Selasa, 22 Februari 2011

Widyaswara & “Ke-palsu-an” ?
Oleh : Eri B Santosa
Tulisan terbitan Kendari Pos tertanggal 10 Februari 2011 yang berjudul Widyaiswara yang ditulis oleh Edi Nugroho, S.Si, M.Si cukup menggelitik untuk ditanggapi. Tulisan itu diangkat dari berita Kendari Pos tertanggal 2 Februari 2011 yang berjudul : Enam Pejabat Eselon II Masuk Kotak. Dalam berita tersebut secara eksplisit terwartakan bahwa Tarmon mendapat promosi sebagai Kadis Pariwisata & Budaya, menggantikan H. Hasanuddin Rabali yang diwidyaiswarakan.
Model mewidyaswarakan mantan pejabat struktural di kabupaten/kota dimasa otonomi daerah ini bukan hanya terjadi di kabupaten Muna, tetapi didaerah lain juga terjadi. Hal ini juga terjadi di Kabupaten Kepahiang. Humas Pamkab (kotakepahiang.com) menginformasikan bahwa Sebanyak 29 posisi jabatan esselon II dan III di jajaran Pemerintah Kabupaten Kepahiang mengalami pergerakan. Rotasi dan mutasi jabatan dilakukan merupakan bentuk penyegaran yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepahiang. Proses pelantikan sendiri dilakukan langsung oleh Bupati Kepahiang, H, Bando Amin C. Kader, MM sekitar pukul 14.00 wib, Jumat (21/1), di Aula BKD dan PP Kabupaten Kepahiang.
Bupati Kepahiang, disela-sela pelantikan menegaskan bahwa mutasi jabatan seperti yang dilakukan hari ini merupakan hal biasa dalam sebuah organisasi. Kebijakan ini dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang ditingkat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kabupaten Kepahiang. Karena itu ia berharap para pejabat Kabupaten Kepahiang bisa membuktikan diri dengan bekerja keras dalam mendorong laju pembangunan di Kabupaten Kepahiang. Mutasi murni penyegaran, diharapkan kepada pejabat yang baru untuk dapat meningkatkan kinerja dan loyalitas. Setiap pejabat harus dapat melaksanakan seluruh kebijakan yang dialami melalui pertimbangan yang matang. Jabatan tidak bisa diukur karena adanya kedekatan dan hubungan keluarga.
Sementara itu untuk jabaan esselon II, Kepala Bappeda diisi oleh Mansori, SH menggantikan M. Taher yang dipercaya menjadi Kadis Penda Kab. Kepahiang. RA Denny sebelumnya merupakan Kadis Penda dilantik sebagai Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Kab Kepahiang, menggantikan Benny Cahyanto, SE. MSi yang menjadi Widyaswara pada Diklat BKD dan PP, Kab. Kepahiang. Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kab. Kepahiang H. Marah Hasan Seregar juga dijadikan Widyaswara pada Diklat BKD dan PP, Kab. Kepahiang. Kepala BPM PP dan KB Kab. Kepahiang, Drs. Nawawi Kadir dijadikan sebagai Widyaswara pada BKD dan PP Kab. Kepahiang. Endang Suharman Kadis Kop, Perindag juga dipercaya sebagai widyaswara pada BKD dan PP, Kab. Kepahiang. Drs. Suharto Jaya, juga dilantik sebagai widyaswara pada BKD dan PP Kab. Kepahiang.
Peristiwa semacam itu juga terjadi di Kabupaten Pohuwato. Selasa, 24 Maret 2009 menjadi saksi pelantikan pejabat struktural esselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pohuwato. Bertempat di ruang Pola lantai II Kantor Bupati Pohuwato, pelantikan di pimpin langsung oleh Wakil Bupati Pohuwato, Ir. Jusuf Giasi, MM. Turut hadir dalam acara tersebut seluruh pejabat esselon II di lingkungan Pemda Kabupaten Pohuwato. Acara dimulai pukul 14.00 WITA. Dengan pengambilan sumpah jabatan oleh Wakil Bupati Pohuwato. Sebanyak 40 orang pejabat Esselon III dan IV dinyatakan definitf pada hari ini, dengan Surat Keputusan Bupati Pohuwato Nomor : 821/BKPPD/Sk-Struktural/463.a/III/2009 Tanggal 24 Maret 2009, melengkapi struktur kabinet Bupati Zainuddin Hasan. Selain pelantikan pejabat struktural, telah dilantik juga hari ini 1 orang Pejabat Fungsional Widyaiswara. Dra. Rusmiyati Pakaya, M.Pd, dengan SK Bupati Pohuwato Nomor : 821/BKPPD/Sk-Fungsional/463.b/III/2009 Tanggal 23 Maret 2009 yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) pada Sekretariat DPRD kabupaten Pohuwato. Beliau dilantik dalam jabatan fungsional Widyaiswara Muda. Pertanyaannya, apakah ada aturan yang melarang perpindahan dari pejabat struktural eselon II untuk menjadi widyaiswara ?
Pada saat HUT ke-6 IWI Kalsel dan Pengukuhan Pengurus IWI Kalsel periode 2009-2012 di Banjarbaru Kamis 15 Oktober 2009 Kepala Bidang Litbang dan Diklat Ikatan Widyaiswara Indonesia Pusat Mursito mengatakan Widyaiswara merupakan kerja profesi, oleh sebab itu untuk menjadi Widyaiswara tidak sekedar memiliki ijazah kesarjanaan saja untuk melaksanakan tugas pendidikan pengajaran dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil (PNS), tetapi yang utama adalah pengalaman bekerja dalam menduduki berbagai jabatan di Pemerintahan ((Sumber : Biro Humas Setda Prov Kalsel edisi Senin, 19 Oktober 2009)
Dari pengalaman inilah yang membedakan Widyaiswara dengan dosen atau guru, atau boleh dikatakan kelebihan jabatan Widyaiswara, selain berlatar belakang sarjana, juga harus berpengalaman dalam birokrasi di Pemerintahan.
Dalam PP Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dinyatakan bahwa Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh Pejabat yang berwenang dengant tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Diklat Pemerintah.
Diklat PNS dilaksanakan sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik diperlukan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Diklat PNS dilaksanakan dalam rangka untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil melalui Pendidikan dan Pelatihan Jabatan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh.
Dalam PP 101 tahun 2000 Diklat bertujuan:
a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;
b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembedayaan masyarakat;
d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Jabatan fungsional widyaiswara diatur dalam Pemenpan no 14 tahun tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Pengangkatan dalam jabatan fungsional diatur dalam pasal 24, pasal 25 dan pasal 26.
Dalam pasal 24 dinyatakan bahwa Pejabat yang berwenang mengangkat dalam jabatan Widyaiswara adalah Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam PP Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil pasal 1 dinyatakan bahwa Pejabat pembina kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota.
Merujuk aturan di atas,apabila seorang mantan pejabat eselon II diangkat oleh Bupati untuk menjadi Widyaiswara adalah “sah”. Simpulan sementara, kalau merujuk pasal 24 Pemenpan no 14 tahun tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, yang menyatakan Pejabat yang berwenang mengangkat dalam jabatan Widyaiswara adalah Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu berdasarkan PP Nomor 101 tahun 2000 pasal 1 untuk pembina kepegawaian di kabupaten/kota adalah bupati/walikota. Pengangkatan PNS dari jabatan lain ke dalam jabatan Widyaiswara diatur dalam pasal 26 Permenpan no 14 tahun tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Dalam ayat (1) huruf “d”. Yang isinya telah mengikuti dan lulus Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan yang ditentukan oleh Instansi Pembina; Dalam Pasal 5 ayat (1), Instansi Pembina Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah Lembaga Administrasi Negara (LAN). Untuk huruf “e” Yang isinya telah mendapat rekomendasi pengangkatan dalam jabatan Widyaiswara dan rekomendasi Penetapan Angka Kredit awal yang ditetapkan oleh Kepala LAN selaku Pimpinan Instansi Pembina; Pertanyaannya adalah, apakah mereka yang diangkat menjadi widyaiswara diatas telah mengikuti dan lulus Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan ? Dan apakah mereka telah mendapat rekomendasi pengangkatan dalam jabatan Widyaiswara dan rekomendasi Penetapan Angka Kredit awal yang ditetapkan oleh Kepala LAN selaku Pimpinan Instansi Pembina ?
Kalau jawabannya sudah, berarti pengangkatannya sebagai widyaiswara sesuai peraturan. Kalau menyimak Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Sah mempunyai arti dilakukan menurut hukum (peraturan). Maka kalau jawabannya sudah tidaklah terlalu salah kalau ada pihak yang mengatakan bahwa pengangkatan widyaiswara tersebut adalah Sah. Namun, kalau jawabannya belum maka sebenarnya tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa widyaiswara tersebut adalah widyaiswara tidak sah alias palsu. Hal ini mengingat kata palsu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan Tidak Sah.
Dalam ayat (6) dinyatakan Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (3) adalah bagi PNS yang menduduki Jabatan Struktural Eselon II dan Eselon I, sehat jasmani dan rokhani serta lulus uji kompetensi untuk memenuhi formasi Widyaiswara yang melaksanakan tugas pokok pada Diklatpim Tingkat II dan Tingkat I. Dalam ayat (7) Pelaksanaan Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh instansi terkait yaitu Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan Kepega-waian Negara dan Instansi Pengusul/ Pengguna.
Pertanyaannya adalah, apakah mereka yang diangkat menjadi widyaiswara diatas telah mengikuti uji kompetensi yang dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan Kepega-waian Negara dan Instansi Pengusul/ Pengguna ?
Kalau jawabannya sudah tidaklah terlalu salah kalau ada pihak yang mengatakan bahwa pengangkatan widyaiswara tersebut adalah Sah. Namun, kalau jawabannya belum maka sebenarnya tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa widyaiswara tersebut adalah widyaiswara tidak sah alias palsu.
Sudah menjadi rahasia umum kalau kejadian me-widyaswara-kan pejabat struktural kebanyakan dilakukan pasca pelaksanaan perhelatan pesta demokrasi Pilkada. Sudah dapat patut diduga bahwa pergeseran itu suatu keniscayaan dalam kerangka untuk mendudukkan pihak-pihak yang berkonstribusi dan melengserkan yang tidak atau kurang berkonstribusi dalam pemenangan Pilkada. Ironisnya dalam Sambutan yang sering muncul yang dikemas dalam bahasa penghibur bagi orang yang terlengser dalam acara pelantikan adalah mutasi jabatan merupakan hal biasa dalam sebuah organisasi. Kebijakan mutasi untuk penyegaran dan dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang ditingkat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Tutur kata pemanis yang bagi pihak yang terlengser memberikan kesan bahasa kepalsuan bermuara pada perilaku manis yang mendudukkan pada jabatan widyaiswara palsu . . .
Eh . . . salah ketik yang benar adalah manis . . . .
Silahkan menanggapi . . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar