Selasa, 29 Juni 2010

Harapan Perubahan Paradigma Ditepi Bibir Kegagalan, Akankah ?

Oleh : Eri B Santosa
LPMP Cluster Development Coordinator Cluster 5 Bali
Managing Contractor Program Management (MCPM)
For The Australia-Indonesia Basic Education Program

Ada suatu pernyataan yang menarik dari Direktur Bindiklat ketika membe-rikan materi pada Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan pada hari Kamis 11 Juni 2009 di Hotel Aston Denpasar.
Dalam paparannya yang menggelitik adalah pelaksanaan Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP ini dalam rangka perubahan paradigma berpikir sumber daya manusia di LPMP.
Apa yang dimaksud perubahan paradigma berpikir ?
Dalam khazanah ilmu social, ada beberapa pengertian paradigma yang dibangun oleh para pemikir sosiologi. Di dalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia kita bisa menemukan dalam kata “paradigm” artinya model pola, contoh.
Dalam buku The Structure of Scientific Revolution (1972), yang ditulis oleh Thomas Kuhn menyatakan bahwa paradigma adalah :
1.Paradigma berarti keseluruhan perangkat—‘konstelasi’— keyakinan, nilai-nilai, teknik-teknik, dan selanjutnya yang dimiliki bersama oleh para anggota suatu masyarakat.
2.Paradigma berarti unsur-unsur tertentu dalam perangkat tersebut, yakni cara-cara pemecahan atas suatu teka-teki, yang digunakan sebagai model atau contoh, yang dapat menggantikan model atau cara yang lain sebagai landasan bagi pemecahan atau teka-teki dalam ilmu pengetahuan normal.”

Menurut Thomas Khun, “paradigma baru” adalah siklus perubahan yang berlangsung dalam aras mode of thought, mode of inquiry and mode to actions (cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak).
Pergeseran paradigma dapat berlangsung secara sukarela, proaktif antisipatif melalui proses pembelajaran terus menerus dan dapat juga berlangsung secara terpaksa.

G. Ritzer yang memberi pengertian paradigma sebagai pandangan fundamental tantang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu.
Paradigma membantu apa yang harus dipelajari, pertanyaan yang harus dijawab, bagaimana semestinya pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh.
Paradigma merupakan kesatuan consensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu dan membedakan antara kelompok ilmuwan. Menggolongkan, mendefinisikan dan yang menghubungkan antara eksemplar, teori, metode serta instrumen yang terdapat didalamnya.
Sedangkan menurut Guba, paradigma dalam ilmu pengetahuan mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah.

Ada juga yang mendefinisikan bahwa pradigma adalah pola pikir dan pandangan seseorang yang terbentuk baik karena Bakat, Pengetahuan maupun karena Lingkungannya (Web HYF)
Karena Paradigma sangat tergantung dari pengalaman, bakat dan pengetahuan seseorang maka kemungkinan bahwa Paradigma seseorang salah atau kurang lengkap adalah sangat besar. Dan akibatnya tindakan seseorang yang didasari atas paradigma yang salah atau tidak lengkap tersebut, juga bisa salah atau kurang lengkap.
Dari batasan di atas, maka paradigma salah satunya sangat tergantung dengan ”pengetahuan”.

Kalau boleh mengatakan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan lahir dari metomorfosa BPG. Berdasarkan SK mendiknas No : 087/O/2003 tentang Organisasi dan Tata kerja Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Pendidikan dan SK mendiknas No : 044/O/2004 tentang Perincian Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Pendidikan. Lembaga dalam proses bebenah, lahirlah PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang didalamnya termuat tentang peran LPMP. Mengakomodir hal tersebut, lahirlah Permendiknas No 07 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan dan SK mendiknas No : 049 tahun 2008 tentang Perincian Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan .
Untuk melihat kesiapan LPMP dalam melaksanakan tupoksi baru, Dit. Bindiklat melakukan kerjasama dengan AusAID Basic Education Project (AIBEP) pada tahun 2007 melaksanakan Review Kapasitas LPMP dan sosialisasi hasil (road show).
Hasil dari review kapasitas untuk LPMP beberapa diantaranya adalah :
•LPMP belum merencanakan secara luas tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang baru dan mereka masih menunggu penjelasan yang lebih detail dari Depdiknas mengenai model penjaminan mutu pendidikan;
•Tingkat pemahaman terhadap tupoksi baru di sebagian besar LPMP perlu ditingkatan serta persiapan staf perlu dilakukan di beberapa LPMP;
•Terdapat perbedaan yang berarti dan bervariasi antar LPMP dalam hal kesiapannya untuk menjalankan tupoksi baru;
•Pengembangan kapasitas staf sebaiknya difokuskan pada bidang:
oKonsep Quality Assurance
oMetodologi Quality Assurance
oMonitoring dan Evaluasi Pendidikan
oManajemen dan pengembangan program
oProgram pengembangan kerja sama

Tupoksi merupakan kependekan dari tugas pokok dan fungsi. Arti tugas pokok dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 1215) adalah sasaran utama yang dibebankan kepada organisasi untuk dicapai, sedangkan fungsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 322) artinya adalah pekerjaan yang dilakukan. Dari arti di atas dapat diambil sebuah konsep bahwa tugas pokok dan fungsi (tupoksi) adalah sasaran utama atau pekerjaan yang dibebankan kepada organisasi untuk dicapai dan dilakukan. Dengan demikian, aparatur yang berwawasan tupoksi seyogyanya adalah pegawai negeri sipil yang melaksanakan pekerjaan yang dibebankan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Dalam kaitan ini, seorang aparatur harus benar-benar melaksanakan tugas pokok yang diamanahkan dengan konsep yang terarah serta kosentrasi yang tinggi.
Perubahan Tupoksi dari lembaga yang berorientasi kediklatan ke arah lembaga yang berorientasi pada penjaminan mutu menuntut pergeseran paradigma semua aparatur yang ada di LPMP.
Mengutip pendapat Werther dan Davis (1996) bahwa manajemen sumber daya manusia adalah usaha untuk meningkatkan produktifitas manusia di dalam suatu organisasi agar memberikan kontribusi secara etis dan sosial. Sedangkan Hadari Nawawi (1997) mengungkapkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusia, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi. Dari dua definisi di atas, jelas aparatur merupakan bagian dari pelaksana untuk melakukan tugas-tugas organisasi.

Setiap aparatur kemampuan skill dan manajerial mesti selalu dikembangkan. Pengembangan skil dan manajerial tersebut sering diistilahkan dengan pengembangan manajemen sumber daya manusia (MSDM). Jadi sangatlah tepat kalau langkah yang dibuat adalah Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan.

Pengembangan kapasitas LPMP meliputi :
-Pengembangan sumberdaya manusia – pengetahuan, keterampilan, pemahaman, akses informasi, pelatihan/training
-Pengembangan organisasi – struktur, proces, prosedur, hubungan
-Pengembangan kelembagaan – visi, misi, tujuan, kebijakan, regulasi, rencana.
Pengembangan kapasitas ini dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan bekerjasama dengan MCPM-AusAID menyelenggarakan Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan di lima klaster dan diselenggarakan di kota dimana Ketua Klaster berada, yaitu Klaster 1 di Jakarta (LPMP DKI), Klaster 2 di Bandung (LPMP Jabar), Klaster 3 di Semarang (LPMP Jateng), Klaster 5 di Denpasar (LPMP Bali), dan Klaster 4 di Makasar (LPMP Sulsel). Peserta dari kegiatan ini adalah 10 orang, yaitu Kelas LM yang terdiri dari para kepala (5 orang) & Kelas QA yang terdiri dari 5 orang staf & WI.

Kegiatan dilaksanakan dalam 2 putaran, yaitu untuk putaran 1 antara bulan maret – april 2009. Dan putaran 2 dilaksanakan antara bulan Mei & Juni 2009. Setiap putaran diakhiri dengan Tugas Pengembangan yang dijabarkan dalam Rencana Aksi Putaran 1 & Rencana aksi Putaran 2. Rencana aksi putaran 1 untuk Tim LM mendapatkan 3 tugas pengembangan, Tim QA mendapatkan 5 tugas pengembangan yang diselesaikan selama 7 – 8 minggu.
Strategi penyelesaian tugas kesannya dilaksanakan secara variatif. Ada yang tugas tersebut dibagi-bagi pada tiap-tiap personel yang berangkat pada waktu pelaksanaan lokakarya. Ada yang tugasnya dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan untuk membahasnya. Ada juga yang wayangan, artinya dikebut dalam beberapa hari menjelang pelaksanaan Putaran 2.

Ada suatu data yang menarik, bahwa ada beberapa lembaga yang tidak kontinu melaksanakan pertemuan karena keterbatasan waktu. Hal ini cukup dapat dimaklumi, karena beban pekerjaan LPMP yang cukup tinggi.
Kejadian ini cukup menggelitik, karena dengan keterbatasan waktu yang disebabkan beban kerja saja mengakibatkan daya serap kegiatan belum menggembirakan, apalagi kalau waktu masih tersita untuk membahas bersama untuk materi Pengembangan kapasitas. Bagaimana ini ? Bagaimana pak Mardin (CC Klaster 4) ? Dalam pernyataannya yang baru lalu, saya yakin pak Mardin tidak setuju dengan hal ini, menurut beliau, semuanya “tinggal manajemen waktu”. Betul pak Mardin ? Atau salah ?

Pesan dari Direktur Bindiklat yang menyatakan bahwa pelaksanaan Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan ini dalam rangka perubahan paradigma berpikir sumber daya manusia di LPMP harus kita renungkan bersama. Untuk itu harus ada kesadaran bahwa Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan ini bukan hanya menjadi milik para peserta yang mengikutinya. Hal ini akan lebih baik kalau secara berproses dalam pengerjaan tugas. Memang berat . . . , siapapun akan cenderung mengatakan berat. Apalagi ditengah realita dibeberapa LPMP menunjukkan bahwa daya serap kegiatan dibandingkan dengan perjalanan waktu, prosentasenya belum menggembirakan. Namun, ternyata ada LPMP-LPMP yang mampu melakukan itu. Ini bukan untuk membandingkan, ini bukan untuk mengecilkan sebuah arti, dan ini bukan untuk menggurui. Sekali lagi bukan. Tetapi hal itu adalah suatu fenomena yang terjadi.

Kalau boleh memaknai lebih jauh, Tugas Pengembangan secara filosofis dapat dimaknai bukan hanya terselesaikannya tugas (walaupun ini uga penting), namun Tugas Pengembangan dapat juga dimaknai dalam penyelesaian tugas akan melibatkan orang yang lebih banyak lagi. Walaupun mungkin ada yang berpendapat bahwa bukankah nanti juga akan dilaksanakan IHT ? Bukankah kalau prosesnya melibatkan orang yang lebih banyak, ditambah lagi dengan diselenggarakan IHT, secara jumlah akan lebih banyak ? Sehingga secara kuantitatif akan lebih baik. Dan muaranya keterpahaman aparatut terhadap “pengetahuan” dari materi Lokakarya Pengembangan Kapasitas LPMP dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan akan lebih banyak & lebih baik. Dan kolektifitas ini akan mampu merubah paradigma berpikir seperti apa yang diharapkan dari Direktur Bindiklat. Akan merubah pola pikir aparatur LPMP terhadap Tupoksi yang baru.

Merujuk pernyataan David Osborne & Ted Geabler bahwa pemerintah perlu melakukan perubahan, salah satunya bahwa sistem-sistem dalam pemerintahan tidak cukup efektif membentuk kompetensi & kualitas SDM yang handal, sebaliknya sistem dalam pemerintahan telah membentuk para birokrat kurang responsif, lamban, berorientasi pada status quo, korup dan sebagainya sehingga sistem-sistem yang ada dalam pemerintahan harus berubah.
Prof Dr Maswardi Rauf salah satu kendala untuk mewujudkan Good Governence (Kepemerintahan yang baik) adalah jabatan-jabatan strategis masih dijabat oleh orang-orang status quo.
Saya yakin seyakin-yakinnya, apa yang dinyatakan oleh David Osborne & Ted Geabler serta Prof Dr Maswardi Rauf tidak berlaku bagi para kepala LPMP di Indonesia. Dan saya yakin seyakin-yakinnya para kepala LPMP akan menggerakkan pertemuan-pertemuan dalam bentuk pengerjaan tugas pengembangan secara kelompok maupun mengadakan deseminasi-deseminasi. Semuanya terletak pada organ tubuh yang namanya bibir.

Keyakinan saya yang seyakin-yakinnya diatas, waktu yang akan membuktikan. Kalau keyakinan saya itu terjadi, saya yakin apa yang dinyatakan Direktur Bindiklat atau yang menjadi harapan dari pelaksanaan kegiatan ini bahwa terjadi perubahan paradigma. Tetapi kalau kepedulian tidak ada, menganggap bahwa hal ini bukan kepentingan LPMP, menganggap bahwa saya lebih segalanya dari pada lu. Terserah lu . . . . dan yang disenandungkan adalah lagunya Maia Estianti, Emang Gue Pikirin. Mungkin saya salah, tetapi keyakinan saya adalah perubahan Paradigma berpikir karena perubahan Tupoksi akan sulit diwujudkan dan Harapan Perubahan Paradigma Ditepi Bibir Kegagalan. Akankah ?
Selamat menjawab & menanggapi . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar