Rabu, 07 Desember 2011

EDS, “Geleng Kepala”

Mas Erry yang baik hati...
Tentang kekhawatiran Pak Gito dan Jawaban Pak Marjuki ..itu benar adanya. Tapi interpretasinya harus tetap OPTIMIS. Sebab, dalam teori pengubahan perilaku apalagi sekompleks dan sedahsyat EDS tidak bisa dilakukan secara instant dalam 5 hari. jadi Pak Gito n Pak Marjuki benar, pengubahan perilaku butuh pemahaman ttg urgensi perubahahn, bagaimana berubah, dan pemeliharaan perilaku baru..tentu saja tidak cukup 5 hari. Artinya yang 5 hari itu hanya sebagai pemicu atau pemantik! Selanjutnya silakan diteruskan di masing-masing sekolah! Tugas kita adalah bagaimana mendorong institusi sekolah menjadi lembaga pembelajaran (Learning Organization!) lagi-lagi butuh komitmen LM.
. . . . itulah penggalan emailnya sobat Nugroho kemarin untuk menanggapi tulisan saya yang berjudul : Renungan TOT EDS.
Kemungkinan tanggapan itu terkait dengan tulisan saya sebagai berikut :
Saat istirahat saya mendekati pak Gito untuk sekedar berdiskusi terkait dengan pertanyaannya. Saat asyik bercengkerama, pak Rizki datang yang membuat suasana semakin asyik. Tidak terlalu lama pak Mardjuki mendekat. Pak Mardjuki adalah trainer nasional yang juga sebagai praktisi dan juga yang paling “top” ketika menjelaskan tentang EDS & MSPD. Pak Mardjuki kita todong pertanyaan, sanggup tidak mengadakan pendampingan selama 5 hari ? Apa jawaban ? Didepan pak Gito, Pak Rizki dan saya, pak Mardjuki menjawab tidak sanggup.
Mendengar Mardjuki menjawab tidak sanggup saya hanya bisa geleng kepala. Memang selama ini terkait dengan EDS membuat saya sering geleng-geleng kepala. Geleng kepala dapat diartikan sebagai tidak tahu, dapat juga karena kagum, dan dapat juga karena terheran-heran. Terkait dengan reaksi Mardjuki yang menjawab tidak sanggup , saya hanya bisa geleng kepala ketika ditanya mengapa saya geleng kepala ketika Mardjuki menjawab tidak sanggup. Kesimpulan saya memang EDS menambah kompetensi saya dalam hal geleng-geleng kepala.
pendampingan untuk 10.000 satuan pendidikan antara tahun tahun 2010 berbeda dengan pada tahun 2011. Pada tahun 2010 Berdasarkan buku DESIGN IMPLEMENTASI PROGRAM EDS/MSPD DI LPMP halaman 2 tertulis bahwa implementasinya dalam bentuk kegiatan 4x pendampingan ke sekolah dan 4x rapat koordinasi pengawas yang melaksanakan MSPD ke LPMP selama tahun anggaran 2010. Pada waktu itu rasio antara pengawas dan sekolah = 1 : 10. Sekolah yang dijadikan obyek pelaksana EDS semestinya adalah sekolah yang kepala sekolahnya diberikan penguatan kompetensi kepala sekolah yang diselenggarakan P4TK Kejuruan, yang secara nasional jumlahnya 10.000 satuan pendidikan. Begitu juga untuk pengawasnya yang secara nasional berjumlah 1.000 pengawas. Jadi tahun lalu seorang kepala sekolah mengikuti kegiatan In1 – On – In2 yang diselenggarakan oleh P4TK Kejuruan dilanjutkan kegiatan pembinaan yang dilakukan pengawas selama 4 x atau 4 bulan. Pengawas dan kepala sekolah sebagai peserta Diklat mendapatkan finansial sebanyak dua kali. Untuk kegiatan pendampingan diberikan finansial sebanyak Rp 500,000 selama selama 4 x atau 4 bulan.
Berdasarkan DIPA LPMP tahun 2011, Pembinaan & Pendampingan EDS & MSPD pada setiap satuan pendidikan dilaksanakan selama 5 hari oleh 1 orang pengawas dan 1 personel dari LPMP. Hasil yang diharapkan adalah secara formal adanya Tim Pengembang Sekolah (TPS), sekolah dapat mengisi instrumen evaluasi diri sekolah versi 2011, sekolah dapat menyusun laporan EDS, RPS dan laporan MSPD. Dengan waktu 5 hari dan dengan capaian hasil yang seperti inilah sosok yang bernama “Mardjuki” yang merupakan fasilitator paling “top” didepan pak Gito, Pak Rizki dan saya, mengatakan tidak sanggup.
Sebagai praktisi penjaminan mutu yang definisi operasionalnya adalah data-analisa-rekomendasi dan laporan maka dalam memberikan rekomendasi datanya haruslah komplit. Mari kita collecting data.
Tahun 2011 yang di “Capacity Building” di LPMP hanya petugas pendamping, yaitu pengawas dan personel LPMP. Untuk sekolah tidak di “Capacity Building” di LPMP. Sekolah hanya mendapatkan hak Rp 65.000 untuk konsumsi 5 orang/hari selama 5 hari. CB terkait dengan perubahan instrumen EDS dan Pedoman EDS serta karakter bangsa diberikan disekolah menggunakan waktu selama 5 hari.
Lima orang ini untuk anggota TPS yang secara teoritis terdiri dari Pengawas, Kepala Sekolah, guru dan masyarakat. Pertanyaannya adalah tidak membebani sekolahkah apabila sekolah mendatangkan masyarakat dan pengawas selama 5 hari diluar kalkulasi konsumsi yang sebesar Rp 65.000,- ? Mungkinkah selama 5 hari sekolah akan duduk melayani dengan baik guna menghasilkan laporan EDS, RPS beserta bukti fisiknya ? Untuk pengawas sekolah pelaksanaan tahun 2010 mendapatkan finansial sebanyak 4 x Rp 5.00.0000 untuk 10 sekolah. Untuk tahun ini pengawas mendapatkan Rp 50.000 x 5 hari untuk 1 sekolah.
Sekolah yang dijadikan obyek pelaksana EDS semestinya adalah sekolah yang kepala sekolahnya diberikan penguatan kompetensi kepala sekolah yang diselenggarakan P4TK Kejuruan, yang secara nasional jumlahnya 10.000 satuan pendidikan. Tahun lalu dengan proses tertentu (yang penulis tidak ketahui) penentuan kepala sekolah dan penentuan pengawas dilakukan oleh P4TK kejuruan dengan berpendekatan ratio 1 pengawas untuk 10 sekolah. Fakta yang terjadi di lapangan adalah penentuan pengawas sekolah ini tidak berdasarkan pertimbangan pengawas pembina pada satuan pendidikan tersebut. Justru ada fakta yang menunjukkan untuk seorang pengawas SD tertentu membina SMA. Pertanyaannya, dengan tidak adanya finansial tertentu bagi sekolah dan yang melaksanakan bukan pengawas pembinanya, apakah ini bukan merupakan potensi kegagalan ? Jawaban saya hanya geleng kepala.
Dalam diskusi dengan pak Gito tersebut, saya bertanya langkah apa yang akan dilakukan pak Gito sebagai komandan lapangan ? Sebelum menulis lebih jauh. Ijinkan saya menceritakan sedikit sosok pak Gito. Pak Gito adalah Kasi PMS LPMP Jatim. Badannya tinggi besar. Tidak begitu suka menonjolkan diri. Santun dalam berbicara. Disiplin waktu. Dalam mengikuti TOT sangat serius. Rajin jalan pagi. Dan yang paling penting adalah mempunyai kepekaan dalam menjalankan tugas. Tanpa mendahului kehendak Tuhan, sebagai CC saya berani mengatakan bahwa sosok pak Gito kedepan sangat cocok untuk mendapatkan amanah sebagai kepala LPMP. Pak Gito adalah sedikit insan LPMP yang memiliki sense of quality sangat tinggi.

Kembali kepada tulisan diatas, dalam diskusi dengan pak Gito tersebut, saya bertanya langkah apa yang akan dilakukan pak Gito sebagai komandan lapangan ?
Jawaban pak Gito adalah dengan melaksanakan pola In – On – In dengan cara mengumpulkan beberapa sekolah. Dari jawaban itu menunjukkan bahwa Pak Gito adalah sedikit insan LPMP yang memiliki sense of quality sangat tinggi. Pak Gito bermanuver dan berimprovisasi dari pakem yang ada dalam DIPA. Tujuannya adalah, bagaimana dengan uang yang ada hasilnya dapat lebih baik, lebih optimal dan lebih berkualitas. Tahun 2010 yang lalu pak Gito juga bermanuver terkait dengan pelaksanaan Inpres 01/2010 dengan dibantu beberapa orang yang salah satunya adalah pak Kistono (CC Cluster 2).
Kalau boleh berpendapat sikap semacam ini belum banyak dimilki oleh pejabat-pejabat di LPMP.
Masih ada pejabat di LPMP yang orientasinya pada pemikiran yang penting kegiatan berjalan, yang penting dapat bagian, yang penting ada laporan dan yang penting kalau ada pemeriksaan aman.
Bermanuver, improvisasi dan berinovasi pada suatu kegiatan membutuhkan keberanian, membutuhkan sense of quality yang tinggi, membutuhkan ketekunan yang tinggi, dan membutuhkan pengorbanan yang tidak kecil. Di dalam benak saya Pak Gito adalah sedikit insan LPMP yang memiliki seperti yang telah saya uraikan di atas.
Saya ingin mengawinkan pemikiran pak Gito dengan pemikiran saya. Dalam alur pemikiran saya bahwa untuk lebih meningkatkan pelaksanaan penjaminan mutu yang pelaksanaannya dengan menggunakan instrumen EDS menggunakan pola Temu teknis 1 – Tugas mandiri 1 – (hasil 1) – Temu Teknis 2 & Periksa Hasil 1- (Hasil 2) - Temu Teknis 3 & Periksa Hasil 2- (Hasil 3) - Temu Teknis 4 & Periksa Hasil 3 - (Hasil 4) - Temu Teknis 5 & Periksa Hasil 4 - (Hasil 6). Temu teknis dilaksanakan disalah satu sekolah dalam gugus tertentu. Dilanjutkan tugas mandiri. Tugas mandiri pelaksanaannya dalam bentuk mengumpulkan bukti fisik, pengisian instrumen EDS dalam kolom bukti fisik, ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik, dan rekomendasi serta menentukan tahapan pengembangan. Temu teknis berikutnya untuk menjelaskan standar-standar yang lain serta melaksanakan simulasi serta memeriksa hasil tugas mandiri sebelumnya untuk selanjutnya apabila ada yang salah maka dikembalikan pada pihak sekolah untuk diperbaiki namun apabila sudah benar maka disimpan disekolah atau dicopy oleh pengawas untuk membuat draft laporan MSPD. Pertemuan temu teknis berapa kali tergantung jumlah sekolah dalam satu gugus tersebut. Pola ini memang diperlukan kerja ekstra untuk memformat jumlah kali temu teknis dan jumlah sekolah dalam gugus yang dikelompokkan.
Namun dengan pola ini maka capaian laporan EDS, RKS dan MSPD memungkinkan untuk diselesaikan. Selain itu dengan langkah pemeriksaan untuk perbaikan seusai tugas mandiri merupakan langkah pengendalian mutu sehingga hasil EDS lebih berkualitas.
Apakah bapak & ibu setuju dengan alur pikir di atas ?
Bapak & ibu boleh manggut-manggut, namun juga boleh geleng-geleng kepala.

Selamat menggelengkan kepala

Tidak ada komentar:

Posting Komentar