Rabu, 07 Desember 2011

Renungan TOT EDS . . .

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , merenung mempunyai arti diam memikirkan sesuatu. Menurut pendapat saya merenung itu perlu dan penting, karena merenung sendiri mem-punyai pengertian merefleksikan apa yang telah terjadi pada diri kita, kemudian dalam diri kita timbul pertanyaan" Mengapa ya ? Kok bisa ya? Bagaimana selanjutnya ya? dll.
Ada suatu momen yang menarik ketika pelaksanaan TOT EDS Klaster 5 baru-baru ini di Makasar. Setidak-tidaknya ada 2 pernyataan yang sebenarnya harus kita renungkan bersama.
Yang pertama dari Kapus PMP. Pesan yang saya tangkap dari beliau adalah : berdirinya badan mempunyai nuansa politis, untuk itu harus dapat menunjukkan kinerja yang baik, kalau tidak maka kemungkinan akan bubar .
Yang kedua dari pak Gito (Kasi PMS LPMP Jatim). Dalam sesi tanya jawab, kira-kira mas Gito bertanya sebagai berikut : Apakah bapak yakin kegiatan pendampingan EDS selama 5 hari akan berhasil ?
Saat istirahat saya mendekati pak Gito untuk sekedar berdiskusi terkait dengan pertanyaannya. Saat asyik bercengkerama, pak Rizki datang yang membuat suasana semakin asyik. Tidak terlalu lama pak Mardjuki mendekat. Pak Mardjuki adalah trainer nasional yang juga sebagai praktisi dan juga yang paling “top” ketika menjelaskan tentang EDS & MSPD. Pak Mardjuki kita todong pertanyaan, sanggup tidak mengadakan pendampingan selama 5 hari ? Apa jawaban ? Didepan pak Gito, Pak Rizki dan saya, pak Mardjuki menjawab tidak sanggup.
Badan Pengembangan SDMP & PMP terbentuk berdasarkan Perpres No : 67 tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta susunan organisasi tugas dan fungsi kementerian negara tertanggal 2 Desember 2010. Dalam pasal 436 terurai susunan organisasi eselon 1 yang salah satunya adalah badan baru yang bernama Badan Pengembangan SDMP & PMP. Pembentukan badan ini sebagai jawaban atas gonjang-ganjing yang kesannya bernuansa politis setelah lahirnya Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta susunan organisasi tugas dan fungsi kementerian negara tertanggal 14 April 2010. Perpres ini membawa konsekwensi bubarnya Ditjen PMPTK dan pecahnya Ditjen Mandikdasmen menjadi 2, yaitu Ditjen Dikdas dan Ditjen Dikmen. Namun justru Perpres No : 67 tahun 2010 lebih mengembangkan organisasi dengan adanya Badan PSDMP & PMP.
Apa makna bagi LPMP dengan adanya Badan PSDMP & PMP ? Kalau boleh berpendapat, berdirinya Badan PSDMP & PMP justru semakin mendudukkan eksistensi LPMP semakin jelas. Dimasa lalu LPMP dibawah Direktorat Bindiklat. Bindiklat lebih berorientasi ke kediklatan. LPMP menurut permendiknas 07 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja LPMP berorientasi pada penjaminan mutu yang menempatkan Diklat (fungsi fasilitasi) hanya menjadi bagian dari tugas dan fungsinya. Sehingga rasa-rasanya tidak “pas” kalau LPMP di bawah Bindiklat. Menurut PerPres Nomor 24 tahun 2010 ada rencana LPMP di bawah Ditjen Dikdas. Rasa-rasanya tidak “pas” juga kalau LPMP di bawah Ditjen Dikdas.
Siapapun pasti akan manggut-manggut pertanda setuju kalau LPMP di bawah Badan PSDMP & Penjaminan Mutu Pendidikan.
Pertanyaannya, bagaimana dengan pernyataan Ka Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan yang mengatakan bahwa berdirinya badan mempunyai nuansa politis, untuk itu harus dapat menunjukkan kinerja yang baik, kalau tidak maka kemungkinan akan bubar. Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah : Apa yang harus dilakukan LPMP ?
Perjalanan panjang terkait dengan penjaminan mutu pendidikan yang dikomandani oleh bu Renny berproses dan bermuara pada lahirnya Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang SPMP. Ujian 1 terkait dengan Penjaminan Mutu tertuang dalam Inpres 01 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Dalam inpres tersebut “pendidikan” merupakan prioritas ke dua yang terjabar dalam 4 program dan salah satu diantaranya adalah program Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan.
Salah satu tindakan dari program Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan adalah Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan dengan target volume 10.000 sekolah.
Bagaimana hasilnya ? Siapapun dapat menyimpulkan berdasarkan suatu analisa dari suatu data yang menunjukkan bahwa target volume 10.000 sekolah tahun 2010 diulang kembali pada tahun 2011. Entah itu menggunakan bahasa bersayap, kiasan atau apapun yang jelas bahwa target volume 10.000 sekolah tahun 2010 diulang kembali pada tahun 2011 dengan satuan pendidikan yang sama.
Bagaimana dengan peluang keberhasilan tahun 2011 ? Yang perlu kita renungkan adalah ketika orang sekaliber “Mardjuki” saja menjawab tidak sanggup untuk melaksanakan selama 5 hari, bagaimana dengan yang lain ? Misalnya saya yang sekaliber abal-abal. Atau yang lain yang kemungkinan ada yang kalibernya lebih abal-abal lagi.
Dari tahun ke tahun kita diperkenalkan oleh ICB. Selama ini laporan tentang ICB terkesan baik-baik saja, berjalan lancar, semua sudah menyadari akan pentingnya ICB. Masih sulit diduga apakah laporan itu hanya sekedar laporan atau hanya sekedar laporan abal-abal.
Kalau boleh berpendapat, konsep pak John tentang ICB yang benar-benar ICB akan mampu menjawab Bagaimana dengan peluang keberhasilan tahun 2011 ?
Sungguh ironis. Ada suatu kenyataan yang menunjukkan fenomena lain. Ada salah satu LPMP yang SMS pada saya bahwa IHT tidak jadi dilaksanakan karena menunggu undangan Diklat EDS bulan April 2011 di Jakarta. Ada salah satu LPMP yang seusai TOT EDS di awal tahun 2011 ini kembali nyaris tidak mengadakan aksi apa-apa. Tidak ada upaya untuk mengadakan deseminasi pada jam-jam kantor. Ironisnya justru pada jam-jam kantor sebelum DIPA turun kantor terasa sepi laksana kantor di Jepang yang kena tsunami. Ada kemungkinan tidak semua LPMP seperti itu. Namun renungan diri membawa pada suatu pertanyaan, apanya yang salah ? Apakah laporan abal-abal yang salah ? Namun, kalau boleh berpendapat sebenarnya sebaiknya diakhir TOT EDS & MSPD di awal tahun ini untuk semua klaster diakhiri dengan penyusunan rencana aksi deseminasi EDS & MSPD. Dari skala waktu untuk membahas hal itu masih sangat-sangat memungkinkan dilaksanakan di hari ke lima. Dari skala kesibukan personel LPMP untuk melaksanakan deseminasi, masih sangat-sangat memungkinkan dilaksanakan karena diawal tahun 2011 ini sebagian besar LPMP belum mempunyai kegiatan yang padat. Dari skala kemungkinan untuk terlaksana, masih sangat-sangat memungkinkan karena rencana aksi deseminasi EDS & MSPD merupakan rangkaian kelanjutan yang tidak terpisahkan dengan TOT EDS & MSPD. Namun nasi sudah menjadi bubur. TOT EDS & MSPD diawal tahun 2011 sudah usai dengan masih menyisakan kekhawatiran pak Gito tentang kesuksesan di tahun 2011.
Apa yang harus dilakukan oleh LPMP ? Bahasa klasiknya dapat dipastikan bahwa jawabannya adalah ICB.
Namun dibalik itu yang penting adalah membangun semangat korps atau membangun Jiwa Korsa LPMP yang merupakan bagian dari Badan PSDMP & PMP. Kalau boleh merujuk Rapl Linton dalam bukunya The Study of Man mengatakan bahwa jiwa korsa adalah semangat keakraban dalam korps atau Crops Geest. Jiwa korsa adalah kesadaran korps, perasaan kesatuan, perasaan ke-kitaan, suatu kecintaan terhadap organisasi. Sedangkan Staplekamps Jr. Le Luit der Aat dalam tulisannya yang berjudul Corps Geest (De Militaire Spectator; 1952) mengemukakan bahwa pengertian jiwa korsa terdiri dari faktor-faktor: (1) Rasa hormat, (2) Kesetiaan, (3) Kesadaran, (4) Tidak mementingkan diri sendiri.
Untuk membangun jiwa korsa tersebut perlu dilaksanakan awareness yang merujuk pada pernyataan Kepala Pusat yang menyatakan bahwa berdirinya badan mempunyai nuansa politis, untuk itu harus dapat menunjukkan kinerja yang baik, kalau tidak maka kemungkinan akan bubar . Berdirinya badan memberikan rahmad bagi LPMP. Eksistensi LPMP semakin nyata.
Ukuran kinerja badan salah satu ukurannya adalah implementasi penjaminan mutu pendidikan yang menggunakan instrumen EDS. Garda terdepan untuk kegiatan ini adalah insan-insan LPMP. Untuk itu tidak terlalu berlebihan selaku rekan sekerja saya berharap setelah membaca renungan ini bagi LPMP-LPMP yang belum melaksanakan ICB atau deseminasi EDS & MSPD sesegera mungkin untuk melaksanakan sehingga akan mengubah dari trainer kelas abal-abal menjadi trainer yang tidak jauh dengan kelas “Mardjuki”.
Apapun alasannya. Dalil apapun yang digunakan. Saya dapat memastikan bahwa bekal 4,5 hari di TOT belum mendapatkan apa-apa. Baru sebatas simulasi dan belum menyentuh seluruh indikator. Apalagi sebagian target volume 10.000 sekolah tahun 2010 yang diulang kembali pada tahun 2011 sebagian besar adalah jenjang SMA dan SMK.

Dengan diskusi melalui wahana deseminasi pada jam-jam kantor disaat-saat yang sebagian insan menganggur ini akan mampu meningkatkan trainer kelas abal-abal menjadi trainer yang tidak jauh dengan kelas “Mardjuki”.
Kuncinya hanya satu yaitu kesungguhan. Kesungguhan untuk mempertaruhkan harga diri lembaga dan badan. Kesungguhan untuk bekerja lebih baik. Kesungguhan untuk membangun negeri dengan peran kita masing-masing.
Modal yang lain yang tidak kalah penting yang perlu kita pertimbangkan adalah bukan hanya bekerja dengan mengedepankan rasionalitas namun perlu juga bekerja dengan suara hati dan nurani. Karena kalau hanya mengedepankan rasionalitas ada peluang untuk terjebak pada kalkulasi untung dan rugi. Dengan sentuhan suara hati dan nurani akan memi-cu idealisme kita, akan lebih menumbuhkan rasa cinta kita terhadap tanah air. Yang semua akan menyadarkan kita dengan talenta yang kita miliki untuk menjadi bagian dari insan-insan yang rela dan sungguh-sungguh untuk mengangkat harkat dan martabat lembaga, badan dan Indonesia.
Mari . . . . kita buktikan . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar