Selasa, 22 Februari 2011

Widyaswara & “Ke-palsu-an” ?
Oleh : Eri B Santosa
Tulisan terbitan Kendari Pos tertanggal 10 Februari 2011 yang berjudul Widyaiswara yang ditulis oleh Edi Nugroho, S.Si, M.Si cukup menggelitik untuk ditanggapi. Tulisan itu diangkat dari berita Kendari Pos tertanggal 2 Februari 2011 yang berjudul : Enam Pejabat Eselon II Masuk Kotak. Dalam berita tersebut secara eksplisit terwartakan bahwa Tarmon mendapat promosi sebagai Kadis Pariwisata & Budaya, menggantikan H. Hasanuddin Rabali yang diwidyaiswarakan.
Model mewidyaswarakan mantan pejabat struktural di kabupaten/kota dimasa otonomi daerah ini bukan hanya terjadi di kabupaten Muna, tetapi didaerah lain juga terjadi. Hal ini juga terjadi di Kabupaten Kepahiang. Humas Pamkab (kotakepahiang.com) menginformasikan bahwa Sebanyak 29 posisi jabatan esselon II dan III di jajaran Pemerintah Kabupaten Kepahiang mengalami pergerakan. Rotasi dan mutasi jabatan dilakukan merupakan bentuk penyegaran yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepahiang. Proses pelantikan sendiri dilakukan langsung oleh Bupati Kepahiang, H, Bando Amin C. Kader, MM sekitar pukul 14.00 wib, Jumat (21/1), di Aula BKD dan PP Kabupaten Kepahiang.
Bupati Kepahiang, disela-sela pelantikan menegaskan bahwa mutasi jabatan seperti yang dilakukan hari ini merupakan hal biasa dalam sebuah organisasi. Kebijakan ini dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang ditingkat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kabupaten Kepahiang. Karena itu ia berharap para pejabat Kabupaten Kepahiang bisa membuktikan diri dengan bekerja keras dalam mendorong laju pembangunan di Kabupaten Kepahiang. Mutasi murni penyegaran, diharapkan kepada pejabat yang baru untuk dapat meningkatkan kinerja dan loyalitas. Setiap pejabat harus dapat melaksanakan seluruh kebijakan yang dialami melalui pertimbangan yang matang. Jabatan tidak bisa diukur karena adanya kedekatan dan hubungan keluarga.
Sementara itu untuk jabaan esselon II, Kepala Bappeda diisi oleh Mansori, SH menggantikan M. Taher yang dipercaya menjadi Kadis Penda Kab. Kepahiang. RA Denny sebelumnya merupakan Kadis Penda dilantik sebagai Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Kab Kepahiang, menggantikan Benny Cahyanto, SE. MSi yang menjadi Widyaswara pada Diklat BKD dan PP, Kab. Kepahiang. Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kab. Kepahiang H. Marah Hasan Seregar juga dijadikan Widyaswara pada Diklat BKD dan PP, Kab. Kepahiang. Kepala BPM PP dan KB Kab. Kepahiang, Drs. Nawawi Kadir dijadikan sebagai Widyaswara pada BKD dan PP Kab. Kepahiang. Endang Suharman Kadis Kop, Perindag juga dipercaya sebagai widyaswara pada BKD dan PP, Kab. Kepahiang. Drs. Suharto Jaya, juga dilantik sebagai widyaswara pada BKD dan PP Kab. Kepahiang.
Peristiwa semacam itu juga terjadi di Kabupaten Pohuwato. Selasa, 24 Maret 2009 menjadi saksi pelantikan pejabat struktural esselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pohuwato. Bertempat di ruang Pola lantai II Kantor Bupati Pohuwato, pelantikan di pimpin langsung oleh Wakil Bupati Pohuwato, Ir. Jusuf Giasi, MM. Turut hadir dalam acara tersebut seluruh pejabat esselon II di lingkungan Pemda Kabupaten Pohuwato. Acara dimulai pukul 14.00 WITA. Dengan pengambilan sumpah jabatan oleh Wakil Bupati Pohuwato. Sebanyak 40 orang pejabat Esselon III dan IV dinyatakan definitf pada hari ini, dengan Surat Keputusan Bupati Pohuwato Nomor : 821/BKPPD/Sk-Struktural/463.a/III/2009 Tanggal 24 Maret 2009, melengkapi struktur kabinet Bupati Zainuddin Hasan. Selain pelantikan pejabat struktural, telah dilantik juga hari ini 1 orang Pejabat Fungsional Widyaiswara. Dra. Rusmiyati Pakaya, M.Pd, dengan SK Bupati Pohuwato Nomor : 821/BKPPD/Sk-Fungsional/463.b/III/2009 Tanggal 23 Maret 2009 yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) pada Sekretariat DPRD kabupaten Pohuwato. Beliau dilantik dalam jabatan fungsional Widyaiswara Muda. Pertanyaannya, apakah ada aturan yang melarang perpindahan dari pejabat struktural eselon II untuk menjadi widyaiswara ?
Pada saat HUT ke-6 IWI Kalsel dan Pengukuhan Pengurus IWI Kalsel periode 2009-2012 di Banjarbaru Kamis 15 Oktober 2009 Kepala Bidang Litbang dan Diklat Ikatan Widyaiswara Indonesia Pusat Mursito mengatakan Widyaiswara merupakan kerja profesi, oleh sebab itu untuk menjadi Widyaiswara tidak sekedar memiliki ijazah kesarjanaan saja untuk melaksanakan tugas pendidikan pengajaran dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil (PNS), tetapi yang utama adalah pengalaman bekerja dalam menduduki berbagai jabatan di Pemerintahan ((Sumber : Biro Humas Setda Prov Kalsel edisi Senin, 19 Oktober 2009)
Dari pengalaman inilah yang membedakan Widyaiswara dengan dosen atau guru, atau boleh dikatakan kelebihan jabatan Widyaiswara, selain berlatar belakang sarjana, juga harus berpengalaman dalam birokrasi di Pemerintahan.
Dalam PP Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dinyatakan bahwa Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh Pejabat yang berwenang dengant tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Diklat Pemerintah.
Diklat PNS dilaksanakan sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik diperlukan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Diklat PNS dilaksanakan dalam rangka untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil melalui Pendidikan dan Pelatihan Jabatan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh.
Dalam PP 101 tahun 2000 Diklat bertujuan:
a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;
b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembedayaan masyarakat;
d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Jabatan fungsional widyaiswara diatur dalam Pemenpan no 14 tahun tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Pengangkatan dalam jabatan fungsional diatur dalam pasal 24, pasal 25 dan pasal 26.
Dalam pasal 24 dinyatakan bahwa Pejabat yang berwenang mengangkat dalam jabatan Widyaiswara adalah Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam PP Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil pasal 1 dinyatakan bahwa Pejabat pembina kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota.
Merujuk aturan di atas,apabila seorang mantan pejabat eselon II diangkat oleh Bupati untuk menjadi Widyaiswara adalah “sah”. Simpulan sementara, kalau merujuk pasal 24 Pemenpan no 14 tahun tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, yang menyatakan Pejabat yang berwenang mengangkat dalam jabatan Widyaiswara adalah Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu berdasarkan PP Nomor 101 tahun 2000 pasal 1 untuk pembina kepegawaian di kabupaten/kota adalah bupati/walikota. Pengangkatan PNS dari jabatan lain ke dalam jabatan Widyaiswara diatur dalam pasal 26 Permenpan no 14 tahun tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Dalam ayat (1) huruf “d”. Yang isinya telah mengikuti dan lulus Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan yang ditentukan oleh Instansi Pembina; Dalam Pasal 5 ayat (1), Instansi Pembina Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah Lembaga Administrasi Negara (LAN). Untuk huruf “e” Yang isinya telah mendapat rekomendasi pengangkatan dalam jabatan Widyaiswara dan rekomendasi Penetapan Angka Kredit awal yang ditetapkan oleh Kepala LAN selaku Pimpinan Instansi Pembina; Pertanyaannya adalah, apakah mereka yang diangkat menjadi widyaiswara diatas telah mengikuti dan lulus Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan ? Dan apakah mereka telah mendapat rekomendasi pengangkatan dalam jabatan Widyaiswara dan rekomendasi Penetapan Angka Kredit awal yang ditetapkan oleh Kepala LAN selaku Pimpinan Instansi Pembina ?
Kalau jawabannya sudah, berarti pengangkatannya sebagai widyaiswara sesuai peraturan. Kalau menyimak Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Sah mempunyai arti dilakukan menurut hukum (peraturan). Maka kalau jawabannya sudah tidaklah terlalu salah kalau ada pihak yang mengatakan bahwa pengangkatan widyaiswara tersebut adalah Sah. Namun, kalau jawabannya belum maka sebenarnya tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa widyaiswara tersebut adalah widyaiswara tidak sah alias palsu. Hal ini mengingat kata palsu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan Tidak Sah.
Dalam ayat (6) dinyatakan Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (3) adalah bagi PNS yang menduduki Jabatan Struktural Eselon II dan Eselon I, sehat jasmani dan rokhani serta lulus uji kompetensi untuk memenuhi formasi Widyaiswara yang melaksanakan tugas pokok pada Diklatpim Tingkat II dan Tingkat I. Dalam ayat (7) Pelaksanaan Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh instansi terkait yaitu Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan Kepega-waian Negara dan Instansi Pengusul/ Pengguna.
Pertanyaannya adalah, apakah mereka yang diangkat menjadi widyaiswara diatas telah mengikuti uji kompetensi yang dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan Kepega-waian Negara dan Instansi Pengusul/ Pengguna ?
Kalau jawabannya sudah tidaklah terlalu salah kalau ada pihak yang mengatakan bahwa pengangkatan widyaiswara tersebut adalah Sah. Namun, kalau jawabannya belum maka sebenarnya tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa widyaiswara tersebut adalah widyaiswara tidak sah alias palsu.
Sudah menjadi rahasia umum kalau kejadian me-widyaswara-kan pejabat struktural kebanyakan dilakukan pasca pelaksanaan perhelatan pesta demokrasi Pilkada. Sudah dapat patut diduga bahwa pergeseran itu suatu keniscayaan dalam kerangka untuk mendudukkan pihak-pihak yang berkonstribusi dan melengserkan yang tidak atau kurang berkonstribusi dalam pemenangan Pilkada. Ironisnya dalam Sambutan yang sering muncul yang dikemas dalam bahasa penghibur bagi orang yang terlengser dalam acara pelantikan adalah mutasi jabatan merupakan hal biasa dalam sebuah organisasi. Kebijakan mutasi untuk penyegaran dan dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang ditingkat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Tutur kata pemanis yang bagi pihak yang terlengser memberikan kesan bahasa kepalsuan bermuara pada perilaku manis yang mendudukkan pada jabatan widyaiswara palsu . . .
Eh . . . salah ketik yang benar adalah manis . . . .
Silahkan menanggapi . . . . .

Senin, 21 Februari 2011

PENGEMBANGAN KAPASITAS INTERNAL

PENGEMBANGAN KAPASITAS INTERNAL
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN MASALAH & SOLUSINYA

A. LATAR BELAKANG
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan lahir dari metomorfosa BPG berdasarkan SK mendiknas No : 087/O/2003 tentang Organisasi dan Tata kerja Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Pendidikan dan SK mendiknas No : 044/O/2004 tentang Perincian Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Pendidikan. Lembaga dalam proses bebenah, lahirlah PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang didalamnya termuat tentang peran LPMP. Dalam PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1, poin 24 secara eksplisit nampak bahwa LPMP adalah unit pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan.
Dengan adanya perubahan Tupoksi ini, untuk melihat kesiapan LPMP dalam melaksanakan tupoksi baru, Dit. Bindiklat melakukan kerjasama dengan AusAID Basic Education Project (AIBEP) pada tahun 2007 melaksanakan Review Kapasitas LPMP dan sosialisasi hasil (road show).
Hasil dari review kapasitas untuk LPMP beberapa diantaranya ada-lah :
 LPMP belum merencanakan secara luas tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang baru dan mereka masih menunggu penjelasan yang lebih detail dari Depdiknas mengenai model penjaminan mutu pendidikan;
 Tingkat pemahaman terhadap tupoksi baru di sebagian besar LPMP perlu ditingkatan serta persiapan staf perlu dilakukan di beberapa LPMP;
 Terdapat perbedaan yang berarti dan bervariasi antar LPMP dalam hal kesiapannya untuk menjalankan tupoksi baru;
 Pengembangan kapasitas staf sebaiknya difokuskan pada bidang:
• Konsep Quality Assurance
• Metodologi Quality Assurance
• Monitoring dan Evaluasi Pendidikan
• Manajemen dan pengembangan program
• Program pengembangan kerja sama
Hasil review kapasitas ini ditindak lanjuti dengan Pengembangan kapasitas LPMP.
B. PENGEMBANGAN KAPASITAS LPMP GUNA PERUBAHAN PARADIGMA
Ada suatu pernyataan yang menarik dari Direktur Bindiklat ketika memberikan materi pada Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan pada hari Kamis 11 Juni 2009 di Hotel Aston Denpasar yang menyatakan bahwa pelaksanaan Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP ini dalam rangka perubahan paradigma berpikir sumber daya manusia di LPMP.
Apa yang dimaksud perubahan paradigma berpikir ?
Dalam khazanah ilmu social, ada beberapa pengertian paradigma yang dibangun oleh para pemikir sosiologi. Di dalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia kita bisa menemukan dalam kata “paradigm” artinya model pola, contoh.
Dalam buku The Structure of Scientific Revolution (1972), yang ditulis oleh Thomas Kuhn menyatakan bahwa paradigma adalah :
1. Paradigma berarti keseluruhan perangkat—‘konstelasi’— keyakinan, nilai-nilai, teknik-teknik, dan selanjutnya yang dimiliki bersama oleh para anggota suatu masyarakat.
2. Paradigma berarti unsur-unsur tertentu dalam perangkat tersebut, yakni cara-cara pemecahan atas suatu teka-teki, yang digunakan sebagai model atau contoh, yang dapat menggantikan model atau cara yang lain sebagai landasan bagi pemecahan atau teka-teki dalam ilmu pengetahuan normal.”
Menurut Thomas Khun, “paradigma baru” adalah siklus perubahan yang berlangsung dengan mode of thought, mode of inquiry and mode to actions (cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak).
Pergeseran paradigma dapat berlangsung secara sukarela, proaktif antisipatif melalui proses pembelajaran terus menerus dan dapat juga berlangsung secara terpaksa.
G. Ritzer yang memberi pengertian paradigma sebagai pandangan fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu.
Ada juga yang mendefinisikan bahwa pradigma adalah pola pikir dan pandangan seseorang yang terbentuk baik karena Bakat, pengetahuan maupun karena lingkungannya (Web HYF)
Karena paradigma sangat tergantung dari pengalaman, bakat dan pengetahuan seseorang maka kemungkinan bahwa Paradigma seseorang salah atau kurang lengkap adalah sangat besar. Dan akibatnya tindakan seseorang yang didasari atas paradigma yang salah atau tidak lengkap tersebut, juga bisa salah atau kurang lengkap. Dari batasan di atas, maka paradigma salah satunya sangat tergantung dengan ”pengetahuan”. Dan salah satu jalan untuk menambah pengetahuan adalah Pengembangan Kapasitas.
Seperti diuraikan di atas untuk perubahan paradigma perubahan paradigma berpikir sumber daya manusia di LPMP maka diperlukan pengembangan kapasitas internal LPMP.
C. KONSEP PENGEMBANGAN KAPASITAS
Seperti diuraikan di atas bahwa pelaksanaan Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP ini dalam rangka perubahan paradigma berpikir sumber daya manusia di LPMP.
Dari buku terbitan AusAID Basic Education Project (AIBEP) yang berjudul Manual Administrasi Tim Kepemimpinan Untuk :
 Koordinator program pengembangan kapasitas LPMP
 Koordinator Klaster pengembangan kapasitas LPMP
 Ketua Klaster pengembangan kapasitas LPMP
 Tim Teknis/Administrasi Bindiklat
 Pengelola program BEP Pilar 2
1. Tujuan Pengembangan Kapasitas LPMP dalam QA/QI
Tujuan pengembangan kapasitas LPMP dalam QA/QI adalah :
1) Membangun Kapasitas Kepemimpinan dan Managemen Pimpinan LPMP (Kepala, Ka TU, dan Kasi) dalam pelaksanaan QA/QI.
2) Melatih staf LPMP untuk mampu melatih satf Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (pengawas sekolah) dalam QA/QI pendidikan.
3) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan staff LPMP dalam proses pelaksanaan QA/QI di masing-masing bidang kerja pemetaan, memanage data QA; mendukung program peningkatan mutu pendidikan, dan menyediakan pelatihan dalam jabatan (in-service training) untuk masalah mutu pendidikan yang diprioritaskan.
2. Peran dan Tanggung Jawab Baru LPMP
Peran dan tanggung jawab baru LPMP adalah :
1) LPMP memainkan peran sentral dalam pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan komponen SPPMP di tingkat Kab./Kota dan provinsi.
2) LPMP harus membangun jaringan kerjasama yang kuat dengan kab./kota dan provinsi.
3) LPMP membantu kab./kota dalam pelaksanaan SPPMP.

3. Batasan Penjaminan Mutu
• Penjaminan Mutu adalah sederetan proses dan sistem yang saling terkait untuk mengkoleksi data, menganalisis, dan melaporkan tentang kinerja dan mutu tenaga pendidik, program, dan lembaga yang bersangkutan.
• Proses Penjaminan Mutu mengidentifikasi aspek-aspek pencapaian dan prioritas peningkatan mutu, menyediakan data sebagai pijakan pengambilan keputusan, dan membantu penumbuhan budaya peningkatan mutu secara menerus.
• Pencapaian mutu pendidikan dalam SPPMP merujuk kepada 8 SNP.
3. Peningkatan Mutu
Peningkatan Mutu adalah proses dari pengambilan keputusan berdasarkan data dengan tujuan untuk peningkatan mutu secara menerus tentang program, masukan personal dan tim, proses, dan keluaran (outcomes).
4. Pengembangan Kapasitas.
Pengembangan kapasitas adalah sebuah pendekatan untuk membantu organisasi atau unit atau program untuk mencapai fleksibilitas dan tetap berfungsi dalam menyesuaikan perubahan yang diperlukan oleh grup dan individu untuk tetap dapat melayani dan mendukung pencapaian tujuan organisasi. Pengembangan kapasitas pada umumnya berkaitan dengan:
• pengembangan sumberdaya manusia – penyediaan terhadap kelompok atau individu dengan pengetahuan, ketrampilan, pemahaman, akses informasi dan pelatihan untuk dapat berkinerja secara efektif;
• pengembangan organisasi – pengembangan struktur managemen, proses, prosedur, dan hubungan dalam unit organisasi maupun antar organisasi dan sektor; serta
• pengembangan lembaga – pengembangan kebijakan dan peraturan yang memfasilitasi pengembangan kapasitas pada semua tingkatan.
D. PENGEMBANGAN KAPASITAS LPMP
Pengembangan kapasitas ini dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan bekerjasama dengan MCPM-AusAID menyelenggarakan Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan di lima klaster dan diselenggarakan di kota dimana Ketua Klaster berada, yaitu Klaster 1 di Jakarta (LPMP DKI), Klaster 2 di Bandung (LPMP Jabar), Klaster 3 di Semarang (LPMP Jateng), Klaster 5 di Denpasar (LPMP Bali), dan Klaster 4 di Makasar (LPMP Sulsel). Peserta dari kegiatan ini adalah 10 orang, yaitu Kelas LM yang terdiri dari para kepala (5 orang) & Kelas QA yang terdiri dari 5 orang staf & WI.
Kegiatan dilaksanakan dalam 2 putaran, yaitu untuk putaran 1 dan putaran 2. Materi putaran 1 dan putaran 2, untuk Tim LM terdiri dari 3 Unit yang dijabarkan dalam 11 modul. Sedangkan Tim QA juga terdiri dari 3 Unit yang dijabarkan dalam 11 modul.
Tim LM materi Unit 1 temanya adalah SPPMP, yang modul-modulnya terdiri dari :
Modul 1, judulnya : Proses Penjaminan Mutu
Modul 2, judulnya : Komponen SPPMP
Modul 3, judulnya : SNP
Modul 4, judulnya : SIM
Unit 2 temanya adalah QA & QI di LPMP , yang modul-modulnya terdiri dari :
Modul 1, judulnya : Standar Mutu LPMP
Modul 2, judulnya : Perencanaan & Evaluasi PPMP
Modul 3, judulnya : Pengembangan Kapasitas
Modul 4, judulnya : Membangun Jaringan Kerjasama antar LPMP
Unit 3 temanya adalah QA & QI di LPMP , yang modul-modulnya terdiri dari :
Modul 1, judulnya : Kemitraan LPMP dengan Instansi Terkait
Modul 2, judulnya : Pengembangan Kapasitas PPMP
Modul 3, judulnya : Program Pemasaran PPMP
Tim QA materi Unit 1 temanya adalah Pengembangan Kapasitas, yang modul-modulnya terdiri dari :
Modul 1, judulnya : Definisi QC, QA, QI & CB
Modul 2, judulnya : Peran & Tanggung Jawab Internal LPMP
Modul 3, judulnya : Peran & Tanggung Jawab Eksternal LPMP
Modul 4, judulnya : Standar Komponen & Indikator Kinerja
Unit 2 temanya adalah Strategi Pengembangan, yang modul-modulnya terdiri dari :
Modul 1, judulnya : Prinsip-Prinsip Pemebelajaran Orang Dewasa
Modul 2, judulnya : Pengembangan Kecakapan & Proses Pelatihan Fasilitator.
Modul 3, judulnya : Kecakapan & Proses Mentoring dan Coaching
Modul 4, judulnya : Prinsip & Teknik Evaluasi Dampak Program
Unit 3 temanya adalah Kemitraan LPMP dengan Instansi Terkait, yang modul-modulnya terdiri dari :
Modul 1, judulnya : Pengumpulan data kuantitatif & kualitatif
Modul 2, judulnya : Keterampilan analisis data & Pembentukan Informasi
Modul 3, judulnya : Penyusunan dan penyampaian laporan yang akuntabel.
Setiap putaran diakhiri dengan Tugas Pengembangan yang dijabarkan dalam Rencana Aksi Putaran 1 & Rencana aksi Putaran 2. Hasil kerja rencana aksi untuk putaran 1 dipresentasikan diawal Lokakarya putaran 2. Sedangkan hasil kerja rencana aksi putaran 2 untuk dikirimkan melalui email.

E. PENGEMBANGAN KAPASITAS INTERNAL
1. Pengembangan Kapasitas Internal LPMP
Untuk kegiatan putaran 3 ini tidak diawali dengan pertemuan seperti putaran 1 dan putaran 2. Kegiatan putaran 3 ini diawali dengan diterbitkannya 4 buku pedoman, yaitu :
1. Pedoman Pengembangan Kapasitas Internal LPMP untuk LM;
2. Pedoman Pengembangan Kapasitas Internal LPMP untuk QA-QI ;
3. Pedoman Pembentukan Tim Pengembangan Kapasitas External; dan
4. Pedoman Forum Pembelajaran Klaster (FPK) LPMP/BDK.
Pada putaran 3, berdasarkan pedoman diatas, maka :
• LPMP melaksanakan Pengembangan Kapasitas Internal LM
• LPMP melaksanakan Pengembangan Kapasitas Internal QA
• LPMP Membentuk Tim QA
Orientasi materi untuk pelaksanaan Pengembangan Kapasitas Internal LM & QA adalah modul-modul Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Hanya untuk Pengembangan Kapasitas Internal QA ada penambahan materi, yaitu : Konsep EDS & MSPD.
2. Masalah Pengembangan Internal LPMP
a. Dampak Permendiknas 63/2009
Dengan modul-modul Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan tujuan yang akan dicapai adalah :
1) Membangun Kapasitas Kepemimpinan dan Managemen Pimpinan LPMP (Kepala, Ka TU, dan Kasi) dalam pelaksanaan QA/QI.
2) Melatih staf LPMP untuk mampu melatih satf Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (pengawas sekolah) dalam QA/QI pendidikan.
3) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan staff LPMP dalam proses pelaksanaan QA/QI di masing-masing bidang kerja pemetaan, memanage data QA; mendukung program peningkatan mutu pendidikan, dan menyediakan pelatihan dalam jabatan (in-service training) untuk masalah mutu pendidikan yang diprioritaskan.
Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan dalam rangka menyongsong
peran dan tanggung jawab baru LPMP adalah :
1) LPMP memainkan peran sentral dalam pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan komponen SPPMP di tingkat Kab./Kota dan provinsi.
2) LPMP harus membangun jaringan kerjasama yang kuat dengan kab./kota dan provinsi.
3) LPMP membantu kab./kota dalam pelaksanaan SPPMP.
Namun, masalahnya adalah materi-materi modul Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan belum mampu untuk menyongsong peran dan tanggung jawab baru LPMP.
Hal ini dikarenakan materi-materi modul Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan ada yang belum seiring dengan penjaminan mutu yang dimaksud dalam Permendiknas No 63/2009 tentang SPMP.
Hal-hal yang baru adalah :
• Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan pendidikan ditujukan untuk memenuhi 3 acuan mutu, yaitu :
o SPM
o SNP
o Di atas SNP
• Standar Pelayanan Minimal berlaku untuk :
o Satuan Pendidikan
o Penyelenggara pendidikan
o Pemkab/Kota
o Pemprov
• Adanya tanggung jawab penjaminan mutu pendidikan pada :
o Mendiknas
o Menag
o Pemprov
o Pemkab/Kota
o Penyelenggara pendidikan
o Satuan pendidikan
b. Lemahnya Daya Dukung Tim LM
Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan pada putaran 1 dan putaran 2 diakhiri dengan penyelesaian tugas pengembangan putaran 1 maupun tugas pengembangan putaran 2.
Tugas pengembangan putaran 1 maupun tugas pengembangan putaran 2 ini diharapkan penyelesaiannya dilakukan dengan terprogram dan tidak saja melibatkan Tim LM maupun Tim QA yang menjadi peserta lokakarya, namun dapat diperluas dengan personel yang lain.
Harapan dengan pola semacam ini adalah :
• Dari aspek kualitas, akan semakin mendalamnya pemahaman terhadap materi dan
• Dari aspek kuantitas, akan semakin banyaknya personel yang memahami materi lokakarya.
Namun, di sebagian besar LPMP tidak melakukan harapan di atas.
Dalam penyelesaian tugas pengembangan Kecenderungannya diantaranya :
• Tidak dikerjakan secara bersama, artinya ada yang pengerjaannya dilaksanakan oleh person sendiri-sendiri dengan tidak ada pembahasan bersama terhadap hasil tugasnya.
• Ada yang pengerjaan tugas pengembangannya hanya dibebankan pada personel-personel tim QA.
• Ada yang pengerjaan tugas pengembangan Tim LM dibebankan pada personel-personel tim QA.
Pendek kata, ada kecenderungan bahwa Tugas pengembangan putaran 1 maupun tugas pengembangan putaran 2 ini kurang mempunyai daya dukung yang cukup dari Tim LM.
c. Sistem kerja yang tidak produktif
Kemungkinan ada sebagian LPMP yang dibangun dengan sistem kerja yang tidak produktif.
Menurut hemat saya sistem kerjanya dibangun terlalu berorientasi pada Dipa sehingga membentuk sikap dan perilaku Dipa minded . Dipa minded selalu berargumentasi bahwa ketika suatu kegiatan yang tidak ditunjang oleh DIPA, maka kegiatan tersebut tidak bisa jalan. Orientasi Dipa minded ini nampak pada program-tahunan di seksi teknis. Nyaris, program tahunan yang dibuat di seksi teknis merupakan penjabaran dari dalam Dipa. Sementara, kegiatan dalam Dipa hanya dapat mengakomodir sebagian pegawai. Kondisi ini, disadari atau tidak melahirkan kecemburuan antara staf yang di seksi teknis dan staf yang di subag umum.
Ada suatu fenomena, bahwa program tahunan yang dibuat di seksi teknis yang merupakan penjabaran dari dalam Dipa aktifitasnya tidak setiap hari, dan tidak semua staf diseksi tersebut dapat terlibat. Kondisi ini membuat ketika ada kegiatan yang ditopang oleh Dipa ada sebagian staf yang terlibat dan sebagian staf tidak mempunyai aktifitas. Untuk mengisi waktu tiap orang mempunyai ekspresi bermacam-macam, ada yang main game di komputer, kalau internet lancar ada yang chatting, ada yang ngrumpi, ada yang keluar ngobyek, pendek kata . . . . “bermacam-macam aktifitas”...... Artinya apa ? Kondisi menciptakan “pengangguran terselubung” pada jam-jam kerja.
Hal yang sama juga terjadi bagi staf di seksi teknis pada waktu-waktu yang tidak ada kegiatan yang ditopang oleh DIPA. Kasusnya cenderung sama, mereka akan mengisi waktu tiap orang mempunyai ekspresi bermacam-macam, ada yang main game di komputer, kalau internet lancar ada yang chatting, ada yang ngrumpi, ada yang keluar ngobyek, pendek kata . . . . “bermacam-macam aktifitas”...... Artinya apa ? Kondisi menciptakan “pengangguran terselubung” pada jam-jam kerja.
Sistem yang dibangun yang akhirnya bermuara pada DIPA minded menghasilkan kebiasaan yang terlalu berorientasi pada “uang” alias “materi”. Kalau boleh mengatakan, sistem yang dibangun bertahun-tahun ini melahirkan budaya kerja atau kultur kerja yang berorientasi pada “uang” alias “materi”. Menurut hemat saya, dalam suatu lembaga yang kultur kerjanya berorientasi pada “uang” alias “materi” akan miskin dengan improvisasi, akan miskin inovasi, akan melunturkan idealisme, mematikan semangat dan cenderung akan mustahil melahirkan “best practices”. Padahal menurut hemat saya peningkatan akan diraih melalui ada-nya inovasi atau improvisasi, sehingga terjadi perubahan mu-aranya pada suatu pertumbuhan.
Suatu pertanyaan, apa yang bisa diharapkan pada suatu lembaga yang semangatnya mati & idealismenya tidak ada ? Justru tidak menutup kemung-kinan lembaga yang seperti ini bila ada kegiatan yang ditopang oleh DIPA ada kecenderungan pelaksanaan dilakukan dengan asal-asalan, apa adanya, dan formalitas saja.
Menurut hemat saya, dalam suatu lembaga yang kultur kerja yang berori-entasi pada “uang” alias “materi” akan mempengaruhi kohesitas lintas seksi. Tiap-tiap seksi akan berusaha mendapatkan sebanyak-banyaknya kegiatan dalam DIPA berdasarkan Tupoksi yang ada. Tiap-tiap seksi, dengan argumen-tasinya masing-masing dibangun untuk meyakinkan pihak lain yang kesannya berkecenderungan memperebutkan judul-judul kegiatan yang kadang masih buram (secara eksplisit kurang jelas kegiatan itu masuk tupoksi seksi yang mana). Ada suatu kemungkinan, untuk LPMP-LPMP tertentu, hal ini merupakan kejadian rutin diawal turunnya Dipa.
Menurut hemat saya, dalam suatu lembaga yang DIPA minded tidak menganggap bahwa gaji dan uang lauk pauk itu merupakan hak yang harus melaksanakan kewajiban melakukan pekerjaan-pekerjaan di kantor.
Mestinya mindset itu harus dirubah dengan suatu bangunan sistem kerja yang lebih menghargai gaji dan uang lauk pauk. Sistem kerja yang menyadarkan bahwa gaji dan uang lauk pauk itu merupakan hak dan konsekwensinya harus melaksanakan kewajiban untuk mengerjakan sesuatu yang positif dan bermanfaat di kantor pada jam-jam kantor.
3. Solusi Dari Masalah Pengembangan Kapasitas LPMP
Salah satu alternatif solusinya untuk menjawab masalah
Materi yang orientasinya pada :
• Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan pendidikan ditujukan untuk memenuhi 3 acuan mutu, yaitu :
o SPM
o SNP
o Di atas SNP
• Standar Pelayanan Minimal berlaku untuk :
o Satuan Pendidikan
o Penyelenggara pendidikan
o Pemkab/Kota
o Pemprov
• Adanya tanggung jawab penjaminan mutu pendidikan pada :
o Mendiknas
o Menag
o Pemprov
o Pemkab/Kota
o Penyelenggara pendidikan
o Satuan pendidikan
adalah adanya inisiatif melaksanakan Pengembangan Kapasitas Internal.
Pengembangan kapasitas internal ini akan dapat berjalan dengan baik apabila Kepala LPMP dan Tim LM mempunyai kepedulian dalam perencanaannya dan pelaksanaannya. Wujud kepedulian yang paling sederhana adalah :
• Kepala LPMP dan Tim LM mendorong adanya rencana kerja Pengembangan Kapasitas Internal.
• Kepala LPMP menyediakan daya dukung yang diperlukan dalam kegiatan pelaksanaan sesuai kemampuan yang ada.
• Kepala LPMP dan Tim LM berusaha selalu menghadiri pertemuan Pengembangan Kapasitas Internal.
Semestinya Pengembangan kapasitas internal dilaksanakan secara mandiri, terprogram, terarah, terkini, berkesinambungan dan menjawab kompetensi yang diperlukan khususnya tentang Penjaminan Mutu Pendidikan.
Pengembangan kapasitas internal yang dilaksanakan secara mandiri harus dilaksanakan dengan :
• Inisiatif lembaga sendiri
• Narasumber atau penanggung jawab pertemuan dari kalangan sendiri.
• Narasumber atau penanggung jawab dapat menyiapkan materi sesuai topik atau pengembangan topiknya berdasarkan hasil diskusi yang berkembang dalam pertemuan.
• Narasumber atau penanggung jawab pertemuan bergantian sesuai dengan topik dan jadwalnya.
Untuk mengubah sikap dan perilaku Dipa minded maka langkah yang dapat dilakukan adalah dibuatnya program seksi yang tidak hanya berorientasi pada program yang tertera dalam DIPA. Jadi program tahunan seksi selain program yang tertuang dalam dalam Dipa, ada juga program kerja sesuai Tupoksi namun yang tidak ada dalam Dipa.
Program ini dilaksanakan disela-sela waktu diantara program yang dianggarkan dalam Dipa. Dengan pola semacam ini maka setiap personel mempunyai kegiatan sehari-hari yang sesuai Tupoksinya baik kegiatan yang ditunjang oleh Dipa maupun kegiatan yang tidak ditunjang oleh Dipa. Kalau pola ini sudah terbentuk akan mempermudah mengadakan kegiatan Pengembangan Kapasitas Internal pada tiap-tiap seksi. Pembiasaan kerja setiap hari karena di polakan dalam program kerja baik yang ditopang dengan DIPA maupun yang tidak akan menggeser DIPA minded ke kegiatan minded.

F. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas kesimpulan yang dapat diambil adalah :
a. Hasil Review Kapasitas yang dilaksanakan oleh Dit. Bindiklat yang melakukan kerjasama dengan AusAID Basic Education Project (AIBEP) pada tahun 2007 LPMP dan sosialisasi hasil (road show) ditindak lanjuti dengan Pengembangan kapasitas LPMP.
b. Menurut Direktur Bindiklat pelaksanaan Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP ini dalam rangka perubahan paradigma berpikir sumber daya manusia di LPMP.
c. Tujuan pengembangan kapasitas LPMP dalam QA/QI adalah :
1) Membangun Kapasitas Kepemimpinan dan Managemen Pimpinan LPMP (Kepala, Ka TU, dan Kasi) dalam pelaksanaan QA/QI.
2) Melatih staf LPMP untuk mampu melatih satf Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (pengawas sekolah) dalam QA/QI pendidikan.
3) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan staff LPMP dalam proses pelaksanaan QA/QI di masing-masing bidang kerja pemetaan, memanage data QA; mendukung program peningkatan mutu pendidikan, dan menyediakan pelatihan dalam jabatan (in-service training) untuk masalah mutu pendidikan yang diprioritaskan.

d. Pengembangan kapasitas LPMP dalam QA/QI guna mengemban peran dan Tanggung Jawab Baru LPMP dalam hal :
1) LPMP memainkan peran sentral dalam pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan komponen SPPMP di tingkat Kab./Kota dan provinsi.
2) LPMP harus membangun jaringan kerjasama yang kuat dengan kab./kota dan provinsi.
3) LPMP membantu kab./kota dalam pelaksanaan SPPMP.
4) Penyusunan strategi pemberian bantuan & fasilitasi.
e. Pengembangan kapasitas dilaksanakan dalam 2 putaran, yang materinya untuk Tim LM terdiri dari 3 Unit yang dijabarkan dalam 11 modul. Sedangkan Tim QA juga terdiri dari 3 Unit yang dijabarkan dalam 11 modul.
f. Pada putaran 3 kegiatan LPMP adalah
• Melaksanakan Pengembangan Kapasitas Internal LM
• Melaksanakan Pengembangan Kapasitas Internal QA
• Membentuk Tim QA
g. Materi untuk pelaksanaan Pengembangan Kapasitas Internal LM & QA adalah modul-modul lokakarya ditambah Konsep EDS & MSPD
h. Masalah pengembangan kapasitas internal ada-lah :
1) Materi-materi modul belum mampu untuk menyongsong peran dan tanggung jawab baru LPMP hal ini dikarenakan belum seiring dengan penjaminan mutu yang dimaksud dalam Permendiknas No 63/2009 tentang SPMP.Materi-materi modul yang baru yang belum ada dalam modul adalah :
 Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan pendidikan ditujukan untuk memenuhi 3 acuan mutu, yaitu : SPM,
SNP dan di atas SNP
 Standar Pelayanan Minimal berlaku untuk : Satuan Pendidikan, Penyelenggara pendidikan, Pemkab/Kota dan Pemprov.
 Adanya tanggung jawab penjaminan mutu pendidikan pada : Mendiknas, Menag, Pemprov, Pemkab/Kota,
Penyelenggara pendidikan dan Satuan pendidikan.
2) Kurangnya daya dukung Kepala LPMP dan Tim LM.
3) Sistem kerja yang dibangun terlalu berorientasi pada Dipa sehingga membentuk sikap dan perilaku Dipa minded . Dipa minded selalu berargumentasi bahwa ketika suatu kegiatan yang tidak ditunjang oleh DIPA, maka kegiatan tersebut tidak bisa jalan.
i. Solusi masalah di atas adalah :
1) Adanya inisiatif melaksanakan Pengembangan Kapasitas Internal yang materinya belum ada dalam modul Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP dan relevan dengan penjaminan mutu penidikan dalam Permendiknas 63/2009 tentang SPMP.
2) Pengembangan kapasitas internal akan dapat berjalan dengan baik apabila Kepala LPMP dan Tim LM mempunyai kepedulian dalam perencanaannya dan pelaksanaannya.
3) Untuk mengubah sikap dan perilaku Dipa minded maka langkah yang dapat dilakukan adalah dibuatnya program seksi yang tidak hanya berorientasi pada program yang tertera dalam DIPA. Jadi program tahunan seksi selain program yang tertuang dalam dalam Dipa, ada juga program kerja sesuai Tupoksi namun yang tidak ada dalam Dipa.
2. Saran
Dari uraian tulisan di atas saran penulis adalah :
a. Pemikiran-pemikiran di atas perlu mendapatkan umpan balik dari pihak LPMP.
b. Dengan lahirnya Permendiknas No : 63/2009 tentang SPMP, pihak LPMP harus berinisiatif mensiasati untuk mempersiapkan implementasi & implementasi penjaminan mutu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang SNP , Jakarta. 2006.

Depdiknas, Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang SPMP , Jakarta. 2009.

Depdiknas, Sistem Penjaminan & Peningkatan Mutu Pendidikan, Jakarta. 2008.

Depdiknas, Permendiknas RI No : 7 Tahun 2007 tentang Organisasi & Tata Kerja LPMP, 2007