Mutu Pendidikan.
Pertanyaannya, bagaimana dengan pernyataan Ka Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan yang mengatakan bahwa berdirinya badan mempunyai nuansa politis, untuk itu harus dapat menunjukkan kinerja yang baik, kalau tidak maka kemungkinan akan bubar. Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah : Apa yang harus dilakukan LPMP ?
Perjalanan panjang terkait dengan penjaminan mutu pendidikan yang dikomandani oleh bu Renny berproses dan bermuara pada lahirnya Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang SPMP. Ujian 1 terkait dengan Penjaminan Mutu tertuang dalam Inpres 01 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Dalam inpres tersebut “pendidikan” merupakan prioritas ke dua yang terjabar dalam 4 program dan salah satu diantaranya adalah program Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan.
Salah satu tindakan dari program Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan adalah Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan dengan target volume 10.000 sekolah.
Bagaimana hasilnya ? Siapapun dapat menyimpulkan berdasarkan suatu analisa dari suatu data yang menunjukkan bahwa target volume 10.000 sekolah tahun 2010 diulang kembali pada tahun 2011. Entah itu menggunakan bahasa bersayap, kiasan atau apapun yang jelas bahwa target volume 10.000 sekolah tahun 2010 diulang kembali pada tahun 2011 dengan satuan pendidikan yang sama.
Bagaimana dengan peluang keberhasilan tahun 2011 ? Yang perlu kita renungkan adalah ketika orang sekaliber “Mardjuki” saja menjawab tidak sanggup untuk melaksanakan selama 5 hari, bagaimana dengan yang lain ? Misalnya saya yang sekaliber abal-abal. Atau yang lain yang kemungkinan ada yang kalibernya lebih abal-abal lagi.
Dari tahun ke tahun kita diperkenalkan oleh ICB. Selama ini laporan tentang ICB terkesan baik-baik saja, berjalan lancar, semua sudah menyadari akan pentingnya ICB. Masih sulit diduga apakah laporan itu hanya sekedar laporan atau hanya sekedar laporan abal-abal.
Kalau boleh berpendapat, konsep pak John tentang ICB yang benar-benar ICB akan mampu menjawab Bagaimana dengan peluang keberhasilan tahun 2011 ?
Sungguh ironis. Ada suatu kenyataan yang menunjukkan fenomena lain. Ada salah satu LPMP yang SMS pada saya bahwa IHT tidak jadi dilaksanakan karena menunggu undangan Diklat EDS bulan April 2011 di Jakarta. Ada salah satu LPMP yang seusai TOT EDS di awal tahun 2011 ini kembali nyaris tidak mengadakan aksi apa-apa. Tidak ada upaya untuk mengadakan deseminasi pada jam-jam kantor. Ironisnya justru pada jam-jam kantor sebelum DIPA turun kantor terasa sepi laksana kantor di Jepang yang kena tsunami. Ada kemungkinan tidak semua LPMP seperti itu. Namun renungan diri membawa pada suatu pertanyaan, apanya yang salah ? Apakah laporan abal-abal yang salah ? Namun, kalau boleh berpendapat sebenarnya sebaiknya diakhir TOT EDS & MSPD di awal tahun ini untuk semua klaster diakhiri dengan penyusunan rencana aksi deseminasi EDS & MSPD. Dari skala waktu untuk membahas hal itu masih sangat-sangat memungkinkan dilaksanakan di hari ke lima. Dari skala kesibukan personel LPMP untuk melaksanakan deseminasi, masih sangat-sangat memungkinkan dilaksanakan karena diawal tahun 2011 ini sebagian besar LPMP belum mempunyai kegiatan yang padat. Dari skala kemungkinan untuk terlaksana, masih sangat-sangat memungkinkan karena rencana aksi deseminasi EDS & MSPD merupakan rangkaian kelanjutan yang tidak terpisahkan dengan TOT EDS & MSPD. Namun nasi sudah menjadi bubur. TOT EDS & MSPD diawal tahun 2011 sudah usai dengan masih menyisakan kekhawatiran pak Gito tentang kesuksesan di tahun 2011.
Apa yang harus dilakukan oleh LPMP ? Bahasa klasiknya dapat dipastikan bahwa jawabannya adalah ICB.
Namun dibalik itu yang penting adalah membangun semangat korps atau membangun Jiwa Korsa LPMP yang merupakan bagian dari Badan PSDMP & PMP. Kalau boleh merujuk Rapl Linton dalam bukunya The Study of Man mengatakan bahwa jiwa korsa adalah semangat keakraban dalam korps atau Crops Geest. Jiwa korsa adalah kesadaran korps, perasaan kesatuan, perasaan ke-kitaan, suatu kecintaan terhadap organisasi. Sedangkan Staplekamps Jr. Le Luit der Aat dalam tulisannya yang berjudul Corps Geest (De Militaire Spectator; 1952) mengemukakan bahwa pengertian jiwa korsa terdiri dari faktor-faktor: (1) Rasa hormat, (2) Kesetiaan, (3) Kesadaran, (4) Tidak mementingkan diri sendiri.
Untuk membangun jiwa korsa tersebut perlu dilaksanakan awareness yang merujuk pada pernyataan Kepala Pusat yang menyatakan bahwa berdirinya badan mempunyai nuansa politis, untuk itu harus dapat menunjukkan kinerja yang baik, kalau tidak maka kemungkinan akan bubar . Berdirinya badan memberikan rahmad bagi LPMP. Eksistensi LPMP semakin nyata.
Ukuran kinerja badan salah satu ukurannya adalah implementasi penjaminan mutu pendidikan yang menggunakan instrumen EDS. Garda terdepan untuk kegiatan ini adalah insan-insan LPMP. Untuk itu tidak terlalu berlebihan selaku rekan sekerja saya berharap setelah membaca renungan ini bagi LPMP-LPMP yang belum melaksanakan ICB atau deseminasi EDS & MSPD sesegera mungkin untuk melaksanakan sehingga akan mengubah dari trainer kelas abal-abal menjadi trainer yang tidak jauh dengan kelas “Mardjuki”.
Apapun alasannya. Dalil apapun yang digunakan. Saya dapat memastikan bahwa bekal 4,5 hari di TOT belum mendapatkan apa-apa. Baru sebatas simulasi dan belum menyentuh seluruh indikator. Apalagi sebagian target volume 10.000 sekolah tahun 2010 yang diulang kembali pada tahun 2011 sebagian besar adalah jenjang SMA dan SMK.

Dengan diskusi melalui wahana deseminasi pada jam-jam kantor disaat-saat yang sebagian insan menganggur ini akan mampu meningkatkan trainer kelas abal-abal menjadi trainer yang tidak jauh dengan kelas “Mardjuki”.
Kuncinya hanya satu yaitu kesungguhan. Kesungguhan untuk mempertaruhkan harga diri lembaga dan badan. Kesungguhan untuk bekerja lebih baik. Kesungguhan untuk membangun negeri dengan peran kita masing-masing.
Modal yang lain yang tidak kalah penting yang perlu kita pertimbangkan adalah bukan hanya bekerja dengan mengedepankan rasionalitas namun perlu juga bekerja dengan suara hati dan nurani. Karena kalau hanya mengedepankan rasionalitas ada peluang untuk terjebak pada kalkulasi untung dan rugi. Dengan sentuhan suara hati dan nurani akan memi-cu idealisme kita, akan lebih menumbuhkan rasa cinta kita terhadap tanah air. Yang semua akan menyadarkan kita dengan talenta yang kita miliki untuk menjadi bagian dari insan-insan yang rela dan sungguh-sungguh untuk mengangkat harkat dan martabat lembaga, badan dan Indonesia.
Mari . . . . kita buktikan . . . .

Suaramu Suaraku

Pak . . . .
Suaramu menggelegar terngiang terdengar.
Dalam pembukaan Diklat Master Trainer
Dihotel berbintang dalam suasana hingar bingar
Guna membangun negeri yang sedang keblinger

Pak . . . .
Tepuk tangan riuh mendengar suaramu.
Desah bariton ngebas menggema haru biru
Membelah ruang menembus waktu diawan biru
Sampai diujung negeri yang sedang bersendu

Pak . . . .
Suara Indonesia Raya merdu berkumandang
Sebagai wujud cinta pada negeri di tanah gadang
Disusul suara doa menggema sampai seantero padang
Teriring suara adzan menggelora ditengah negeri yang malang

Pak . . . .
Keriuhan bukan lantaran suaramu merdu.
Keriuhan bukan lantaran decak kagum langkahmu
Tetapi . . . . keriuhan karena suara jabatanmu
Menggema membereskan pilar pokok pendidikan terbaru




Pak . . . .
Tidak pernah ada yang akan menyangkal.mu
Tidak pernah ada yang berani membantah ucapanmu
Sekumpulan widyaiswarapun tetap akan mengangguk tanda setuju
Apa lagi widyaiswara yang berdiri dibawah kuasamu

Pak . . . .
Suara lantang menggema menusuk kalbu
Di tengah jaman yang cenderung palsu
Bereskan . . . bereskan . . . bereskan
Pengawas . . . . Kepala sekolah ..... dan Guru . . . .

Pak . . . .
Bereskan . . . bereskan . . . bereskan
Pengawas . . . . Kepala sekolah ..... dan Guru . . . .
Ada sedikit Tanya dalam kalbu
Benarkah semua ungkapanmu ?

Pak . . . .
Bereskan . . . bereskan . . . bereskan
Pengawas . . . . Kepala sekolah ..... dan Guru . . . .
Ada sedikit Tanya dalam kalbu
Siapa yang bertanggung jawab membangun mereka itu ?

Pak . . . .
Aku setuju dengan suara kalbumu
Widyaiswara mendiklat membangun mereka itu
Dengan materi dan persiapan yang sangat bermutu
Apa lagi ditopang oleh Badan Penjaminan Mutu


Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Sayup-sayup terdengar bersuara tanpa lagu
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada diklat tanpa kurikulum yang baku

Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Sayup-sayup terdengar bersuara tanpa lagu
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada diklat tanpa persiapan yang bermutu

Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Sayup-sayup terdengar bersuara tanpa lagu
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada diklat yang kamar pesertanya tertumpuk jadi satu

Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada pelaksanaan diklat yang terasa lucu
Tanpa menggunakan kurikulum baku dan bermutu
Suara kritis disambut pergi meninggalkan tak tepat waktu

Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada pelaksanaan diklat yang terasa lucu
Beda pendapat dianggap perilaku tabu
Peserta dianggap sebagai insan yang dungu & tak tahu



Pak . . . .
Dengarkan suara itu
Suara itu tanpa tendensi mencari brutu
Dengarkan suara itu ?
Demi citra dan harga diri Badan Penjaminan Mutumu
Dengarkan suara itu ?
Demi kejayaan negerimu yang sedang terpuruk lesu


Pak . . . .
Bila kaudengar suara itu
Pemberesan masih sesuatu harus dan perlu
Bukan hanya Pengawas Kepala sekolah dan Guru Tapi juga widyaiswara yang berada dibawah ketiakmu

Pak . . . .
Bila kaudengar suara itu
Masih ada lagi pemberesan yang harus & perlu
Bukan hanya Pengawas Kepala sekolah dan Guru Tapi juga pelaksanaan diklat dengan kurikulum baku dan bermutu


Kamar 203 Hotel Anugerah Solo, 23 November 2011
Karya : Eri Budi Sontoloyo

Puisi untuk Kepala Sekolah Secercah Harapan di Negeri Pembedebah

By : Eri B Santosa
(Zam zam Hotel, 5 Desember 2011)
Kawan . . .
Masih ingatkah Adhie Masardi bersumpah Serapah
Membacakan puisi dengan bersusah payah
Dipentas TV dengan wajah menengadah
Berteriak parau tentang negeri para pembedebah

Kawan . . .
Dinegeri yang dibedebahkan
Kerja benar disalahkan
Tak kuasa bersuara selain pasrah
Menunggu nurani para pembedebah


Kawan . . .
Dinegeri para pembedebah
Sistem dibangun menimbang darah
Kesungguhan dimatikan semakin parah

Kawan . . .
Dinegeri para pembedebah
Tak peduli pertiwi histeris menangis
Kantung mereka tetap menengadah menganga
Dengan tanpa memperhatikan mutu dan tangisan negeri
Bersiul bernyanyi menguras devisa mengais kenikmatan dunia
Dalam kegiatan yang kadang tak terasa bermakna
Kawan . . .
Dinegeri para pembedebah
Penjaminan mutu dijadikan promosi untuk diri
Konon laporannya untuk perbaikan negeri
Fakta penerapannya terasa ngeri
Kadang tanpa perencanaan yang pasti & berarti

Kawan . . .
Dinegeri para pembedebah
Jangan pusingkan dia yang membedebahkan negeri
Walaupun fakta negeri ini tergadai
Tapi langkahkan kakimu untuk berandai

Kawan . . .
Hentakkan langkah kakimu
Satukan padu menuju satu tuju
Langkahkan kesungguhan Memajukan negeri
Tekadkan diri dengan semangat mengabdi
Bangunlah negeri dengan gelora dan sepenuh hati

Kawan . . .
Lihatlah disana sini
Mereka semua menanti dengan tidak pasti
Anak bangsa harap-harap cemas terus menanti
Kandidat cucu-cucu bangsa tiarap berharap dengan perasaan ngeri
Peristiwa bersejarah yang menggagalkan sebuah negeri yang nyaris mati
Menggagalkan menuju negeri pembedebah yang tanpa hati

Kawan . . .
Semua pakar pendidikan berikrar setuju
Mempropagandakan pentingnya perananmu
Lipham James berkata Kasek kekuatan sentral kekuatan penggerak
Paula F. Silver berujar kepala sekolah pembentuk iklim sekolah
Robert Stinger bersuara kasek pendorong utama peningkatan kinerja
De Roche, berkata kepala sekolah "the key person"
Sergiovanni, berujar kepala sekolah "the key person"
Ibrahim Bafadhal, bersuara kepala sekolah "the key person"

Kawan . . .
Suara terulang . . . ulang . . . . ulang
The key person .. . the key person . . . the key person . . .
Kutitipkan pesan pendahulu negeri yang sudah mati
Kuingatkan akan jerih payah nenek moyangmu yang gigih demi negeri
Berjuang makna bersimbah darah memerdekakan negeri demi harga diri
Untuk cucu-cucu yang ternyara sekarang tak tahu diri

Kawan . . . Saat itu . . . .
Nenek moyang kita berpikir tidak berorientasi materi
Perjuangan mereka untuk mengartikulasi diri
Supaya harga diri kita tetap tegak berdiri diantara negeri
Diantara bangsa-bangsa yang selalu iri akan anugerah materi
Diantara bangsa-bangsa yang terlalu iri melihat talenta anak negeri

Kawan . . .
Kami semua tahu akan amanahmu
Kami semua tahu akan beban perasaanmu
Diantara ketakutan dan ketidak pastian posisimu
Diantara bergentayangan parakan-parakan dana Bosmu
Diantara bergerilya calo calo kedudukan jabatanmu

Tapi kawan . . .
Pahamkan dirimu dan kuatkan imanmu. . .
Nyalakan lentera dalam secercah kekuatan
Dipundakmu teremban sebongkah harapan
Ditekadmu menganga sebuah asa yang menggelora

Kawan . . .
Belalakkanlah matamu dan Bangunlah kawan . . . .
Singsingkan bajumu dan Berdirilah kawan . . .
Hentakkan langkahmu dan Larilah kawan . . . .
Tekadkan diri mu dan Hindarkan petaka dari negeri ini
Hindarkan petaka negeri dan Kibarkan pataka . . . .
Hindarkan petaka negeri dan Kibarkan pataka . . . .
Ya . . . . . Kibarkan Pataka kawan . . . .
Kibarkan pataka kejayaan sekolahmu dengan nurani yang penuh arti
By : Eri B Santosa
(Zam zam Hotel, 5 Desember 2011)
Bedebah = Celaka (Kamus B Indonesia)

Rabu, 02 November 2011

Dewan Pendidikan Nasional, Memperburuk Pencitraan Publik ?

Dewan Pendidikan Nasional, Memperburuk Pencitraan Publik ?
Oleh : Eri B Santosa
Sekretaris Dewan Pendidikan Provinsi Sultra

Pada tahun anggaran 2011 salah satu Kegiatan Kemdiknas terkait dengan Dewan Pendidikan adalah Workshop Dewan Pendidikan. Acara Workshop Dewan Pendidikan ini dilaksanakan dalam empat region, yaitu: (1) Region Bali, dilaksanakan di Hotel Sanur Paradise Plaza, pada tanggal 22 – 25 Mei 2011, (2) Region Medan, dilaksanakan di Hotel JW. Mariot, pada tanggal 14 0 17 Juni 2011, (3) Region Makassar, dilaksanakan di Hotel Clarion & Convetion, pada tanggal 20 – 23 Juni 2011. Dalam acara Workshop Dewan Pendidikan tersebut, seluruh direktorat di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah telah dilibatkan untuk menyampaikan informasi tentang arah dan kebijakan pendidikan, serta program dan kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2011. Selain itu, Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan Nasional, juga dilibatkan secara aktif untuk melaksanakan sosialisasi PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan disempurnakan dengan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan kepada ketua atau pengurus Dewan Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yang jumlahnya mendekati angka 500 lembaga.
Dalam workshop tersebut juga diadakan sesi diskusi tentang berbagai masalah pendidikan, termasuk masalah Dewan Pendidikan, yang saat ini belum dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal, karena salah satu penyebabnya adalah belum memperoleh dukungan dari pihak birokrasi di daerahnya masing-masing.
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dibentuk sebagai jawaban untuk lebih meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat seiring dengan terjadinya perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Tuntutan tersebut tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2002 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 – 2004. UU Nomor 20 Tahun 2000 tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Butir-butir ketentuan yang penting di dalam Kepmendiknas tersebut akhirnya juga diakomodasi dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Seiring dengan penertapan era otonomi, dalam dunia persekokolahan lahirlah paradigma MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang beranggapan bahwa peningkatan mutu dan relevansi pendidikan hanya dapat dicapai dengan demokratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan dimana masyarakat sebagai stake holder berperan penuh yang terwakili dalam bentuk lembaga yang bernama DP (Dewan Pendidikan) dan KS (Komite Sekolah).
Terkait dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2004 – 2009 menyebutkan tentang tonggak-tonggak kunci (key development milestones) keberhasilan pembangunan pendidikan dasar dan menengah, khususnya pada pilar peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik disebutkan bahwa: (1) 50% Dewan Pendidikan telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) Komite Sekolah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, dan (3) Dewan Pendidikan Nasional telah terbentuk pada tahun 2009. Pertanyaannya, apakah sampai saat Dewan Pendidikan Nasional telah terbentuk ?
Seperti telah diuraikan di atas Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai jawaban dari realitas perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 terdiri dari 4 pasal dan dua (2) lampiran. Lampiran 1 tentang Acuan Pembentukan DewanPendidikan dan Lampiran 2 tentang Acuan Pembentukan Komite Sekolah.
Dalam Pasal 1 Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 dinyatakan bahwa (1) Pada setiap kabupaten/kota dibentuk Dewan Pendidikan atas prakarsa masyarakat dan/atau pemerintah kabupaten/kota. (2) Pada setiap satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan dibentuk Komite Sekolah atas prakarsa masyarakat, satuan pendidikan dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
Dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat menggunakan Acuan Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan II Keputusan ini.
Dalam Lampiran 1 Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Acuan Pembentukan DewanPendidikan pada bab Kedudukan & Sifat dinyatakan bahwa Dewan Pendidikan berkedudukan di kabupaten/kota; Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menjadi rujukan pembentukan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah, bukan untuk rujukan pembentukan Dewan Pendidikan Nasional.
Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2003 perihal peran serta masyarakat dinyatakan melalui bab XV Peran serta masyarakat dalam pendidikan. Dalam pasal 54 dinyatakan bahwa (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Lebih lanjut dinyatakan dalam Pasal 56 ayat (1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. (3) Komite sekolah/ madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidik-an. (4) Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Namun sampai implementasi Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2004 – 2009 Peraturan Pemerintah terkait dengan pembentukan Dewan Pendidikan nasional belum juga ada. Dari uraian di atas setidak-tidaknya argumen pembenar tidak tercapainya target dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2004 – 2009 yang tersurat dalam tonggak-tonggak kunci (key development milestones) keberhasilan pembangunan pendidikan terkait dengan tidak terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional dikarenakan ketiadaan rujukan pembentukan dapat dijadikan alasan pembenar.
Seperti telah diuraikan di atas bahwa Workshop Dewan Pendidikan ini dilaksanakan dalam empat region salah satu pematerinya dari Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan Nasional yang menyosialisasikan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan disempurnakan dengan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut Dewan Pendidikan terdapat dalam pasal 192 sampai pasal 195. Secara eksplisit terkait dengan Dewan Pendidikan Nasional terdapat dalam pasal 193. Dalam pasal itu dinyatakan bahwa Pasal 193 (1) Dewan Pendidikan Nasional berkedudukan di ibukota negara.
(2) Anggota Dewan Pendidikan Nasional ditetapkan oleh Menteri.(3) Anggota Dewan Pendidikan Nasional paling banyak berjumlah 15 (lima belas) orang.
(4) Menteri memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Nasional atas dasar usulan dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Nasional yang dibentuk oleh Menteri.
(5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengusulkan kepada Menteri paling banyak 30 (tiga puluh) orang calon anggota Dewan Pendidikan Nasional setelah mendapatkan usulan dari: a. organisasi profesi pendidik; b. organisasi profesi lain; atau c. organisasi kemasyarakatan.
Dengan lahirnya PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan disempurnakan dengan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan tidak ada alas an lagi untuk tidak terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional. Karena pasal 193 sudah sangat rinci uraian tentang Dewan Pendidikan Nasional dan cara pemilihannya.
PP Nomor 17 Tahun 2010 yang disempurnakan dengan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan merupakan penjabaran dari UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2003. Mestinya peraturan pemerintah ini lahir paling lambat 8 Juli 2005, namun peraturan pemerintah ini ditetapkan oleh presiden pada tanggal 28 Januari 2010. Artinya apa ? Peraturan pemerintah ini terlambat hampir 5 tahun. Kalkulasi ini berdasarkan Pasal 75 UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.
Dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2004 – 2009 terdapat Tiga Pilar Kebijakan Pendidikan yaitu Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan. Untuk pilar peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik salah satu targetnya adalah terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional pada tahun 2009. Bagaimana kenyataannya ? Apapun alasannya, sampai saat ini Dewan Pendidikan Nasional belum terben-tuk. Dengan tidak terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional alias kegagalan terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional maka kalau boleh berpendapat bahwa harapan mengimplemen-tasikan pilar peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik guna pencitraan publik justru hasilnya sebaliknya. Tidaklah terlalu salah kalau ada pihak-pihak yang berpendapat bahwa kegagalan pembentukan Dewan Pendidikan Nasional justru memperburuk pencitraaan publik terhadap kinerja jajaran Kementerian Pendidikan. Benarkah ?
Selamat menanggapi . . . .

Lembaga Pembina(saan) Widyaiswara

Lembaga Pembina(saan) Widyaiswara
Oleh : Eri B Santosa
Widyaiswara Madya LPMP Sultra

Tulisan pak Luthfi (Februari 4, 2008) yang profesinya sebagai Widyaiswara di Badan Diklat Jawa Tengah dalam tulisannya di dunia maya menulis sebagai berikut. Ada suatu topik yang hangat dibicarakan oleh para Widyaiswara di Kantor Badan Diklat Widyaiswara, yakni penghitungan angka kredit. Tulisan pak Luthfi tersebut terkait dengan keputusan hasil penghitungan angka kredit yang dikirimkan oleh LAN-RI, sebagai lembaga pembina para widyaiswara, kepada para widyaiswara senior (pangkat IV/c – IV/e). Hasilnya menunjukkan adanya pengetatan penilaian angka kredit yang dilakukan LAN hingga ada seorang widyaiswara yang telah memiliki angka kredit sebesar 830 (kurang 20 dari angka kredit yang dipersyaratkan bagi pangkat WI Utama dengan masa pensiun 65 tahun) tiba-tiba harus dikoreksi oleh LAN menjadi hanya 700 saja. Hal itu tentu saja menimbulkan syok bagi para WI yang memiliki angkat IV/c karena untuk mencapai angka kredit 850 akan begitu sulit. Bahkan salah seorang widyaiswara mutung dan memutuskan untuk mengambil formulir pensiun saja. Adalah sesuatu yang wajar dan sangat wajar ketika seorang widyaiswara mengalami “syok” kalau perolehan angka kredit yang merupakan kumpulan keringat bekerja seorang WI dibinasakan angka kreditnya sampai 120 kredit oleh lembaga Pembina widyaiswara.
Dari uraian di atas pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mungkin capaian angka kredit yang tertuang dalam Penetapan Angka Kredit (PAK) dapat menyusut ?
Menurut info dari beberapa rekan sesama widyaiswara, pengurangan angka kredit juga terjadi belum lama ini. Kasusnya dimulai dari proses pengajuan angka kredit widyaiswara ke LAN dengan harapan ada kenaikan perolehan angka kredit dalam PAK nya. Namun apa yang terjadi ? Ternyata diantara rekan-rekan ada yang angka kreditnya justru berkurang. Menurut Permenegpan No 14 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya untuk 1 jam mengajar nilai angka kreditnya = 0,025. Artinya apa ? Kalau seorang WI mengajar 100 jam berarti angka kreditnya = 2,5. Sehingga kalau 120 angka kredit kalau dikonversikan ke jam mengajar 4800 jam. Sehingga wajar dan sangat wajar ketika seorang widyaiswara mengalami “syok”, minta formulir untuk pengajuan pensiun dan terbuka kemungkinan lantaran kecewanya maka melakukan bunuh diri.
Menurut PP No 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan, Lembaga Administrasi Negara adalah Instansi Pembina Diklat yang selanjutnya disebut Instansi Pem-bina yang secara fungsional bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan Diklat.
Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh Pejabat yang berwenang dengant tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Diklat Pemerintah.
Diklat bertujuan: a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembeda-yaan masyarakat; d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.

Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Widyaiswara dalam rangka pembinaan karier jabatan dan kepangkatannya;
Widyaiswara berkedudukan sebagai pejabat fungsional di bidang kediklatan pada
Lembaga Diklat Pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Karena widyaiswara adalah pejabat fungsional maka kenaikan pangkatnya berdasarkan pada angka kredit. Pengertian Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Widyaiswara dalam rangka pembinaan karier jabatan dan kepangkatannya; Widyaiswara dalam melaksanakan tugasnya, bertanggung jawab kepada Pimpinan Lembaga Diklat Pemerintah yang bersangkutan. Tugas pokok Widyaiswara adalah mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat Pemerintah masing-masing. Jenjang Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah Widyaiswara Pertama (IIIa – IIIb); Widyaiswara Muda (IIIc – IIId); Widyaiswara Madya (IVa – IVc); Widyaiswara Utama (IVc – IVe); Secara berjenjang dari Golongan III a s/d golongan IV e komulatif angka kreditnya adalah : 100 (IIIa) – 150 – 200 – 300 – 400 (IVa) – 550 – 700 (IVc) – 850 - 1000 .
Kembali kemasalah di atas. Yang masih menjadi pertanyaan adalah mengapa LAN-RI, sebagai lembaga pembina para widyaiswara mengurangi angka kredit dari 830 menjadi 700 ? Mari kita telaah !
Tulisan pak Luthfi diatas di tulis Februari 2008, berarti masih merujuk pada Permenpan No : PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Angka kredit 700 adalah setara dengan golongan IV c. Sehingga dugaan yang bersangkutan adalah seorang WI yang bergolongan IV c.

Dalam permenpan tersebut pada Pasal 15 dinyatakan bahwa (1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit Widyaiswara adalah sebagai berikut : a. Kepala Lembaga Administrasi Negara untuk Widyaiswara Utama yang bekerja di lingkungan Instansi Pusat dan Daerah; b. Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk Widyaiswara Pertama sampai dengan Widyaiswara Madya di lingkungan tiap-tiap Instansi;
(2) Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibantu oleh : a. Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Pusat bagi Kepala Lembaga Administrasi Negara, selanjutnya disebut Tim Penilai Pusat; b. Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Instansi bagi Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu, selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi;
Dalam Pasal 19 dinyatakan bahwa Usul penetapan angka kredit Widyaiswara diajukan oleh : a. Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota kepada Kepala Lembaga Administrasi Negara untuk angka kredit Widyaiswara Utama; b. Pimpinan Lembaga Diklat atau pejabat yang membidangi kepegawaian serendah-rendahnya eselon II kepada Sekretaris Jenderal pada Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk angka kredit Widyaiswara Pertama sampai dengan Widyaiswara Madya di lingkungan tiap-tiap Instansi.
Dari pasal 15 dan 19 dapat secara tegas dinyatakan bahwa untuk kenaikan dari IV c (700 lebih) ke IV d (850) menjadi kewenangan LAN yang penilaiannya dilakukan oleh Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Pusat atau sebutannya Tim Penilai Pusat. Sedangkan untuk kenaikan dari III b (150 lebih) ke IV c (700) menjadi kewenangan Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang penilaiannya dilakukan Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Instansi bagi Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu, selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi.
Pemikiran penulis kemungkinan kenaikan ke IVc merupakan hasil penilaian dari Tim Penilai Instansi dengan perolehan angka kredit sebanyak : 830. Pertanyaannya mengapa bisa turun menjadi angka kredit 700 ? Menurut hemat penulis turunnya ke angka kredit 700 kemungkinan berdasarkan pada pemikiran bahwa ybs berasal dari Badan Diklat Provinsi maka Tim Penilainya dari TPI yang mempunyai kewenangan kenaikan dari III b (150 lebih) ke IV c (700). Sehingga untuk dinilai di Tim Penilai pusat yang mempunyai kewenangan kenaikan dari IV c (700 lebih) ke IV d (850) maka yang masuk penilaian ke TPP dimulai dari angka kredit 700. Kalau toh asumsi pemikiran penulis itu benar, pertanyaannya, benarkah langkah dan keputusan tersebut berdasarkan aturan ?
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa tulisan pak Luthfi di tulis Februari 2008, berarti masih merujuk pada Permenpan No : PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya dan juga dapat merujuk pada Peraturan Bersama Kepala LAN dan Kepala BAKN No 7 tahun 2005 No 17 tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya pasal 10 dinyatakan bahwa (1) Kenaikan pangkat bagi Widyaiswara dalam jenjang jabatan yang lebih tinggi dapat dipertimbangkan apabila kenaikan jabatannya telah ditetapkan oleh pejabat Pembina kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya. Kembali ke pertanyaannya di atas, benarkah langkah dan keputusan tersebut berdasarkan aturan ?
Bila merujuk pasal 10, seandainya kenaikan jabatannya telah ditetapkan oleh pejabat Pembina kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan PAK yang ditetapkan Tim penilai instansi.
Bila merujuk Pasal 11 bahwa Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih ti tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya, maka tidak ada alasan dan salah bahwa penilaian dari hasil Tim Penilai Instansi dipotong alias dikurangi karena pasal 11 secara tegas dinyatakan bahwa Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya.
Dengan berbesar hati, siapapun boleh untuk tidak sependapat, siapapun boleh tidak setuju, siapapun boleh mengatakan bahwa apa yang penulis pikirkan di atas salah. Sehingga tanggapan, kritikan, sanggahan atau apapun namanya akan penulis terima dengan hati terbuka & lapang dada.
Selamat . . . .

Lembaga Pembina(saan) Widyaiswara

Lembaga Pembina(saan) Widyaiswara
Oleh : Eri B Santosa
Widyaiswara Madya LPMP Sultra

Tulisan pak Luthfi (Februari 4, 2008) yang profesinya sebagai Widyaiswara di Badan Diklat Jawa Tengah dalam tulisannya di dunia maya menulis sebagai berikut. Ada suatu topik yang hangat dibicarakan oleh para Widyaiswara di Kantor Badan Diklat Widyaiswara, yakni penghitungan angka kredit. Tulisan pak Luthfi tersebut terkait dengan keputusan hasil penghitungan angka kredit yang dikirimkan oleh LAN-RI, sebagai lembaga pembina para widyaiswara, kepada para widyaiswara senior (pangkat IV/c – IV/e). Hasilnya menunjukkan adanya pengetatan penilaian angka kredit yang dilakukan LAN hingga ada seorang widyaiswara yang telah memiliki angka kredit sebesar 830 (kurang 20 dari angka kredit yang dipersyaratkan bagi pangkat WI Utama dengan masa pensiun 65 tahun) tiba-tiba harus dikoreksi oleh LAN menjadi hanya 700 saja. Hal itu tentu saja menimbulkan syok bagi para WI yang memiliki angkat IV/c karena untuk mencapai angka kredit 850 akan begitu sulit. Bahkan salah seorang widyaiswara mutung dan memutuskan untuk mengambil formulir pensiun saja. Adalah sesuatu yang wajar dan sangat wajar ketika seorang widyaiswara mengalami “syok” kalau perolehan angka kredit yang merupakan kumpulan keringat bekerja seorang WI dibinasakan angka kreditnya sampai 120 kredit oleh lembaga Pembina widyaiswara.
Dari uraian di atas pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mungkin capaian angka kredit yang tertuang dalam Penetapan Angka Kredit (PAK) dapat menyusut ?
Menurut info dari beberapa rekan sesama widyaiswara, pengurangan angka kredit juga terjadi belum lama ini. Kasusnya dimulai dari proses pengajuan angka kredit widyaiswara ke LAN dengan harapan ada kenaikan perolehan angka kredit dalam PAK nya. Namun apa yang terjadi ? Ternyata diantara rekan-rekan ada yang angka kreditnya justru berkurang. Menurut Permenegpan No 14 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya untuk 1 jam mengajar nilai angka kreditnya = 0,025. Artinya apa ? Kalau seorang WI mengajar 100 jam berarti angka kreditnya = 2,5. Sehingga kalau 120 angka kredit kalau dikonversikan ke jam mengajar 4800 jam. Sehingga wajar dan sangat wajar ketika seorang widyaiswara mengalami “syok”, minta formulir untuk pengajuan pensiun dan terbuka kemungkinan lantaran kecewanya maka melakukan bunuh diri.
Menurut PP No 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan, Lembaga Administrasi Negara adalah Instansi Pembina Diklat yang selanjutnya disebut Instansi Pem-bina yang secara fungsional bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan Diklat.
Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh Pejabat yang berwenang dengant tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Diklat Pemerintah.
Diklat bertujuan: a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembeda-yaan masyarakat; d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.

Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Widyaiswara dalam rangka pembinaan karier jabatan dan kepangkatannya;
Widyaiswara berkedudukan sebagai pejabat fungsional di bidang kediklatan pada
Lembaga Diklat Pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Karena widyaiswara adalah pejabat fungsional maka kenaikan pangkatnya berdasarkan pada angka kredit. Pengertian Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Widyaiswara dalam rangka pembinaan karier jabatan dan kepangkatannya; Widyaiswara dalam melaksanakan tugasnya, bertanggung jawab kepada Pimpinan Lembaga Diklat Pemerintah yang bersangkutan. Tugas pokok Widyaiswara adalah mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat Pemerintah masing-masing. Jenjang Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah Widyaiswara Pertama (IIIa – IIIb); Widyaiswara Muda (IIIc – IIId); Widyaiswara Madya (IVa – IVc); Widyaiswara Utama (IVc – IVe); Secara berjenjang dari Golongan III a s/d golongan IV e komulatif angka kreditnya adalah : 100 (IIIa) – 150 – 200 – 300 – 400 (IVa) – 550 – 700 (IVc) – 850 - 1000 .
Kembali kemasalah di atas. Yang masih menjadi pertanyaan adalah mengapa LAN-RI, sebagai lembaga pembina para widyaiswara mengurangi angka kredit dari 830 menjadi 700 ? Mari kita telaah !
Tulisan pak Luthfi diatas di tulis Februari 2008, berarti masih merujuk pada Permenpan No : PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Angka kredit 700 adalah setara dengan golongan IV c. Sehingga dugaan yang bersangkutan adalah seorang WI yang bergolongan IV c.

Dalam permenpan tersebut pada Pasal 15 dinyatakan bahwa (1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit Widyaiswara adalah sebagai berikut : a. Kepala Lembaga Administrasi Negara untuk Widyaiswara Utama yang bekerja di lingkungan Instansi Pusat dan Daerah; b. Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk Widyaiswara Pertama sampai dengan Widyaiswara Madya di lingkungan tiap-tiap Instansi;
(2) Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibantu oleh : a. Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Pusat bagi Kepala Lembaga Administrasi Negara, selanjutnya disebut Tim Penilai Pusat; b. Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Instansi bagi Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu, selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi;
Dalam Pasal 19 dinyatakan bahwa Usul penetapan angka kredit Widyaiswara diajukan oleh : a. Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota kepada Kepala Lembaga Administrasi Negara untuk angka kredit Widyaiswara Utama; b. Pimpinan Lembaga Diklat atau pejabat yang membidangi kepegawaian serendah-rendahnya eselon II kepada Sekretaris Jenderal pada Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk angka kredit Widyaiswara Pertama sampai dengan Widyaiswara Madya di lingkungan tiap-tiap Instansi.
Dari pasal 15 dan 19 dapat secara tegas dinyatakan bahwa untuk kenaikan dari IV c (700 lebih) ke IV d (850) menjadi kewenangan LAN yang penilaiannya dilakukan oleh Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Pusat atau sebutannya Tim Penilai Pusat. Sedangkan untuk kenaikan dari III b (150 lebih) ke IV c (700) menjadi kewenangan Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang penilaiannya dilakukan Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Instansi bagi Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu, selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi.
Pemikiran penulis kemungkinan kenaikan ke IVc merupakan hasil penilaian dari Tim Penilai Instansi dengan perolehan angka kredit sebanyak : 830. Pertanyaannya mengapa bisa turun menjadi angka kredit 700 ? Menurut hemat penulis turunnya ke angka kredit 700 kemungkinan berdasarkan pada pemikiran bahwa ybs berasal dari Badan Diklat Provinsi maka Tim Penilainya dari TPI yang mempunyai kewenangan kenaikan dari III b (150 lebih) ke IV c (700). Sehingga untuk dinilai di Tim Penilai pusat yang mempunyai kewenangan kenaikan dari IV c (700 lebih) ke IV d (850) maka yang masuk penilaian ke TPP dimulai dari angka kredit 700. Kalau toh asumsi pemikiran penulis itu benar, pertanyaannya, benarkah langkah dan keputusan tersebut berdasarkan aturan ?
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa tulisan pak Luthfi di tulis Februari 2008, berarti masih merujuk pada Permenpan No : PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya dan juga dapat merujuk pada Peraturan Bersama Kepala LAN dan Kepala BAKN No 7 tahun 2005 No 17 tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya pasal 10 dinyatakan bahwa (1) Kenaikan pangkat bagi Widyaiswara dalam jenjang jabatan yang lebih tinggi dapat dipertimbangkan apabila kenaikan jabatannya telah ditetapkan oleh pejabat Pembina kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya. Kembali ke pertanyaannya di atas, benarkah langkah dan keputusan tersebut berdasarkan aturan ?
Bila merujuk pasal 10, seandainya kenaikan jabatannya telah ditetapkan oleh pejabat Pembina kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan PAK yang ditetapkan Tim penilai instansi.
Bila merujuk Pasal 11 bahwa Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih ti tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya, maka tidak ada alasan dan salah bahwa penilaian dari hasil Tim Penilai Instansi dipotong alias dikurangi karena pasal 11 secara tegas dinyatakan bahwa Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya.
Dengan berbesar hati, siapapun boleh untuk tidak sependapat, siapapun boleh tidak setuju, siapapun boleh mengatakan bahwa apa yang penulis pikirkan di atas salah. Sehingga tanggapan, kritikan, sanggahan atau apapun namanya akan penulis terima dengan hati terbuka & lapang dada.
Selamat . . . .

Selasa, 22 Februari 2011

Widyaswara & “Ke-palsu-an” ?
Oleh : Eri B Santosa
Tulisan terbitan Kendari Pos tertanggal 10 Februari 2011 yang berjudul Widyaiswara yang ditulis oleh Edi Nugroho, S.Si, M.Si cukup menggelitik untuk ditanggapi. Tulisan itu diangkat dari berita Kendari Pos tertanggal 2 Februari 2011 yang berjudul : Enam Pejabat Eselon II Masuk Kotak. Dalam berita tersebut secara eksplisit terwartakan bahwa Tarmon mendapat promosi sebagai Kadis Pariwisata & Budaya, menggantikan H. Hasanuddin Rabali yang diwidyaiswarakan.
Model mewidyaswarakan mantan pejabat struktural di kabupaten/kota dimasa otonomi daerah ini bukan hanya terjadi di kabupaten Muna, tetapi didaerah lain juga terjadi. Hal ini juga terjadi di Kabupaten Kepahiang. Humas Pamkab (kotakepahiang.com) menginformasikan bahwa Sebanyak 29 posisi jabatan esselon II dan III di jajaran Pemerintah Kabupaten Kepahiang mengalami pergerakan. Rotasi dan mutasi jabatan dilakukan merupakan bentuk penyegaran yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepahiang. Proses pelantikan sendiri dilakukan langsung oleh Bupati Kepahiang, H, Bando Amin C. Kader, MM sekitar pukul 14.00 wib, Jumat (21/1), di Aula BKD dan PP Kabupaten Kepahiang.
Bupati Kepahiang, disela-sela pelantikan menegaskan bahwa mutasi jabatan seperti yang dilakukan hari ini merupakan hal biasa dalam sebuah organisasi. Kebijakan ini dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang ditingkat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kabupaten Kepahiang. Karena itu ia berharap para pejabat Kabupaten Kepahiang bisa membuktikan diri dengan bekerja keras dalam mendorong laju pembangunan di Kabupaten Kepahiang. Mutasi murni penyegaran, diharapkan kepada pejabat yang baru untuk dapat meningkatkan kinerja dan loyalitas. Setiap pejabat harus dapat melaksanakan seluruh kebijakan yang dialami melalui pertimbangan yang matang. Jabatan tidak bisa diukur karena adanya kedekatan dan hubungan keluarga.
Sementara itu untuk jabaan esselon II, Kepala Bappeda diisi oleh Mansori, SH menggantikan M. Taher yang dipercaya menjadi Kadis Penda Kab. Kepahiang. RA Denny sebelumnya merupakan Kadis Penda dilantik sebagai Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Kab Kepahiang, menggantikan Benny Cahyanto, SE. MSi yang menjadi Widyaswara pada Diklat BKD dan PP, Kab. Kepahiang. Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kab. Kepahiang H. Marah Hasan Seregar juga dijadikan Widyaswara pada Diklat BKD dan PP, Kab. Kepahiang. Kepala BPM PP dan KB Kab. Kepahiang, Drs. Nawawi Kadir dijadikan sebagai Widyaswara pada BKD dan PP Kab. Kepahiang. Endang Suharman Kadis Kop, Perindag juga dipercaya sebagai widyaswara pada BKD dan PP, Kab. Kepahiang. Drs. Suharto Jaya, juga dilantik sebagai widyaswara pada BKD dan PP Kab. Kepahiang.
Peristiwa semacam itu juga terjadi di Kabupaten Pohuwato. Selasa, 24 Maret 2009 menjadi saksi pelantikan pejabat struktural esselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pohuwato. Bertempat di ruang Pola lantai II Kantor Bupati Pohuwato, pelantikan di pimpin langsung oleh Wakil Bupati Pohuwato, Ir. Jusuf Giasi, MM. Turut hadir dalam acara tersebut seluruh pejabat esselon II di lingkungan Pemda Kabupaten Pohuwato. Acara dimulai pukul 14.00 WITA. Dengan pengambilan sumpah jabatan oleh Wakil Bupati Pohuwato. Sebanyak 40 orang pejabat Esselon III dan IV dinyatakan definitf pada hari ini, dengan Surat Keputusan Bupati Pohuwato Nomor : 821/BKPPD/Sk-Struktural/463.a/III/2009 Tanggal 24 Maret 2009, melengkapi struktur kabinet Bupati Zainuddin Hasan. Selain pelantikan pejabat struktural, telah dilantik juga hari ini 1 orang Pejabat Fungsional Widyaiswara. Dra. Rusmiyati Pakaya, M.Pd, dengan SK Bupati Pohuwato Nomor : 821/BKPPD/Sk-Fungsional/463.b/III/2009 Tanggal 23 Maret 2009 yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) pada Sekretariat DPRD kabupaten Pohuwato. Beliau dilantik dalam jabatan fungsional Widyaiswara Muda. Pertanyaannya, apakah ada aturan yang melarang perpindahan dari pejabat struktural eselon II untuk menjadi widyaiswara ?
Pada saat HUT ke-6 IWI Kalsel dan Pengukuhan Pengurus IWI Kalsel periode 2009-2012 di Banjarbaru Kamis 15 Oktober 2009 Kepala Bidang Litbang dan Diklat Ikatan Widyaiswara Indonesia Pusat Mursito mengatakan Widyaiswara merupakan kerja profesi, oleh sebab itu untuk menjadi Widyaiswara tidak sekedar memiliki ijazah kesarjanaan saja untuk melaksanakan tugas pendidikan pengajaran dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil (PNS), tetapi yang utama adalah pengalaman bekerja dalam menduduki berbagai jabatan di Pemerintahan ((Sumber : Biro Humas Setda Prov Kalsel edisi Senin, 19 Oktober 2009)
Dari pengalaman inilah yang membedakan Widyaiswara dengan dosen atau guru, atau boleh dikatakan kelebihan jabatan Widyaiswara, selain berlatar belakang sarjana, juga harus berpengalaman dalam birokrasi di Pemerintahan.
Dalam PP Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dinyatakan bahwa Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh Pejabat yang berwenang dengant tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Diklat Pemerintah.
Diklat PNS dilaksanakan sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik diperlukan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Diklat PNS dilaksanakan dalam rangka untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil melalui Pendidikan dan Pelatihan Jabatan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh.
Dalam PP 101 tahun 2000 Diklat bertujuan:
a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;
b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembedayaan masyarakat;
d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Jabatan fungsional widyaiswara diatur dalam Pemenpan no 14 tahun tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Pengangkatan dalam jabatan fungsional diatur dalam pasal 24, pasal 25 dan pasal 26.
Dalam pasal 24 dinyatakan bahwa Pejabat yang berwenang mengangkat dalam jabatan Widyaiswara adalah Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam PP Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil pasal 1 dinyatakan bahwa Pejabat pembina kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota.
Merujuk aturan di atas,apabila seorang mantan pejabat eselon II diangkat oleh Bupati untuk menjadi Widyaiswara adalah “sah”. Simpulan sementara, kalau merujuk pasal 24 Pemenpan no 14 tahun tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, yang menyatakan Pejabat yang berwenang mengangkat dalam jabatan Widyaiswara adalah Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu berdasarkan PP Nomor 101 tahun 2000 pasal 1 untuk pembina kepegawaian di kabupaten/kota adalah bupati/walikota. Pengangkatan PNS dari jabatan lain ke dalam jabatan Widyaiswara diatur dalam pasal 26 Permenpan no 14 tahun tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Dalam ayat (1) huruf “d”. Yang isinya telah mengikuti dan lulus Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan yang ditentukan oleh Instansi Pembina; Dalam Pasal 5 ayat (1), Instansi Pembina Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah Lembaga Administrasi Negara (LAN). Untuk huruf “e” Yang isinya telah mendapat rekomendasi pengangkatan dalam jabatan Widyaiswara dan rekomendasi Penetapan Angka Kredit awal yang ditetapkan oleh Kepala LAN selaku Pimpinan Instansi Pembina; Pertanyaannya adalah, apakah mereka yang diangkat menjadi widyaiswara diatas telah mengikuti dan lulus Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan ? Dan apakah mereka telah mendapat rekomendasi pengangkatan dalam jabatan Widyaiswara dan rekomendasi Penetapan Angka Kredit awal yang ditetapkan oleh Kepala LAN selaku Pimpinan Instansi Pembina ?
Kalau jawabannya sudah, berarti pengangkatannya sebagai widyaiswara sesuai peraturan. Kalau menyimak Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Sah mempunyai arti dilakukan menurut hukum (peraturan). Maka kalau jawabannya sudah tidaklah terlalu salah kalau ada pihak yang mengatakan bahwa pengangkatan widyaiswara tersebut adalah Sah. Namun, kalau jawabannya belum maka sebenarnya tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa widyaiswara tersebut adalah widyaiswara tidak sah alias palsu. Hal ini mengingat kata palsu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan Tidak Sah.
Dalam ayat (6) dinyatakan Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (3) adalah bagi PNS yang menduduki Jabatan Struktural Eselon II dan Eselon I, sehat jasmani dan rokhani serta lulus uji kompetensi untuk memenuhi formasi Widyaiswara yang melaksanakan tugas pokok pada Diklatpim Tingkat II dan Tingkat I. Dalam ayat (7) Pelaksanaan Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh instansi terkait yaitu Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan Kepega-waian Negara dan Instansi Pengusul/ Pengguna.
Pertanyaannya adalah, apakah mereka yang diangkat menjadi widyaiswara diatas telah mengikuti uji kompetensi yang dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan Kepega-waian Negara dan Instansi Pengusul/ Pengguna ?
Kalau jawabannya sudah tidaklah terlalu salah kalau ada pihak yang mengatakan bahwa pengangkatan widyaiswara tersebut adalah Sah. Namun, kalau jawabannya belum maka sebenarnya tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa widyaiswara tersebut adalah widyaiswara tidak sah alias palsu.
Sudah menjadi rahasia umum kalau kejadian me-widyaswara-kan pejabat struktural kebanyakan dilakukan pasca pelaksanaan perhelatan pesta demokrasi Pilkada. Sudah dapat patut diduga bahwa pergeseran itu suatu keniscayaan dalam kerangka untuk mendudukkan pihak-pihak yang berkonstribusi dan melengserkan yang tidak atau kurang berkonstribusi dalam pemenangan Pilkada. Ironisnya dalam Sambutan yang sering muncul yang dikemas dalam bahasa penghibur bagi orang yang terlengser dalam acara pelantikan adalah mutasi jabatan merupakan hal biasa dalam sebuah organisasi. Kebijakan mutasi untuk penyegaran dan dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang ditingkat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Tutur kata pemanis yang bagi pihak yang terlengser memberikan kesan bahasa kepalsuan bermuara pada perilaku manis yang mendudukkan pada jabatan widyaiswara palsu . . .
Eh . . . salah ketik yang benar adalah manis . . . .
Silahkan menanggapi . . . . .