Senin, 28 Juni 2010

Widyaswara, Refleksi Hardiknas

Oleh : Eri B Santosa
Setelah berdirinya republik ini, maka tanggal 2 Mei merupakan tanggal yang mempunyai arti, karena setiap tanggal 2 mei negeri ini memperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Selama ini terkesan peringatan hari pendidikan nasional identik dengan sekolah dan guru, padahal ketika berbicara pendidikan, sebenarnya banyak pihak yang terlibat didalamnya. Salah satu diantaranya adalah Widyaswara. Dalam PP 110 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan PNS dinyatakan bahwa Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh Pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Diklat Pemerintah. Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. Diklat PNS dilaksanakan sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik diperlukan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Diklat PNS dilaksanakan dalam rangka untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil melalui Pendidikan dan Pelatihan Jabatan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh.
Dalam PP 110 tahun 2000 Diklat bertujuan:
a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;
b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembedayaan masyarakat;
d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Peringatan Hari Pendidikan Nasional tidak terlepas dengan Bapak Pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara (1889-1959).
Ungkapannya yang masih lestari sampai saat ini adalah Ing ngarso sung tulodo (di depan memberikan teladan), ing madyo mangun karso (di tengah membangun motivasi), tut wuri handayani (di belakang memberikan inspirasi). Ungkapan ini sering dihubungkan dengan fungsi ataupun peran pendidik. Pendidik dalam arti luas didalamnya bukan hanya guru, namun juga dosen dan widyaiswara.
Ungkapan Ki Hajar Dewantara tentang ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani di Pusdiklat Kemdiknas Sawangan merupakan pesan yang memiliki harapan dan makna tersendiri. Kesan ini nampak dari frekwensi jumlah ungkapan itu yang menempel pada dinding. Yang satu di depan Mess Fatahillah yang bertuliskan di tembok dengan huruf yang besar dan sangat mudah terlihat. Yang lain di gedung Budaya yang dituangkan dalam sebuah poster yang menempl di dinding dan bergambarkan Ki Hajar Dewantara ketika masih muda dengan tulisan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. ). Seperti telah dituliskan di atas, bahwa ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani dihubungkan dengan fungsi ataupun peran pendidik. Asumsi ini ada kemungkinan dikarenakan bahwa tut wuri handayani menjadi lambang Kemdiknas dan pencetus ungkapan ini adalah Bapak Pendidikan Indonesia. Namun harapan bahwa sikap widyaiswara yang juga merupakan pendidik untuk dapat bersikap Ing ngarso sung tulodo (di depan memberikan teladan), ing madyo mangun karso (di tengah membangun motivasi), tut wuri handayani (di belakang memberikan inspirasi) adalah suatu kewajaran. Hal ini mengingat bahwa yang mempunyai kewenangan mendidik, mengajar dan melatih guru adalah Widyaiswara.
Seperti telah uraikan di atas bahwa dalam PP 101 tahun 2000 Pendidikan dan Pelatihan PNS tujuan pendidikan dan pelatihan adalah : a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;
b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembedayaan masyarakat;
d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Pertanyaannya adalah, apakah para Widyaiswara selaku PNS sudah memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan Diklat ? Apakah para WI sudah memiliki kesadaran untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas secara profesional ? Apakah para WI sudah mampu berperan sebagai pembaharu dalam lingkungan kerjanya ? Apakah para WI
memiliki semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan ? Apakah para WI sudah memiliki pola pikir dalam melaksanakan tugas demi terwujudnya kepemerintahan yang baik dalam lingkup kerjanya ?
Kenyataan, tidak sedikit Widyaiswara yang baik. Namun tidak sedikit juga suara miring ditujukan bagi para WI. Masih ada ditemui dalam suatu kediklatan penampilannya “Std banget” alias “standar banget”. Hal ini kemungkinan dikarenakan belum dimilikinya kesadaran untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas.
Kenyataan yang lain, ada isu yang menyatakan bahwa ada WI yang sebagai PNS tidak mematuhi jam kantor. Sehingga ada suatu kesan bahwa kedatangannya ke kantor hanya ketika ada kegiatan yang ada dalam Dipa dan namanya tercantum dalam kegiatan tersebut. Ada yang mencari argumentasi pembenaran bahwa ketidak hadirannya ke kantor karena tidak ada pekerjaan. Kalau toh benar ada argumentasi yang semacam itu, pertanyaannya adalah apakah penerimaan gaji dan tunjangan fungsional setiap bulan yang merupakan “hak” itu tidak diimbangi untuk melaksanakan kewajiban untuk datang ke kantor setiap hari sesuai dengan aturan PNS ? Alasan bahwa karena tidak ada pekerjaan menurut hemat penulis adalah alasan yang mengada-ada. Banyak masalah ke-PNS-an di negeri ini yang membutuhkan pemikiran Widyaswara. Alternatif - alternatif pemikiran untuk menjawab masalah ke-PNS-an di negeri ini dapat dituangkan dalam karya-karya tulis ilmiah yang merupakan bagian tugas WI sebagai pejabat fungsional untuk unsur pengembangan profesi.
Dihari Pendidikan Nasional ini bagi Widyaiswara sudah seharusnya dan sepantasnya merefleksikan diri. Peringatan Hari Pendidikan Nasional yang tidak akan terlepas dari sosok “Ki Hajar Dewantara” yang dengan tulus membaktikan hidupnya untuk kemajuan dunia pendidikan. Nilai “tulus membaktikan hidupnya untuk kemajuan dunia pendidikan” itulah yang sudah sewajarnya dan semestinya diwarisi oleh para WI yang mempunyai peran Dikjartih PNS pada umumnya dan guru pada khususnya. Nilai tersebut terpatri dalam rangka menyukseskan tujuan Pendidikan dan Pelatihan PNS yang ke tiga yaitu memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembedayaan masyarakat;
Cara ini guna memikirkan kembali tentang stigma pemikiran Widyaiswara yaitu “Poin & Koin”. Karena setiap bulan WI sudah mendapatkan hak “koin”. Tentunya dalam rangka keseimbangan para WI juga harus melaksanakan kewajiban, minimal masuk kerja pada jam-jam kantor. Kalau hanya mengedepankan “koin” namun jarang masuk kerja pada jam-jam kantor, maka “apa kata dunia ?........”

Selamat menanggapi . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar