Rabu, 02 November 2011

Dewan Pendidikan Nasional, Memperburuk Pencitraan Publik ?

Dewan Pendidikan Nasional, Memperburuk Pencitraan Publik ?
Oleh : Eri B Santosa
Sekretaris Dewan Pendidikan Provinsi Sultra

Pada tahun anggaran 2011 salah satu Kegiatan Kemdiknas terkait dengan Dewan Pendidikan adalah Workshop Dewan Pendidikan. Acara Workshop Dewan Pendidikan ini dilaksanakan dalam empat region, yaitu: (1) Region Bali, dilaksanakan di Hotel Sanur Paradise Plaza, pada tanggal 22 – 25 Mei 2011, (2) Region Medan, dilaksanakan di Hotel JW. Mariot, pada tanggal 14 0 17 Juni 2011, (3) Region Makassar, dilaksanakan di Hotel Clarion & Convetion, pada tanggal 20 – 23 Juni 2011. Dalam acara Workshop Dewan Pendidikan tersebut, seluruh direktorat di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah telah dilibatkan untuk menyampaikan informasi tentang arah dan kebijakan pendidikan, serta program dan kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2011. Selain itu, Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan Nasional, juga dilibatkan secara aktif untuk melaksanakan sosialisasi PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan disempurnakan dengan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan kepada ketua atau pengurus Dewan Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yang jumlahnya mendekati angka 500 lembaga.
Dalam workshop tersebut juga diadakan sesi diskusi tentang berbagai masalah pendidikan, termasuk masalah Dewan Pendidikan, yang saat ini belum dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal, karena salah satu penyebabnya adalah belum memperoleh dukungan dari pihak birokrasi di daerahnya masing-masing.
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dibentuk sebagai jawaban untuk lebih meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat seiring dengan terjadinya perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Tuntutan tersebut tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2002 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 – 2004. UU Nomor 20 Tahun 2000 tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Butir-butir ketentuan yang penting di dalam Kepmendiknas tersebut akhirnya juga diakomodasi dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Seiring dengan penertapan era otonomi, dalam dunia persekokolahan lahirlah paradigma MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang beranggapan bahwa peningkatan mutu dan relevansi pendidikan hanya dapat dicapai dengan demokratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan dimana masyarakat sebagai stake holder berperan penuh yang terwakili dalam bentuk lembaga yang bernama DP (Dewan Pendidikan) dan KS (Komite Sekolah).
Terkait dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2004 – 2009 menyebutkan tentang tonggak-tonggak kunci (key development milestones) keberhasilan pembangunan pendidikan dasar dan menengah, khususnya pada pilar peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik disebutkan bahwa: (1) 50% Dewan Pendidikan telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) Komite Sekolah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, dan (3) Dewan Pendidikan Nasional telah terbentuk pada tahun 2009. Pertanyaannya, apakah sampai saat Dewan Pendidikan Nasional telah terbentuk ?
Seperti telah diuraikan di atas Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai jawaban dari realitas perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 terdiri dari 4 pasal dan dua (2) lampiran. Lampiran 1 tentang Acuan Pembentukan DewanPendidikan dan Lampiran 2 tentang Acuan Pembentukan Komite Sekolah.
Dalam Pasal 1 Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 dinyatakan bahwa (1) Pada setiap kabupaten/kota dibentuk Dewan Pendidikan atas prakarsa masyarakat dan/atau pemerintah kabupaten/kota. (2) Pada setiap satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan dibentuk Komite Sekolah atas prakarsa masyarakat, satuan pendidikan dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
Dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat menggunakan Acuan Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan II Keputusan ini.
Dalam Lampiran 1 Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Acuan Pembentukan DewanPendidikan pada bab Kedudukan & Sifat dinyatakan bahwa Dewan Pendidikan berkedudukan di kabupaten/kota; Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menjadi rujukan pembentukan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah, bukan untuk rujukan pembentukan Dewan Pendidikan Nasional.
Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2003 perihal peran serta masyarakat dinyatakan melalui bab XV Peran serta masyarakat dalam pendidikan. Dalam pasal 54 dinyatakan bahwa (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Lebih lanjut dinyatakan dalam Pasal 56 ayat (1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. (3) Komite sekolah/ madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidik-an. (4) Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Namun sampai implementasi Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2004 – 2009 Peraturan Pemerintah terkait dengan pembentukan Dewan Pendidikan nasional belum juga ada. Dari uraian di atas setidak-tidaknya argumen pembenar tidak tercapainya target dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2004 – 2009 yang tersurat dalam tonggak-tonggak kunci (key development milestones) keberhasilan pembangunan pendidikan terkait dengan tidak terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional dikarenakan ketiadaan rujukan pembentukan dapat dijadikan alasan pembenar.
Seperti telah diuraikan di atas bahwa Workshop Dewan Pendidikan ini dilaksanakan dalam empat region salah satu pematerinya dari Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan Nasional yang menyosialisasikan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan disempurnakan dengan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut Dewan Pendidikan terdapat dalam pasal 192 sampai pasal 195. Secara eksplisit terkait dengan Dewan Pendidikan Nasional terdapat dalam pasal 193. Dalam pasal itu dinyatakan bahwa Pasal 193 (1) Dewan Pendidikan Nasional berkedudukan di ibukota negara.
(2) Anggota Dewan Pendidikan Nasional ditetapkan oleh Menteri.(3) Anggota Dewan Pendidikan Nasional paling banyak berjumlah 15 (lima belas) orang.
(4) Menteri memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Nasional atas dasar usulan dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Nasional yang dibentuk oleh Menteri.
(5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengusulkan kepada Menteri paling banyak 30 (tiga puluh) orang calon anggota Dewan Pendidikan Nasional setelah mendapatkan usulan dari: a. organisasi profesi pendidik; b. organisasi profesi lain; atau c. organisasi kemasyarakatan.
Dengan lahirnya PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan disempurnakan dengan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan tidak ada alas an lagi untuk tidak terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional. Karena pasal 193 sudah sangat rinci uraian tentang Dewan Pendidikan Nasional dan cara pemilihannya.
PP Nomor 17 Tahun 2010 yang disempurnakan dengan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan merupakan penjabaran dari UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2003. Mestinya peraturan pemerintah ini lahir paling lambat 8 Juli 2005, namun peraturan pemerintah ini ditetapkan oleh presiden pada tanggal 28 Januari 2010. Artinya apa ? Peraturan pemerintah ini terlambat hampir 5 tahun. Kalkulasi ini berdasarkan Pasal 75 UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.
Dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2004 – 2009 terdapat Tiga Pilar Kebijakan Pendidikan yaitu Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan. Untuk pilar peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik salah satu targetnya adalah terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional pada tahun 2009. Bagaimana kenyataannya ? Apapun alasannya, sampai saat ini Dewan Pendidikan Nasional belum terben-tuk. Dengan tidak terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional alias kegagalan terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional maka kalau boleh berpendapat bahwa harapan mengimplemen-tasikan pilar peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik guna pencitraan publik justru hasilnya sebaliknya. Tidaklah terlalu salah kalau ada pihak-pihak yang berpendapat bahwa kegagalan pembentukan Dewan Pendidikan Nasional justru memperburuk pencitraaan publik terhadap kinerja jajaran Kementerian Pendidikan. Benarkah ?
Selamat menanggapi . . . .

1 komentar: