Selasa, 29 Mei 2012
Generasi Emas Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
Generasi Emas Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
Oleh :
Eri Budi Santosa & Yuli Sumarni, S.Pd. M.Pd
Bulan Mei adalah bulan yang mempunyai makna tersendiri bagi dunia pendidikan bangsa Indonesia. Pada bulan Mei, tepatnya yanggal 2 yang merupakan tanggal kelahiran Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara yang selalu diperingati sebagai hari pendidikan nasional dalam bentuk upacara dan perayaan-perayaan. Pada tahun 2012 tema untuk hari Pendidikan Nasional adalah “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia”
Dalam press conference di Gedung A Kemdikbud Senayan, Jakarta, Senih ( tanggal 30/4/20 12) Mendikbud mengatakan bahwa tema Hardiknas 2012 disesuaikan dengan rencana besar Kemdikbud untuk mempersiapkan generasi emas 100 tahun Indonesia merdeka tahun 2045.
Menurut Kemdikbud, pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa Indonesia dikarunai potensi sumber daya manusia, berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut, dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, populasi usia produktif tersebut akan menjadi bonus demografi yang sangat berharga . Agar kesempatan emas tersebut tidak menjadi bencana demografi, pada periode tahun 2010 sampai tahun 2035 harus dilakukan investasi besar-besaran dalam bidang ketenagaan. Kemdikbud harus mampu membangkitkan generasi emas alias generasi yang bermutu. Untuk dapat mencetak generasi yang bermutu, persyaratan utama yang tidak berlebihan adalah terbentuknya budaya mutu.
Terkait dengan budaya mutu, Kujala dan Ullrank (2004) mengatakan bahwa akar budaya mutu adalah budaya organisasi, karena budaya mutu merupakan subset dari budaya organisasi. Sementara untuk pengertian budaya organisasi banyak pakar mempunyai pendapat yang nyaris sama diantaranya Robbins (2001), Kreitner dan Kinicki (2003) Gibson et.al. (1996).
Menurut Robbins (2001), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.
Disisi lain Kreitner dan Kinicki (2003) memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Disisi lain Sharplin (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
Sedangkan Gibson et.al. (1996) merumuskan bahwa kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Dan Davis (1984) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi.
Pertanyaannya, apa definisi budaya mutu. Menurut Goetsch D.L dan Davis D.L (2002) budaya mutu adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan mutu secara terus menerus. Budaya mutu terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.
Setelah 66 tahun merdeka pertanyaannya bagaimana konstribusi dunia pendidikan ? Apakah dunia pendidikan mampu membangkitkan dan membangun budaya mutu generasi sehingga dapat melahirkan generasi emas ?
Membangun budaya mutu tertuang dalam Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Tepatnya di pasal 2 ayat 2 yang menyatakan tujuan antara diantaranya terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
Terkait dengan penjaminan mutu, pada tahun 2008 Depdiknas telah menerbitkan buku Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan (SP2MP) untuk jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa penjaminan mutu adalah Serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan data tentang kinerja dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, program dan lembaga. Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan delapan Standar Nasional Pendidikan dari BSNP. Dalam konsep Materi Quality Assurance (penjaminan mutu), QI (peningkatan mutu) dan Capacity Building (CB) dinyatakan bahwa prinsip peningkatan mutu adalah membuat lebih baik. Selain itu menggunakan Pendekatan proses – plan/do/study/act.
Penjaminan Mutu Pendidikan diimplementasikan dalam kegiatan Evaluasi Diri Sekolah yang dilaksanakan pada tahun 2010 seiring dengan Inpres 01 tahun 2010 tentang Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2010.
Inpres 01 tahun 2010 yang ditandatangani pada tanggal 29 Februari 2010 oleh presiden ini memprioritaskan 11 prioritas nasional dengan tiga kelompok sektoral. Prioritas tersebut akan dijabarkan dalam 155 rencana aksi atau program, yang terbagi dalam empat tipe tindakan. Pertama, percepatan pembangunan fisik yang terdiri dari 42 rencana aksi.
Dari 11 prioritas tersebut, prioritas yang ke dua adalah : Pendidikan, yang programnya menyangkut : 1. Penguatan metodologi dan kurikulum; 2. Penguatan pengelolaan sekolah; 3. Penguatan pendidikan agama, 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan. Program ke : 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan mempunyai tiga , yaitu : a. Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan; b. Penerapan pembelajaran berbasis TIK di sekolah; c. Fasilitasi penerapan dan Pengembangan E-Government di sekolah( e-pendidik-an). Tindakan Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan keluarannya adalah satuan pendidikan yang menerapkan sistem penjaminan mutu sebanyak 10.000 sekolah. Implementasi inpres 01/2010 yang terkait dengan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan di setiap jenjang dilaksanakan dalam bentuk evaluasi diri sekolah.
Apa itu Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah ? Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M) adalah proses Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang hasilnya dipakai sebagai dasar Penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) dan sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan tingkat kab/kota. Proses Evaluasi Diri sekolah/Madrasah ini dilakukan oleh Tim dengan sebutan Tim Pengembang Sekolah/Madrasah yang terdiri dari Kepala Sekolah, Wakasek, guru, komite sekolah, orang tua siswa dan pengawas. Dalam melaksanakan EDS/M ini sekolah/Madrasah yang dalam hal ini adalah Tim Pengembang Sekolah/Madrasah (TPS) mengisi instrumen EDS/M yang bersifat kualitatif yang dimulai dari mengumpulkan bukti fisik dan mengisi dalam kolom bukti fisik, menulis Ringkasan Deskripsi Indikator Berdasarkan Bukti Fisik, menentukan tahapan pengembangan (bisa 1 yang dimaknai dibawah SPM; bisa 2 yang dimaknai mencapai SPM, 3 yang dimaknai mencapai SNP atau 4 yang dimaknai mencapai di atas SNP) dan menyusun rekomendasi. Rekomendasi tersebut dikonversi ke uraian program yang tertuang dalam RKS.
Pengisian instrumen EDS/M dalam kolom bukti fisik, penulisan ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik, menentukan tahapan pengembangan dan menyusun rekomendasi sangat tergantung dari Keseriusan & Kemampuan terhadap Interpretasi Instrumen dan pemahaman SPM maupun 8 SNP.
Pengisian instrumen EDS dilakukan bersama oleh TPS yang dilakukan secara terbuka yang bermuara sampai penyusunan Rencana Kinerja Sekolah serta perhitungan anggaran dan sumber dananya membiasakan sekolah untuk bersikap transparan sehingga muncul saling percaya, tidak saling curiga dan merupakan perekat kuat kesatuan di dalam organisasi. Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk sistem nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Dan ini sesuai dengan pendapat Kreitner dan Kinicki (2003) seperti yang terurai dalam tulisan di atas.
Pengisian instrumen EDS/M mengharuskan TPS untuk membuka 8 SNP dan tentang SPM. Pertanyaannya apakah selama ini warga sekolah tidak pernah membuka 8 SNP dan SPM ? Bukankah untuk menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sekolah harus membuka Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses dan Panduan Penyusunan KTSP terbitan BSNP ? Kebiasaan sebagian sekolah pada contreng-contreng dan Kebiasaan sebagian sekolah ambil jalan pintas dengan copy paste yang membuat sebagian sekolah enggan untuk membuka Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Proses. Mengingat instrumen EDS/M bersifat kualitatif alias tidak contreng-contreng yang muaranya sedikit memaksa sekolah untuk membuka 8 SNP dan SPM. Peristiwa ini akan membiasakan TPS/M untuk menumbuhkan budaya membaca, menelaah dan belajar. Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Dan ini sesuai dengan pendapat Sharplin (1995) seperti yang terurai dalam tulisan di atas.
Pengisian instrumen EDS/M mengharuskan TPS untuk memberikan rekomendasi yang dijadikan dasar untuk penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS). Penulisan rekomendasi sebagai langkah pembiasaan penemuan kekurangan apa yang dialami sekolah. Penulisan rekomendasi juga sebagai langkah menumbuhkan kesadaran koreksi yang muaranya pada penyusunan RKS sebagai langkah awal untuk peningkatan mutu (Quality Improvement). Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Dan ini sesuai dengan pendapat Gibson et.al. (1996) seperti yang terurai dalam tulisan di atas.
Berdasarkan indikator yang merupakan penjabaran dari Standar Nasional Pendidikan Pengisian instrumen EDS mengharuskan TPS untuk mengumpulkan bukti fisik terkait dengan apa yang telah dilakukannya dengan landasan kesadaran bahwa hal ini guna perbaikan sekolah. Dengan landasan yang seperti itu sekolah tidak perlu memanipulasi bukti fisik dan hal ini membiasakan untuk berperilaku jujur yang akan menginternalisasi dan akan membentuk perilaku insan bermutu. Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Dan ini sesuai dengan pendapat Davis (1984) seperti yang terurai dalam tulisan di atas.
Dari uraian di atas Evaluasi Diri Sekolah dengan menggunakan instrumen yang berbentuk kualitatif akan mampu menopang tema hari Pendidikan Nasional yaitu Bangkitnya Generasi Emas Indonesia. Kalau boleh berpendapat bahwa Generasi Emas adalah generasi yang berkarakter baik dan bercirikan diantaranya adalah jujur, mengutamakan semangat kebersamaan, mencari kekurangan diri, menumbuhkan kesadaran koreksi, mencari alternatif solusi dan semangat belajar. Karakter ini dibentuk bagi pengelola pendidikan di sekolah/Madrasah melalui proses pengisian Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah dan penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah/Madrasah yang selanjutnya akan berimbas kepada pembentukan karakter anak didik. Dengan pembentukan budaya mutu dan seiring dengan budaya paternalistik ini patut diduga akan mampu mengantarkan cita-cita membentuk generasi emas tahun 2045.
Semoga . . . .
Refleksi Kebangkitan Nasional Pendidikan
Refleksi Kebangkitan Nasional Pendidikan
Oleh :
Eri Budi Santosa
Bulan Mei adalah bulan yang mempunyai makna tersendiri bagi bangsa Indonesia, yaitu peristiwa bersejarah yang selalu diperingati dalam bentuk upacara dan perayaan-perayaan. Hari yang bersejarah dimaksud adalah hari Pendidikan Nasional yang dirayakan pada yanggal 2 Mei dan hari Kebangkitan Nasional yang dirayakan pada tanggal 20 Mei.
Pada tahun 2012 tema hari Kebangkitan Nasional adalah : “Dengan Semangat Kebangkitan Nasional, Kita Tingkatkan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara yang Berkarakter, Damai dan Berdaya Saing Menuju Masyarakat Sejahtera”. Dan untuk tema hari Pendidikan Nasional adalah “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia”
Puncak peringatan Hardiknas 2012 akan dipadu dengan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang rencananya dipusatkan di Istora Senayan Jakarta (www. pikiran-rakyat.com). Alasan apa yang melatarbelakangi pemaduan peringatan Hardiknas 2012 dengan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2012 kurang terpublikasi. Namun yang jelas Tema hari Pendidikan Nasional 2012 “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia” mengandung makna “kebangkitan”.
Dalam press conference di Gedung A Kemdikbud Senayan, Jakarta, Senih ( tanggal 30/4/20 12) Mendikbud mengatakan bahwa tema Hardiknas 2012 disesuaikan dengan rencana besar Kemdikbud untuk mempersiapkan generasi emas 100 tahun Indonesia merdeka tahun 2045.
Menurut Kemdikbud, pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa Indonesia dikarunai potensi sumber daya manusia, berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut, dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, populasi usia produktif tersebut akan menjadi bonus demografi yang sangat berharga . Agar kesempatan emas tersebut tidak menjadi bencana demografi, pada periode tahun 2010 sampai tahun 2035 harus dilakukan investasi besar-besaran dalam bidang ketenagaan. Kemdikbud harus mampu membangkitkan generasi emas alias generasi yang bermutu.
Terkait dengan budaya mutu, Kujala dan Ullrank (2004) mengatakan bahwa akar budaya mutu adalah budaya organisasi, karena budaya mutu merupakan subset dari budaya organisasi. Sementara untuk pengertian budaya organisasi banyak pakar mempunyai pendapat yang nyaris sama diantaranya Robbins (2001), Kreitner dan Kinicki (2003) Gibson et.al. (1996).
Menurut Robbins (2001), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.
Disisi lain Kreitner dan Kinicki (2003) memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Disisi lain Sharplin (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
Sedangkan Gibson et.al. (1996) merumuskan bahwa kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Dan Davis (1984) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi.
Pertanyaannya, apa definisi budaya mutu. Menurut Goetsch D.L dan Davis D.L (2002) budaya mutu adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan mutu secara terus menerus. Budaya mutu terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.
Setelah 66 tahun merdeka pertanyaannya bagaimana konstribusi dunia pendidikan ? Apakah dunia pendidikan mampu membangkitkan dan membangun budaya mutu generasi sehingga dapat melahirkan generasi emas ?
Membangun budaya mutu tertuang dalam Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Tepatnya di pasal 2 ayat 2 yang menyatakan tujuan antara diantaranya terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
Terkait dengan penjaminan mutu, pada tahun 2008 Depdiknas telah menerbitkan buku Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan (SP2MP) untuk jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa penjaminan mutu adalah Serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan data tentang kinerja dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, program dan lembaga. Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan delapan Standar Nasional Pendidikan dari BSNP. Dalam konsep Materi Quality Assurance (penjaminan mutu), QI (peningkatan mutu) dan Capacity Building (CB) dinyatakan bahwa prinsip peningkatan mutu adalah membuat lebih baik. Selain itu menggunakan Pendekatan proses – plan/do/study/act.
Penjaminan Mutu Pendidikan diimplementasikan dalam kegiatan Evaluasi Diri Sekolah yang dilaksanakan pada tahun 2010 seiring dengan Inpres 01 tahun 2010 tentang Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2010.
Inpres 01 tahun 2010 yang ditandatangani pada tanggal 29 Februari 2010 oleh presiden ini memprioritaskan 11 prioritas nasional dengan tiga kelompok sektoral. Prioritas tersebut akan dijabarkan dalam 155 rencana aksi atau program, yang terbagi dalam empat tipe tindakan. Pertama, percepatan pembangunan fisik yang terdiri dari 42 rencana aksi.
Dari 11 prioritas tersebut, prioritas yang ke dua adalah : Pendidikan, yang programnya menyangkut : 1. Penguatan metodologi dan kurikulum; 2. Penguatan pengelolaan sekolah; 3. Penguatan pendidikan agama, 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan. Program ke : 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan mempunyai tiga , yaitu : a. Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan; b. Penerapan pembelajaran berbasis TIK di sekolah; c. Fasilitasi penerapan dan Pengembangan E-Government di sekolah( e-pendidik-an). Tindakan Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan keluarannya adalah satuan pendidikan yang menerapkan sistem penjaminan mutu sebanyak 10.000 sekolah. Implementasi inpres 01/2010 yang terkait dengan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan di setiap jenjang dilaksanakan dalam bentuk evaluasi diri sekolah.
Apa itu Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah ? Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M) adalah proses Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang hasilnya dipakai sebagai dasar Penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) dan sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan tingkat kab/kota. Proses Evaluasi Diri sekolah/Madrasah ini dilakukan oleh Tim dengan sebutan Tim Pengembang Sekolah/Madrasah yang terdiri dari Kepala Sekolah, Wakasek, guru, komite sekolah, orang tua siswa dan pengawas. Dalam melaksanakan EDS/M ini sekolah/Madrasah yang dalam hal ini adalah Tim Pengembang Sekolah/Madrasah (TPS) mengisi instrumen EDS/M yang bersifat kualitatif yang dimulai dari mengumpulkan bukti fisik dan mengisi dalam kolom bukti fisik, menulis Ringkasan Deskripsi Indikator Berdasarkan Bukti Fisik, menentukan tahapan pengembangan (bisa 1 yang dimaknai dibawah SPM; bisa 2 yang dimaknai mencapai SPM, 3 yang dimaknai mencapai SNP atau 4 yang dimaknai mencapai di atas SNP) dan menyusun rekomendasi. Rekomendasi tersebut dikonversi ke uraian program yang tertuang dalam RKS.
Pengisian instrumen EDS/M dalam kolom bukti fisik, penulisan ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik, menentukan tahapan pengembangan dan menyusun rekomendasi sangat tergantung dari Keseriusan & Kemampuan terhadap Interpretasi Instrumen dan pemahaman SPM maupun 8 SNP.
Pengisian instrumen EDS dilakukan bersama oleh TPS yang dilakukan secara terbuka yang bermuara sampai penyusunan Rencana Kinerja Sekolah serta perhitungan anggaran dan sumber dananya membiasakan sekolah untuk bersikap transparan sehingga muncul saling percaya, tidak saling curiga dan merupakan perekat kuat kesatuan di dalam organisasi. Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk sistem nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Dan ini sesuai dengan pendapat Kreitner dan Kinicki (2003) seperti yang terurai dalam tulisan di atas.
Pengisian instrumen EDS/M mengharuskan TPS untuk membuka 8 SNP dan tentang SPM. Pertanyaannya apakah selama ini warga sekolah tidak pernah membuka 8 SNP dan SPM ? Bukankah untuk menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sekolah harus membuka Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses dan Panduan Penyusunan KTSP terbitan BSNP ? Kebiasaan sebagian sekolah pada contreng-contreng dan Kebiasaan sebagian sekolah ambil jalan pintas dengan copy paste yang membuat sebagian sekolah enggan untuk membuka Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Proses. Mengingat instrumen EDS/M bersifat kualitatif alias tidak contreng-contreng yang muaranya sedikit memaksa sekolah untuk membuka 8 SNP dan SPM. Peristiwa ini akan membiasakan TPS/M untuk menumbuhkan budaya membaca, menelaah dan belajar. Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Dan ini sesuai dengan pendapat Sharplin (1995) seperti yang terurai dalam tulisan di atas.
Pengisian instrumen EDS/M mengharuskan TPS untuk memberikan rekomendasi yang dijadikan dasar untuk penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS). Penulisan rekomendasi sebagai langkah pembiasaan penemuan kekurangan apa yang dialami sekolah. Penulisan rekomendasi juga sebagai langkah menumbuhkan kesadaran koreksi yang muaranya pada penyusunan RKS sebagai langkah awal untuk peningkatan mutu (Quality Improvement). Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Dan ini sesuai dengan pendapat Gibson et.al. (1996) seperti yang terurai dalam tulisan di atas.
Berdasarkan indikator yang merupakan penjabaran dari Standar Nasional Pendidikan Pengisian instrumen EDS mengharuskan TPS untuk mengumpulkan bukti fisik terkait dengan apa yang telah dilakukannya dengan landasan kesadaran bahwa hal ini guna perbaikan sekolah. Dengan landasan yang seperti itu sekolah tidak perlu memanipulasi bukti fisik dan hal ini membiasakan untuk berperilaku jujur yang akan menginternalisasi dan akan membentuk perilaku insan bermutu. Hal ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi terbiasa dan akan membentuk pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Dan ini sesuai dengan pendapat Davis (1984) seperti yang terurai dalam tulisan di atas.
Dari uraian di atas Evaluasi Diri Sekolah dengan menggunakan instrumen yang berbentuk kualitatif akan mampu menopang tema hari Pendidikan Nasional yaitu Bangkitnya Generasi Emas Indonesia dan terkait dengan tema hari Kebangkitan Nasional yaitu Dengan Semangat Kebangkitan Nasional, Kita Tingkatkan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara yang Berkarakter, Damai dan Berdaya Saing Menuju Masyarakat Sejahtera. Artinya apa ? Kalau boleh berpendapat bahwa Generasi Emas adalah generasi yang berkarakter baik dan bercirikan diantaranya adalah jujur, mengutamakan semangat kebersamaan, mencari kekurangan diri, menumbuhkan kesadaran koreksi, mencari alternatif solusi dan semangat belajar. Karakter ini dibentuk bagi pengelola pendidikan di sekolah/Madrasah melalui proses pengisian Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah dan penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah/Madrasah yang selanjutnya akan berimbas kepada pembentukan karakter anak didik. Dengan pembentukan budaya mutu dan seiring dengan budaya paternalistik ini patut diduga akan mampu mengantarkan cita-cita membentuk generasi emas tahun 2045.
Semoga . . . .
PENJAMINAN MUTU DALAM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
PENJAMINAN MUTU DALAM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
Oleh : Kang Ebes
Widyaiswara Madya LPMP Sultra
Spesialisasi Penjaminan Mutu Pendidikan
Dari tanggal 1 s/d 3 November 2011 yang lalu LPMP Sulawesi Tenggara melaksanakan kegiatan Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan. Dalam kegiatan tersebut lembaga mempercayakan pada penulis untuk menjadi salah satu pemrasaran sekaligus narasumber dan mendesain kegiatan dimaksud. Pertanyaan yang muncul adalah apakah kegiatan Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan itu ? Bagaimana skenario kegiatan Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan ? Apa hasil yang akan dicapai dari kegiatan Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan ?
Dalam suatu kamus dari dunia maya, Seminar diartikan pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah pimpinan ketua sidang. Sementara lokakarya adalah pertemuan antara para ahli (pakar) untuk membahas masalah praktis atau yang bersangkutan dng pelaksanaan dl bidang keahliannya; sanggar kerja.
Sementara dalam buku SPPMP halaman 3 Definisi Penjaminan mutu adalah Serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan data tentang kinerja dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, program dan lembaga.
Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan berkelanjutan. Guna memudahkan dalam berkonstruksi berpikir, maka definisi itu disederhanakan bahwa penjaminan mutu adalah : Pengumpulan data – analisa – rekomendasi-laporan.
Dasar hukum Penjaminan mutu pendidikan adalah Permendiknas 63/2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan dilaksanakan pada tahun 2010 sebagai implementasi dari Instruksi Presiden No.01/2010 tentang Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.
Inpres 01 tahun 2010 memprioritaskan 11 prioritas nasional dengan tiga kelompok sektoral. Prioritas tersebut akan dijabarkan dalam 155 rencana aksi. Dari 11 prioritas tersebut, prioritas yang ke dua adalah : Pendidikan, yang programnya menyangkut : 1. Penguatan metodologi dan kurikulum; 2. Penguatan pengelolaan sekolah; 3. Penguatan pendidikan agama, 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan. Program ke : 4. Peningkatan kualitas Pengelolaan dan layanan pendidikan mempunyai tiga , yaitu : a. Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di Satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan; b. Penerapan pembelajaran berbasis TIK di sekolah; c. Fasilitasi penerapan dan Pengembangan E-Government di sekolah( e-pendidik-an). Tindakan Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan keluarannya adalah satuan pendidikan yang menerapkan sistem penjaminan mutu sebanyak 10.000 yang target waktunya pada Desember 2010. Penjaminan mutu dalam rangka Akselerasi penerapan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan dilaksanakan dalam bentuk pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah. Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah adalah EDS/M adalah proses Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan SPM dan SNP yang hasilnya dipakai sebagai dasar Penyusunan RKS dan sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan tingkat kab/kota.
Apakah EDS yang dilaksanakan sejak tahun 2010 sebagai implementasi dari penjaminan mutu pendidikan tidak perlu ada penjaminan mutu-nya ? Dalam rangka peningkatan mutu pelaksanaan EDS sudah barang tentu penjaminan mutu pendidikan diperlukan dalam pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di dalamnya termasuk EDS.
Sudah barang tentu kegiatan Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan inilah wahana yang sangat cocok untuk melaksanakan penjaminan mutu guna penjaminan mutu pendidikan.
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sultra dikemas dengan harapan menghasilkan : Pemikiran Alternatif atau Pemikiran Baru Tentang PMP, atau Pemikiran Alternatif Perbaikan PMP baik dalam konsep maupun dalam implementasinya. Dalam kegiatan yang tidak bisa keluar dari DIPA yang ada, lembaga melalui panitia telah menunjuk 3 orang pemakalah dalam kegiatan seminarnya dan sekaligus sebagai nara sumber dalam lokakaryanya. Artinya apa ? Bahwa 3 orang tersebut secara bersama-sama akan memandu jalannya semiloka penjaminan mutu pendidikan di LPMP Sultra.
Penjaminan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan tetap berkiblat pada pakem Data – Analisis – Rekomendasi – Laporan. Data dapat dikembangkan lagi menjadi fakta atau masalah. Jadi penjaminan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan Serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan data – fakta – atau masalah, menganalisa dan merekomendasi dengan tujuan guna pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan yang lebih meningkat dan membuat lebih baik. Sehingga niatnya adalah suatu ketulusan dalam memberikan alternatif pemikiran untuk meningkatkan dan membuat lebih benar dan lebih baik pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan. Kalau implementasinya penjaminan mutu pendidikan adalah EDS maka niatnya adalah meningkatkan dan membuat lebih benar dan lebih baik pelaksanaan EDS.
Dalam penjaminan mutu, data – fakta – atau masalah harus ditemukan untuk dianalisis dan dicarikan rekomendasi guna perbaikannya. Dasar pemikiran itu maka adalah salah yang sangat besar kalau dalam rangka penjaminan mutu data – fakta – atau masalah disembunyikan.Termasuk didalamnya adalah penjaminan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan yang implementasinya dalam EDS. Apanya yang kurang dalam ber-EDS ? Apanya yang salah dalam ber-EDS ? Apanya yang belum sempurna dalam ber-EDS ? Cari data – fakta – atau masalah, analisis dan rekomendasi yang menjadi dasar guna perbaikannya.
Kegiatan Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara dikemas dalam semangat mencari data – fakta – atau masalah, menganalisis dan merekomendasi yang menjadi dasar guna perbaikannya.
Semiloka merupakan akronim dari seminar dan lokakarya. Seperti telah diuraikan di atas bahwa dalam suatu kamus dari dunia maya, Seminar diartikan pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah pimpinan ketua sidang. Sementara lokakarya adalah pertemuan antara para ahli (pakar) untuk membahas masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan dl bidang keahliannya; sanggar kerja. Terkait dengan pengertian di atas, maka semiloka dapat dimaknai pertemuan para ahli (pakar) untuk membahas suatu masalah di bawah pimpinan ketua sidang yang selanjutnya membahas masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan di bidang keahliannya. Tentu saja semiloka sudah seharusnya dan selayaknya menghasilkan pemikiran alternatif atau pemikiran baru atau pemikiran alternatif perbaikan dari tema yang telah digariskan. Mengingat tema-nya adalah penjaminan mutu pendidikan, maka hasil dari Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan ini sudah seharusnya dan selayaknya menghasilkan pemikiran alternatif atau pemikiran baru tentang penjaminan mutu pendidikan atau pemikiran alternatif perbaikan implementasi penjaminan mutu pendidikan berdasaran rujukan peraturan yang melandasinya dan berlaku.
Namun itu adalah suatu alternatif pemikiran yang memang dari sudut pandang peserta yang berjumlah 36 orang dan 3 nara sumber yang dengan suara koor menyetujui pemikiran tersebut. Tidak menutup kemungkinan bahwa pemikiran-pemikiran itu ada titik lemahnya, salah ataupun kurang tepat. Untuk itu tidaklah salah kalau pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara dipublikasikan ke media masa guna mendapatkan umpan balik dari berbagai pihak guna meluruskan pemikiran dan membenarkan pemikiran agar ke 36 orang peserta dan 3 nara sumber Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara tidak mengambil jalan yang sesat alias berpikir tersesat.
Selamat menghindari kesesatan . . . . . .
Lembaga Pembina(saan) Widyaiswara
Lembaga Pembina(saan) Widyaiswara
Oleh : Eri B Santosa
Widyaiswara Madya LPMP Sultra
Baru-baru ini ada SMS dari Pusbang Tendik Kemdikbud yang isinya ditujukan kepada para Kepala LPPKS, Kepala P4TK dan Kepala LPMP se Indonesia yang menyampaikan bahwa jumlah Widyaiswara golongan IV a ke bawah yang berpotensi diberhentikan (mengembalikan tunjangan) 480 orang, non aktif 27 orang, pensiun 52 orang. Dalam SMS tersebut tertulis sbb : mohon ybs dapat mengirimkan Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit ke Pusbangtendik paling lambat tanggal 30 Oktober 2011.
Beberapa bulan sebelum SMS dating, penulis mendapatkan informasi terkait dengan pengurangan perolehan angka kredit pada saat pengajuan ke Lembaga Administrasi Negara. Artinya apa ? Mengajukan angka kredit harapannya bertambah, tetapi kenyataannya justru malah berkurang. Mencari info terkait pemberhentian, pengembalian tunjangan, penon aktifan, dan pemensiunan untuk referensi guna menulis artikel ini dimana-mana penulis mengalami kesulitan alias tidak mendapatkan. Terkait dengan pengurangan angka kredit dari LAN penulis mendapatkan dari tulisannya pak Luthfi di dunia maya.
Tulisan pak Luthfi (Februari 4, 2008) yang profesinya sebagai Widyaiswara di Badan Diklat Jawa Tengah dalam tulisannya di dunia maya menulis sebagai berikut. Ada suatu topik yang hangat dibicarakan oleh para Widyaiswara di Kantor Badan Diklat Widyaiswara, yakni penghitungan angka kredit. Tulisan pak Luthfi tersebut terkait dengan keputusan hasil penghitungan angka kredit yang dikirimkan oleh LAN-RI, sebagai lembaga pembina para widyaiswara, kepada para widyaiswara senior (pangkat IV/c – IV/e). Hasilnya menunjukkan adanya pengetatan penilaian angka kredit yang dilakukan LAN hingga ada seorang widyaiswara yang telah memiliki angka kredit sebesar 830 (kurang 20 dari angka kredit yang dipersyaratkan bagi pangkat WI Utama dengan masa pensiun 65 tahun) tiba-tiba harus dikoreksi oleh LAN menjadi hanya 700 saja. Hal itu tentu saja menimbulkan syok bagi para WI yang memiliki angkat IV/c karena untuk mencapai angka kredit 850 akan begitu sulit. Bahkan salah seorang widyaiswara mutung dan memutuskan untuk mengambil formulir pensiun saja. Adalah sesuatu yang wajar dan sangat wajar ketika seorang widyaiswara mengalami “syok” kalau perolehan angka kredit yang merupakan kumpulan keringat bekerja seorang WI dibinasakan angka kreditnya sampai 120 kredit oleh lembaga Pembina widyaiswara.
Dari uraian di atas pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mungkin capaian angka kredit yang tertuang dalam Penetapan Angka Kredit (PAK) dapat menyusut ?
Menurut info dari beberapa rekan sesama widyaiswara, pengurangan angka kredit juga terjadi belum lama ini. Kasusnya dimulai dari proses pengajuan angka kredit widyaiswara ke LAN dengan harapan ada kenaikan perolehan angka kredit dalam PAK nya. Namun apa yang terjadi ? Ternyata diantara rekan-rekan ada yang angka kreditnya justru berkurang. Menurut Permenegpan No 14 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya untuk 1 jam mengajar nilai angka kreditnya = 0,025. Artinya apa ? Kalau seorang WI mengajar 100 jam berarti angka kreditnya = 2,5. Sehingga kalau 120 angka kredit kalau dikonversikan ke jam mengajar 4800 jam. Sehingga wajar dan sangat wajar ketika seorang widyaiswara mengalami “syok”, minta formulir untuk pengajuan pensiun dan terbuka kemungkinan lantaran kecewanya maka melakukan bunuh diri.
Menurut PP No 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan, Lembaga Administrasi Negara adalah Instansi Pembina Diklat yang selanjutnya disebut Instansi Pem-bina yang secara fungsional bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan Diklat.
Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh Pejabat yang berwenang dengant tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Diklat Pemerintah.
Diklat bertujuan: a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembeda-yaan masyarakat; d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Widyaiswara dalam rangka pembinaan karier jabatan dan kepangkatannya;
Widyaiswara berkedudukan sebagai pejabat fungsional di bidang kediklatan pada
Lembaga Diklat Pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Karena widyaiswara adalah pejabat fungsional maka kenaikan pangkatnya berdasarkan pada angka kredit. Pengertian Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Widyaiswara dalam rangka pembinaan karier jabatan dan kepangkatannya; Widyaiswara dalam melaksanakan tugasnya, bertanggung jawab kepada Pimpinan Lembaga Diklat Pemerintah yang bersangkutan. Tugas pokok Widyaiswara adalah mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat Pemerintah masing-masing. Jenjang Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah Widyaiswara Pertama (IIIa – IIIb); Widyaiswara Muda (IIIc – IIId); Widyaiswara Madya (IVa – IVc); Widyaiswara Utama (IVc – IVe); Secara berjenjang dari Golongan III a s/d golongan IV e komulatif angka kreditnya adalah : 100 (IIIa) – 150 – 200 – 300 – 400 (IVa) – 550 – 700 (IVc) – 850 - 1000 .
Kembali kemasalah di atas. Yang masih menjadi pertanyaan adalah mengapa LAN-RI, sebagai lembaga pembina para widyaiswara mengurangi angka kredit dari 830 menjadi 700 ? Mari kita telaah !
Tulisan pak Luthfi diatas di tulis Februari 2008, berarti masih merujuk pada Permenpan No : PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Angka kredit 700 adalah setara dengan golongan IV c. Sehingga dugaan yang bersangkutan adalah seorang WI yang bergolongan IV c.
Dalam permenpan tersebut pada Pasal 15 dinyatakan bahwa (1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit Widyaiswara adalah sebagai berikut : a. Kepala Lembaga Administrasi Negara untuk Widyaiswara Utama yang bekerja di lingkungan Instansi Pusat dan Daerah; b. Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk Widyaiswara Pertama sampai dengan Widyaiswara Madya di lingkungan tiap-tiap Instansi;
(2) Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibantu oleh : a. Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Pusat bagi Kepala Lembaga Administrasi Negara, selanjutnya disebut Tim Penilai Pusat; b. Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Instansi bagi Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu, selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi;
Dalam Pasal 19 dinyatakan bahwa Usul penetapan angka kredit Widyaiswara diajukan oleh : a. Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota kepada Kepala Lembaga Administrasi Negara untuk angka kredit Widyaiswara Utama; b. Pimpinan Lembaga Diklat atau pejabat yang membidangi kepegawaian serendah-rendahnya eselon II kepada Sekretaris Jenderal pada Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk angka kredit Widyaiswara Pertama sampai dengan Widyaiswara Madya di lingkungan tiap-tiap Instansi.
Dari pasal 15 dan 19 dapat secara tegas dinyatakan bahwa untuk kenaikan dari IV c (700 lebih) ke IV d (850) menjadi kewenangan LAN yang penilaiannya dilakukan oleh Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Pusat atau sebutannya Tim Penilai Pusat. Sedangkan untuk kenaikan dari III b (150 lebih) ke IV c (700) menjadi kewenangan Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu serta Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang penilaiannya dilakukan Tim Penilai Jabatan Widyaiswara Tingkat Instansi bagi Sekretaris Jenderal Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Badan Diklat atau Pejabat Eselon I lainnya yang setingkat dengan itu, selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi.
Pemikiran penulis kemungkinan kenaikan ke IVc merupakan hasil penilaian dari Tim Penilai Instansi dengan perolehan angka kredit sebanyak : 830. Pertanyaannya mengapa bisa turun menjadi angka kredit 700 ? Menurut hemat penulis turunnya ke angka kredit 700 kemungkinan berdasarkan pada pemikiran bahwa ybs berasal dari Badan Diklat Provinsi maka Tim Penilainya dari TPI yang mempunyai kewenangan kenaikan dari III b (150 lebih) ke IV c (700). Sehingga untuk dinilai di Tim Penilai pusat yang mempunyai kewenangan kenaikan dari IV c (700 lebih) ke IV d (850) maka yang masuk penilaian ke TPP dimulai dari angka kredit 700. Kalau toh asumsi pemikiran penulis itu benar, pertanyaannya, benarkah langkah dan keputusan tersebut berdasarkan aturan ?
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa tulisan pak Luthfi di tulis Februari 2008, berarti masih merujuk pada Permenpan No : PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya dan juga dapat merujuk pada Peraturan Bersama Kepala LAN dan Kepala BAKN No 7 tahun 2005 No 17 tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya pasal 10 dinyatakan bahwa (1) Kenaikan pangkat bagi Widyaiswara dalam jenjang jabatan yang lebih tinggi dapat dipertimbangkan apabila kenaikan jabatannya telah ditetapkan oleh pejabat Pembina kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya. Kembali ke pertanyaannya di atas, benarkah langkah dan keputusan tersebut berdasarkan aturan ?
Bila merujuk pasal 10, seandainya kenaikan jabatannya telah ditetapkan oleh pejabat Pembina kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan PAK yang ditetapkan Tim penilai instansi.
Bila merujuk Pasal 11 bahwa Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih ti tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya, maka tidak ada alasan dan salah bahwa penilaian dari hasil Tim Penilai Instansi dipotong alias dikurangi karena pasal 11 secara tegas dinyatakan bahwa Widyaiswara yang memiliki angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya.
Dengan berbesar hati, siapapun boleh untuk tidak sependapat, siapapun boleh tidak setuju, siapapun boleh mengatakan bahwa apa yang penulis pikirkan di atas salah. Sehingga tanggapan, kritikan, sanggahan atau apapun namanya akan penulis terima dengan hati terbuka & lapang dada.
Selamat . . . .
PENTAHAPAN EDS MASALAH & SOLUSINYA
PENTAHAPAN EDS MASALAH & SOLUSINYA
Oleh : Eri B Santosa
Widyaiswara Madya LPMP Sultra
Spesialisasi Penjaminan Mutu Pendidikan
Dari tanggal 1 s/d 3 November 2011 yang lalu LPMP Sulawesi Tenggara melaksanakan kegiatan Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan. Dalam kegiatan tersebut salah satu tema yang diangkat adalah Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan Melalui EDS (Penentuan Tahap Pengembangan Masalah & Solusinya).
Dalam buku Pedoman Pelaksanaan SPMP terbitan Kemdiknas (2010) dinyatakan bahwa Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah adalah EDS/M adalah proses Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan SPM dan SNP yang hasilnya dipakai sebagai dasar Penyusunan RKS dan sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan tingkat kab/kota.
EDS/M dikembangkan sejalan dengan sistem penjaminan mutu pendidikan, khususnya yang terkait dengan perencanaan pengembangan sekolah dan manajemen berbasis sekolah. Pelaksanaan EDS/M terkait dengan praktek dan peran kelembagaan yang
memang sudah berjalan, seperti manajemen berbasis sekolah, perencanaan pengembangan sekolah, akreditasi sekolah, implementasi SPM dan SNP, peran LPMP/BDK, peran pengawas, serta manajemen pendidikan yang dilakukan oleh pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, dan Rencana Pembangunan Nasional Bidang Pendidikan, Renstra Kemendiknas, dan Renstra Kemenag.
Instrumen EDS/M didasarkan pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang memberikan dua tujuan untuk menyediakan informasi bagi rencana pengembangan sekolah, seiring dengan pemutakhiran sistem manajemen informasi pendidikan nasional. Bidang dan pertanyaan inti yang disediakan dalam instrumen tersebut merefleksikan aspek-aspek yang penting bagi sekolah yang diperlukan untuk merencanakan perbaikan sekolah. Karena itulah maka perlu diantisipasi agar sekolah dapat melakukan proses ini dengan benar dan tidak memandangnya sekedar sebagai kegiatan pengisian formulir. Penting untuk ditekankan disini adalah sekolah harus mendeskripsikan situasi nyata yang ada di sekolah mereka dan kemudian, saat proses ini diulang, mereka harus mampu menunjukkan adanya perbaikan seiring dengan waktu yang berjalan.
Instrumen EDS/M terdiri dari 8 (delapan) standar nasional pendidikan yang dijabarkan ke dalam 26 komponen dan 62 indikator. Setiap standar terdiri atas sejumlah komponen yang mengacu pada masing-masing standar nasional pendidikan sebagai dasar bagi sekolah dalam memperoleh informasi kinerjanya yang bersifat kualitatif. Setiap komponen terdiri dari beberapa indikator yang memberikan gambaran lebih menyeluruh dari komponen yang dimaksudkan.
Bukti fisik yang tersedia digunakan sebagai bahan dasar untuk menggambarkan kondisi sekolah terkait dengan indikator yang dinilai. Untuk itu perlu dimanfaatkan berbagai sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai bukti fisik misalnya catatan
Kolom ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik pada instrumen EDS/M diisi uraian singkat yang menjelaskan situasi nyata yang terjadi di sekolah sesuai
dengan indikator pada setiap komponen yang mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal dan Standar Nasional Pendidikan.
Deskripsi indikator yang menggambarkan kondisi nyata dan spesifik untuk setiap indikator akan memudahkan sekolah dalam menyusun rekomendasi untuk perbaikan maupun peningkatan sekaligus menentukan rencana pengembangan sekolah berdasarkan rekomendasi dan prioritas sekolah.
Anggota TPS secara bersama mencermati instrumen EDS/M pada setiap indicator dari setiap komponen dan setiap standar. Dalam pengisian intrumen EDS/M, anggota TPS harus merujuk kepada Peraturan Menteri atau Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan SPM dan SNP. Deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik menjadi rujukan bagi anggota TPS untuk menentukan posisi tahapan pengembangan sekolah.
Sekolah kemudian membandingkan deskripsi setiap indikator dengan rubrik yang ada dibawahnya untuk melihat posisi tahapan pencapaian. Sekolah kemudian memilih rubrik yang lebih mendekati atau sama dengan deskripsi sekolah untuk kemudian memberi tanda centang (√) pada tahapan pengembangan yang bersesuaian. Tahapan pengembangan pada setiap indikator menggambarkan keadaan seperti apa kondisi kinerja sekolah pada saat dilakukan penilaian terkait dengan indikator tertentu. Tahapan pengembangan ini memiliki makna sebagai berikut:
1. Tahap ke-1, belum memenuhi SPM. Pada tahap ini, kinerja sekolah mempunyai banyak kelemahan dan membutuhkan banyak perbaikan.
2. Tahap ke-2, memenuhi SPM. Pada tahap ini, terdapat beberapa kekuatan dan kelemahan tetapi masih sangat butuh perbaikan.
3. Tahap ke-3, memenuhi SNP. Pada tahap ini, kinerja sekolah baik, namun masih perlu peningkatan.
4. Tahap ke-4, melampaui SNP. Pada tahap ini, kinerja sekolah sangat baik, melampaui standar yang telah ditetapkan.
Dari uraian di atas dinyatakan bahwa tahap ke-2, memenuhi SPM. Benarkah ini ?
SPM adalah akronim dari Standar Pelayanan Minimal. Dasar hukum SPM yang sudah merujuk pada SNP adalah Permendiknas No 15 tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di Kab/Kota. Standar pelayanan minimal pendidikan dasar selanjutnya disebut SPM
Pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan daerah kabupaten/kota.
SPM Pendidikan Dasar di Kab/Kota mempunyai 27 indikator, yaitu indicator 1 – 14 untuk pemkab/pemkot, sedangkan indikator 15 – 27 untuk Pendidikan dasar, yaitu jenjang SD/MI & SMP/MTs.
Mari kita telaah untuk jenis pelayanan standar sarana & prasarana pada indikator 15-16-17 & 18. Indikator 15 = Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik. Indikator 16 = Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik Indikator 17 = Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA. Indikator 18 = Setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi.
Kapan SD memenuhi SPM untuk standar sarana & prasarana ?
Berdasarkan indikator 15, 17 dan 18 maka SD yang jumlah siswanya kelas 1 s/d kelas 6 jumlahnya berjumlah 28 siswa maka ringkasan deskripsi kondisi sekolahnya sbb : Sekolah kami sudah menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup : Kelas 1 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 2 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 3 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 4 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 5 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 6 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 1 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 2 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 3 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 4 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 5 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 6 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 1 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 2 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 3 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 4 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 5 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 6 IPA = 28 Untuk 28, Kelas 1 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 2 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 3 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 4 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 5 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 6 IPS = 28 Untuk 28 Siswa (untuk indikator 15), Sekolah memiliki : satu set peraga IPA Sekolah memiliki : model kerangka manusia, Sekolah memiliki : model tubuh manusia, Sekolah memiliki : bola dunia (globe), Sekolah memiliki : peralatan optik, Sekolah memiliki : kit IPA untuk eksperimen dasar, Sekolah memiliki : poster/carta IPA (Indikator 17). Sekolah memiliki i 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi (Indikator 18). Jika ringkasan deskripsi kondisi sekolahnya seperti terurai di atas yang berarti untuk indicator 15, 17 dan 18 sudah tercapai maka untuk standar sarana & prasarana sekolah tersebut sudah memenuhi SPM.
Jika kondisi sekolah seperti terurai seperti di atas dan sekolah tersebut benar-benar memiliki bukti fisiknya, jika sekolah tersebut melakukan EDS maka Ringkasan Deskripsi Indikator Berdasarkan Bukti Fisik adalah sbb. Sekolah kami sudah menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup: Kelas 1 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 2 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 3 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 4 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 5 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 6 Bahasa Indonesia = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 1 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 2 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 3 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 4 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 5 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 6 Matematika = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 1 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 2 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 3 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 4 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 5 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 6 IPA = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 1 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 2 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 3 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 4 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 5 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Kelas 6 IPS = 28 Untuk 28 Siswa, Sekolah kami sudah memiliki : satu set peraga IPA Sekolah kami sudah memiliki : model kerangka manusia, Sekolah kami sudah memiliki : model tubuh manusia, Sekolah kami sudah memiliki : bola dunia (globe), Sekolah kami sudah memiliki: peralatan optik, Sekolah kami sudah memiliki : kit IPA untuk eksperimen dasar, Sekolah kami sudah memiliki : poster/carta IPA. Sekolah memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi.
Jika ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik seperti di atas dan sekolah tersebut sudah memenuhi SPM maka sebenarnya sekolah tersebut masuk dalam tahap pengembangan ke 2. Apakah kenyataannya demikian ? Mari kita lihat indicator yang cocok dan rubrik untuk pencapaian tahap pengembangan ke 2. Indikator yang cocok adalah untuk 5. standard sarana & prasarana, komponen 5.1 Sarana sekolah sudah memadai, dan indikator 5.1.3. Sekolah memenuhi standar terkait dengan penyediaan alat dan sumber belajar termasuk buku pelajaran. Seperti telah diuraikan di atas, Jika ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik seperti di atas dan sekolah tersebut sudah memenuhi SPM maka sebenarnya sekolah tersebut masuk dalam tahap pengembangan ke 2. Bagaimana untuk rubrik tahap pengembangan ke 2 pada indikator 5.1.3 ? Sekolah kami memenuhi SPM terkait dengan ukuran ruangan, jumlah ruangan, persyaratan untuk sistem ventilasi, dan lainnya.
Ketika ditanyakan kepada peserta Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara, jika ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik seperti di atas apakah sekolah tersebut bisa dimasukkan dalam tahap pengembangan ke 2 ? Apakah jawaban peserta Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara ? “Tidak Bisa” ! Mengapa ? Apakah jawaban peserta Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara ? Ada yang menjawab indikator tidak cocok dengan rubrik. Namun ada juga yang menjawab Rubrik tidak cocok dengan ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik tahap pengembangan ke 2.
Apakah benar pernyataan peserta Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara yang menjawab indikator tidak cocok dengan rubrik. Apa indikatornya ? 5.1.3. Sekolah memenuhi standar terkait dengan penyediaan alat dan sumber belajar termasuk buku pelajaran. Apa rubrik tahap pengembangan ke 2 ? Sekolah kami memenuhi SPM terkait dengan ukuran ruangan, jumlah ruangan, persyaratan untuk sistem ventilasi, dan lainnya. Apakah benar bahwa indicator tidak cocok dengan rubrik ? Apakah benar pernyataan peserta Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara yang menjawab Rubrik tidak cocok dengan ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik tahap pengembangan ke 2 ? Ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik yang mengacu pada SPM (Permendiknas 15/2010) standard sarana & prasarana di atas hanya mendeskripsikan buku dan sumber belajar {sumber belajar menurut Association Educational Comunication and Tehnology AECT (As’ari, 2007) sumber belajar yaitu berbagai atau semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar. Dan Sumber belajar menurut AECT (Suratno, 2008) meliputi semua sumber yang dapat digunakan oleh pelajar baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informasi, untuk memberikan fasilitas belajar. Sumber itu meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan tata tempat}. Sementara rubric tahap pengembangan ke 2 mencakup ukuran ruangan, jumlah ruangan, persyaratan untuk sistem ventilasi. Sekali lagi apakah benar pernyataan peserta Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara yang menjawab indikator tidak cocok dengan rubric ? Silahkan berkomentar !
Apakah benar pernyataan peserta Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara yang menjawab bahwa rubrik tidak cocok dengan ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik tahap pengembangan ke 2 ? Bagaimana alur pikir jawaban tersebut. Jika ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik seperti yang terurai di atas karena sudah memenuhi indicator 15, 17 dam 18 maka sekolah tersebut sudah memenuhi SPM. Namun ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik tersebut tidak dapat dipaksakan untuk masuk dalam tahap pengembangan ke 2. Uraian deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik hanya mencakup buku dan sumber belajar, sementara rubrik tahap pengembangan ke 2 mencakup ukuran ruangan, jumlah ruangan, persyaratan untuk sistem ventilasi.
Peserta semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara yang dilaksanakan dari tanggal 1 – 3 November 2011 yang menyoroti indikatornya 5.1.3. tetap berkesimpulan bahwa indikator tidak cocok dengan rubrik. Dan Rubrik tidak cocok dengan ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik tahap pengembangan ke 2. Bagaimana solusinya ? Pertama, membuat harmonisasi antara indikator dan rubrik. Kedua perlu ditelaah dan dikaji lebih mendalam tentang pemaknaan tahapan pengembangan seperti Tahap ke-1, belum memenuhi SPM,
tahap ke-2, memenuhi SPM tahap ke-3, memenuhi SNP dan tahap ke-4, melampaui SNP dikaitkan dengan tujuan antara dalam Permendiknas No 63 tahun 2009 tentang membangun budaya mutu.
Kesimpulan dan solusi tersebut adalah suatu alternatif pemikiran dari peserta yang berjumlah 36 orang dan 3 nara sumber. Sekali lagi tidak menutup kemungkinan bahwa pemikiran-pemikiran itu ada titik lemahnya, pemikiran-pemikiran itu salah alias tidak benar ataupun pemikiran-pemikiran itu kurang tepat. Untuk itu tidaklah salah kalau pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara dipublikasikan ke mililis guna mendapatkan umpan balik dari berbagai pihak guna meluruskan pemikiran dan meluruskan pemikiran agar ke 36 orang peserta dan 3 nara sumber Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sulawesi Tenggara tahun 2011 tidak mengambil jalan yang sesat alias berpikir tersesat.
Selamat menghindari kesesatan . . . . . .
PEMETAAN MUTU DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
PEMETAAN MUTU
DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
Oleh : Eri B Santosa
Mantan Kepala STM Negeri Raha
Widyaiswara Madya LPMP Sultra
Spesialisasi Penjaminan Mutu Pendidikan
Dari tanggal 1 s/d 3 November 2011 yang lalu LPMP Sulawesi Tenggara melaksanakan kegiatan Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan. Dalam kegiatan tersebut lembaga mempercayakan pada penulis untuk menjadi pemrasaran sekaligus narasumber. Dalam kesempatan tersebut penulis mempersiapkan judul-judul 1. Penjaminan Mutu Pendidikan Berbasis SPM, 2. Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan Melalui EDS (Penentuan Tahap Pengembangan Masalah & Solusinya), 3. Telaah Evaluasi Diri Sekolah Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan. 4. Siklus Penjaminan Mutu Pendidikan Berbasis SPM. Dan 5. Siklus Penjaminan Mutu Pendidikan Berbasis Hasil Akreditasi. Hari pertama menelaah 2 judul, hari ke dua menelaah 2 judul dan hari terakhir menelaah 1 judul.
Yang cukup menarik dari pertemuan itu adalah pada hari kedua. Hari kedua muncul pendapat dari salah seorang peserta yang berpendapat bahwa hasil EDS dijadikan peta mutu. Peserta yang mempunyai kelebihan tersebut, dengan berbekal keberanian, pengalaman dalam pengisian EDS dan alur berpikir yang runtut dan logis berbeda pendapat dengan penulis selaku nara sumber. Akhirnya penulis menunda pembahasan tersebut dan malamnya mempersiapkan tulisan dengan judul Pemetaan Mutu Dalam Sistem Penjaminan Mutu dan merupakan judul keenam. Bak Bandung Bondowoso, demi kepuasan pelanggan konsep itu dapat jadi dalam semalam.
Pertanyaannya, apa isi dari Pemetaan Mutu Dalam Sistem Penjaminan Mutu menurut versi penulis ? Dasar hukum Sistem Penjaminan Mutu adalah Permendiknas 63/2009 Tentang Sistem Penjamin-an Mutu Pendidikan. Dalam pasal 2 ayat (2) Tujuan antara penjaminan mutu pendidikan adalah terbangunnya SPMP termasuk :
a. terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal;
b. pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal pada satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah;
c. ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal;
d. terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan nonformal yang dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau program pendidikan;
e. terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah.
Secara jelas dalam tujuan antara ini poin (d) adalah terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan nonformal yang dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau program pendidikan;
Peta dalam Kamus Bahasa Indonesia artinya adalah gambaran atau lukisan pada kertas dsb yang menunjukkan letak tanah, laut,sungai, gunung dsb. Berdasarkan batasan tersebut penulis memberikan diri bahwa Peta Mutu dapat dimaknai Gambaran mutu.
Dalam Permendiknas 63/2009 Tentang Sistem Penjamin-an Mutu Pendidikan dalam pasal 20 dinyatakan bahwa Kegiatan penjaminan mutu pendidikan formal dan nonformal terdiri atas:
a. penetapan regulasi penjaminan mutu pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota berdasarkan peraturan perundang-undangan;
b. penetapan SPM;
c. penetapan SNP;
d. penetapan prosedur operasional standar (POS) penjaminan mutu pendidikan oleh penyelenggara satuan pendidikan atau penyelenggara program pendidikan;
e. penetapan prosedur operasional standar (POS) penjaminan mutu tingkat satuan pendidikan oleh satuan atau program pendidikan;
f. pemenuhan standar mutu acuan oleh satuan atau program pendidikan;
g. penyusunan kurikulum oleh satuan pendidikan sesuai dengan acuan mutu;
h. penyediaan sumber daya oleh penyelenggara satuan atau program pendidikan;
i. pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan oleh Pemerintah;
j. pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah provinsi;
k. pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah kabupaten atau kota;
l. pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan oleh penyelenggara satuan atau program pendidikan;
m. pemberian bantuan dan/atau saran oleh masyarakat;
n. supervisi dan/atau pengawasan oleh Pemerintah;
o. supervisi dan/atau pengawasan oleh pemerintah provinsi;
p. supervisi dan/atau pengawasan oleh pemerintah kabupaten atau kota;
q. supervisi dan/atau pengawasan oleh penyelenggara satuan atau program pendidikan;
r. pengawasan oleh masyarakat ;
s. pengukuran ketercapaian standar mutu acuan; dan
t. evaluasi dan pemetaan mutu satuan atau program pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota.
Secara jelas dalam poin (s) adalah pengukuran ketercapaian standar mutu acuan. Apa yang dimaksud mutua cuan. Mari kita lihat pasal 10. Dalam pasal 10 ayat (1) dinyatakan bahwa Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan atau program pendidikan ditujukan untuk memenuhi tiga tingkatan acuan mutu, yaitu:
a. SPM;
b. SNP; dan
c. Standar mutu pendidikan di atas SNP.
Artinya apa ? Acuan mutunya adalah SPM, SNP dan di atas SNP.
Penulis mencoba untuk melakukan telaah rasional EDS/M terkait “Peta Mutu” dan telaah yuridis EDS/M terkait “Peta Mutu”.
Telaah Rasional EDS/M Terkait “Peta Mutu”.
Dalam melaksanakan EDS/M ini sekolah yang dalam hal ini adalah Tim Pengembang Sekolah (TPS) mengisi instrument EDS/M mulai dari mengumpulkan bukti fisik dan mengisi dalam kolom bukti fisik, menulis Ringkasan Deskripsi Indikator Berdasarkan Bukti Fisik, menentukan tahapan pengembangan (bisa 1 yang dimaknai dibawah SPM; bisa 2 yang dimaknai mencapai SPM, 3 yang dimaknai mencapai SNP atau 4 yang dimaknai mencapai di atas SNP) dan menyusun rekomendasi. Rekomendasi tersebut dikonversi ke uraian program yang tertuang dalam RKS.
Pengisian instrumen EDS/M dalam kolom bukti fisik, penulisan ringkasan deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik, menentukan tahapan pengembangan dan menyusun rekomendasi sangat tergantung dari Keseriusan & Kemampuan terhadap Interpretasi Instrumen
dan pemahaman SPM maupun 8 SNP. Dalam sekolah yang sama apabila dilakukan EDS oleh 2 TPS yang berbeda dengan waktu yang didesain tidak ada jeda serta dengan perbedaan keseriusan & emampuan terhadap Interpretasi Instrumen dan pemahaman SPM maupun 8 SNP sangat memungkinkan hasil pengisiannya berbeda. Menurut hemat penulis berdasarkan pemikiran tersebut maka EDS tidak bisa dijadikan peta mutu.
Menurut hemat penulis perbedaan ini tidak apa-apa, yang penting adalah prosesnya dalam rangka mencapai tujuan antara poin a, yaitu terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal (Pasal 2 ayat (2).
Telaah Yuridis EDS/M Terkait “Peta Mutu”
Dalam Permendiknas 63/2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam pasal 20 dinyatakan bahwa poin (t) dinyatakan bahwa evaluasi dan pemetaan mutu satuan atau program pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota. Menurut hemat penulis, pernyataan di atas cukup jelas bahwa pemetaan mutu dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota. Menurut hemat penulis (tidak menutup kemungkinan bahwa pemikiran penulis salah), hal di atas bisa dimaknai bahwa proses pengisian instrumen pengukuran untuk pemetaan mutu sampai hasilnya menurut ketentuan yang dapat melakukan adalah Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota. Asumsi penulis (tidak menutup kemungkinan bahwa pemikiran penulis salah), bahwa kegiatan EDS proses pengisian instrumen sampai hasilnya dilakukan oleh sekolah. Jadi berdasarkan hal itu maka sesuai pasal 20 dinyatakan bahwa poin (t) pemetaan mutu tidak bisa dilakukan oleh sekolah.
Dalam Permendiknas 63/2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam pasal 2 dinyatakan bahwa Pengukuran ketercapaian standar mutu acuan dilakukan melalui: a. audit kinerja; b. akreditasi; c. sertifikasi; atau d. bentuk lain pengukuran capaian mutu pendidikan. Audit kinerja, akreditasi dan sertifikasi pelakunya adalah dari pihak eksternal Menurut hemat penulis (tidak menutup kemungkinan bahwa pemikiran penulis salah) untuk pernyataan bentuk lain pengukuran capaian mutu pendidikan penulis asumsikan dari pihak eksternal. Sehingga untuk pasal 2 Permendiknas 63/2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pengukuran ketercapaian standar mutu acuan dilakukan oleh pihak eksternal.
Dari telaah rasional EDS/M terkait “Peta Mutu” dan telaah yuridis EDS/M terkait “Peta Mutu” di atas, penulis berpendapat bahwa hasil EDS berdasarkan Permendiknas 63/2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan tidak dapat dijadikan pemetaan mutu.
Dari Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sultra yang mendiskusikan tentang Pemetaan Mutu Dalam Sistem Penjaminan Mutu yang alur pikirnya terurai di atas berdasarkan Permendiknas 63/2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan maka semua peserta Semiloka Penjaminan Mutu Pendidikan di LPMP Sultra yang berlangsung dari tanggal 1 – 3 November 2011 menyetujui bahwa EDS tidak dapat dijadikan pemetaan mutu. Atau ada yang berpendapat lain ?
Dengan berbesar hati, siapapun boleh untuk tidak sependapat, siapapun boleh tidak setuju, siapapun boleh mengatakan bahwa apa yang penulis pikirkan di atas adalah salah. Sehingga tanggapan, kritikan, sanggahan atau apapun namanya akan penulis terima dengan hati terbuka & lapang dada walaupun dengan tidak membuka buah dada . . . .
Selamat Mengoreksi & Mengkritisi . . . . . .
Perjuangan EDS
PUISI :
Perjuangan EDS
Karya : Kang EBES
Kawan . . . .
Trima kasih kirimanmu. . .
Kata bijak penuh makna. . .
Selamat berjuang menebar benih penjaminan mutu
Selamat berjuang meningkatkan etos kerja WI
Kata bijak penuh makna. . .
Dari sobat yang lama tak bersua
Menginspirasi membuat karya nyata.
Dari suaramu yang berkata
Selamat membangun WI yang kritis
Selamat membangun pemikiran konstruktif
Kawan . . . .
Hati teriris dan bertanya . . .
Menyikapi kata bijak penuh makna
Mengapa datangnya dari luar sana ?
Mengapa datangnya bukan dari sini ?
Kawan . . .
Ditengah kegalauan ketidak pastian lembaga
Separuh jiwa nyaris terenggut pembubaran
Dipelupuk mata terbayang ketidak pastian menganga
Diufuk kalbu terbayang anak istri akan merana
Karna pembubaran lembaga didepan mata
Kawan . . .
Kegalauan sirna ketika rahmad datang
Sukma menjerit menyambut dengan girang
Raga bersiaga menyambut awan harapan
Badan baru tercipta badan penjaminan mutu pendidikan
Kawan . . .
Masih ingat lagunya Anang Darmansah
Separuh jiwaku pergi ditinggal Krisdayanti
PMPTK bubar membuat jiwa resah
Badan baru mengharap kita bekerja dengan hati
Kawan . . .
Sampeyan bertanya dengan hati ?
Ya . . . . Dengan hati ? . . .
Dengan ketulusan. . . .
Dengan kesungguhan . . . .
Dengan ketekunan . . . .
Sepi ing pamrih rame ing gawe . . .
Kawan . . .
Apa katamu . . .
Tidak mungkin ? . . .
Dengar kawan . . .
Suara lantang Salam EDS . . .
Suara bergelora Salam kompak . . .
Ya . . . .
Dengan kompak kita berjalan bersama
Dengan kompak kita berjalan kesana
Mempertaruhkan harga diri demi citra lembaga
Semua itu membutuhkan resapan pesanmu
Selamat berjuang menebar benih penjaminan mutu
Selamat berjuang meningkatkan etos kerja WI
Selamat membangun WI yang kritis
Selamat membangun pemikiran konstruktif
Sistematisasi SPMP
SISTEMATISASI SPMP
Karya : Eri B Santosa
Kawan . . .
Negeri kita diujung nestapa
Gempa bertubi menimpa negeri
Air bah datang menerjang tanpa tanya
Tanah longsor menghujam menimbun manusia
Kawan . . .
Negeri kita diujung nestapa
Dari TV one tergambar fakta
Dua profesor beradu tanya
Dua tokoh memadu argumentasi
Nyaris adu jotos ditayang TiVi
Kawan . . .
Negeri kita diujung nestapa
Suara rekaman Anggodo membelakkan mata
Lembaga hukum kita bermain mata
Menutup mata keadilan
Menutup nurani kebenaran
Semuanya karena kesilauan harta
Kawan . . .
Negeri kita dilanda nestapa
Kemendiknas 129.a.2004 menyapa kita
Hanya dokumen mati menatap sepi
Tiada peduli terimplementasi
Kawan . . .
Akankah terulang lagi ?
Ketika Permendiknas 63/2009 reinkarnasi
Akan menjadi dokumen mati yang menatap sepi
Apa jawab kita kawan . . . ?
Kawan . . .
Akankah kita akan tidak peduli ?
Akankah kita pembawa nestapa negeri ?
Ayo kawan . . . .
Jawab kawan . . .
Katakan . . . . . tidak . . . . .
Mari kawan . . .
Singsingkan lengan kita
Bulatkan tekad kita
Pompa itikad kita
Kawan . . .
Biarkan mereka membuang enerji
Membuang waktu berpacu masuk TV
Berdebat beradu argumentasi
Menguak KPK yang di Kriminalisasi
Kawan . . .
Mari kita berpacu melawan waktu
Menjabarkan penjaminan waktu
Mengkonsep & beradu argumentasi
Guna menghasilkan sistemisasi
Yaitu, Sistemisasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Refleksi Kasihan Kang Eri
KASIHAN Kang Eri,.......
Termenung diujung sana
mendambakan hal yang sama
bagi semua anggota
di setiap klaster,.... ..., klaster dan klasterrrrrrrr, ........
mampukah membaca makna,
mampukah mebaca isyarat mu,......
sebuah harapan.....
SISTIMATIKA, ...... yang tak kunjung berujung.
KANG ERI, MAJU TERUS MENGGAPAI WAKTU ,
SISIHKAN ARGUNMENTASI TAK BERUJUNG,... .......
Padahal tantangan tuntutan didepan mata,
Ayo buktikan nyalimu,.... siapa yang bisa,......! !!!!!(Masa sih,....kalah sama gudang garam merah)
PUISI :
“Refleksi Kasihan Kang Eri”
Karya : Eri B Santosa
Ya Kawan . . . . . aku paham . . .
Ya kawan . . . . . aku mengerti . . .
Ditengah kepentingan pemegang saham
Diantara mereka yang tak mau mengerti
Bukan karena tidak peduli
Bukan karena takut tersaingi
Namun sejarah & waktu yang akan menjadi bukti
Kawan . . . .
Perjuangan ini bermula di dua ribu tuju
Perjalanan panjang untuk proses mencari diri
Hanya jawaban SPMP yang dicari
Proses kadang aneh dengan nada setuju yang susah dimengerti
Bukan karena iri dan dengki
Namun kadang gusar karena mis filosofi
Dalam penerapan SPMP yang jangan sampai mati
Kawan . . .
SPMP 63/2009 tak kan bisa berdiri sendiri
Masih ada PP 19/2005 Tugas LPMP tersembunyi
Masih ada Permen 07/2007 tentang LPMP Tupoksi
Masih ada konsep data-analisis-hasil dan rekomendasi
Kalau berarti, harus ada fasilitasi
Masih ada PP 19/2005 tentang penjaminan mutu satuan pendidikan
Kata “Wajib” melaksanakan tidak lagi dapat dipungkiri
Karya Mandikdasmenpun tidak pernah sepi
Konsep SPM lahir untuk difahami
Salah satunya yang penting untuk dimengerti
Mencari jawab untuk diimplementasi
Hubungan SPM, SNP, Akreditasi & Penjaminan Qualiti (Slide 8)
Kawan . . .
Semuanya jangan berjalan sendiri-sendiri
Jangan ego untuk pemuas diri
Jangan munafik mengatasnamakan untuk negeri
Semua diatas harus dikolaborasi
Dalam suatu pemikiran yang penuh isi
Jangan terjebak hanya pada Evaluasi Diri
Yang masih ragu cantelan regulasi
Kawan . . .
SPMP 63/2009 tak kan bisa berdiri sendiri
SPMP 63/2009 jangan biarkan sendiri
SPMP 63/2009 jangan dijadikan dokumen mati
Seperti kakaknya Kepmen 0129a/2004 yang mati tak terimplementasi
Kawan . . .
Kita berjalan bersama saat ini
Menuju pada ujung SPMP yang terimplementasi
Jangan ragu akan fenomena saat ini
Lambat atau cepat pasti semua harapan terjadi
Kawan . . .
Kita sepaham mestinya apa yang kita lakukan saat ini ?
Membuat skenario baru untuk membuat strategi
Implikasi dari berubahnya Draft Permen SPPMP
Nyatanya yang ada Permen 63/2009 yang ada disini
Kawan . . .
Permen 63/2009 jangan biarkan dia kepanasan
Jangan biarkan dia layu tak berkembang dan akan mati
Bukalah baju pasal-pasal untuk dimengerti
Dikaitkan dengan aturan lain yang sevisi
Untuk membuat Pola Penjaminan Mutu yang kita ingini
Kawan . . . .
Kita harus menyadari bersama
LPMP anak PMPTK … . .SPMP adik LPMP
LPMP harus mengawal SPMP
SPMP muaranya untuk sekolah
LPMP bekerja untuk sekolah
Namun, Sekolah bukan milik LPMP
Sistem yang membatasi antara sekolah & LPMP
Untuk itu kawan . . . .
Sebuah asa yang mungkin tergapai
Sebuah pemikiran yang najis untuk tergadai
Bila Pola Penjaminan Mutu sudah berwujud
Dengan penuh syukur dan sujud
Kita harus bangun dan bangun
Ya . . . . untuk kesuksesan SPMP
Untuk keberhasilan kita semua
Yang sudah mencicipi anggaran manca Negara
Entah itu hutang ataupun bantuan
Untuk membangun, ya . . . . membangun
Sistematisasi Pola SPMP
Kawan . . .
Saya memaknai ungkapanmu
Saya gembira dengan puisimu
Saya senang dengan empatimu
Hanya satu yang kupinta
Doamu menguatkan hatiku dan pikiranku
Hatiku untuk menjalankan hidup dengan baik
Pikiranku untuk menghasilkan pikiran yang benar
Kawan . . .
Masih ada satu pintaku
Doamu . . . . ya . .. . doamu . . .
Agar prinsip yang kutanam tidak sirna karena waktu
Agar prinsip yang kupelihara tidak luntur karena kepentingan
Apa kawan prinsipku ?
Apa kawan prinsipku ?
Tiada kata “menyerah” di dalam kamusku
Kecuali, “maut” sudah menjemputku
TANGISAN & SENYUMAN PERTIWI
TANGISAN & SENYUMAN PERTIWI
Karya : Eri B Santosa
Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Mas Intan yang kau kenang
Gunung hutan sawah lautan
Simpanan kekayaan
Denting gitar mengalun sendu
Diantara tetesan hujan menatap pilu
Mendengar bait-bait suara merdu
Menyenandungkan bulir-bulir masa lalu
Tuhan .....
Tempat aku berteduh
Dimana aku mengeluh
Dengan tiada keluh
Gesekan biola terdengar merdu
Diantara perilaku kemunafikan manusia
Saat susah teringat akan Tuhan
Fakta perilaku tak kenal Tuhan
Pada siapa aku mengadu ?
Akhirnya mengadu pada Tuhan
Itulah gelegar suara Susno Duaji
Memecah keharuan sidang Komisi
Ya Allah aku bersumpah . . .
Suara insan disana berkopiah
Mata sendu menatap pilu
Suara M.Yasin menusuk sembilu
Suara parau Bibit mengaru biru
Tersungging keriput terlihat pilu
Tak beda mengucap Tuhan
Tiada tahu apa makna semua itu
Rakyat century bingung menatap pasrah
Yang telanjang melihat negeri terjarah
Yang latah menyebut Tuhan Allah
Diantara mereka yang tak mau mengalah
Tidak ada satupun yang mengaku salah
Rakyatpun akhirnya berserah pada Allah
Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Mas Intan tergadaikan
Gunung hutan sawah lautan
Tersimpan bencana alam
Kini ibu sedang lara
Memikirkan Ka Pe Ka
Kini kita bertemu muka
Dalam ajang membahas QA
Paham akan kesesuaian 345 KMA
Guna kemajuan anak bangsa
Kini kita bertemu muka
Berikan peluang senyuman pertiwi
Satukan tekad untuk mengabdi
Bulatkan itikad untuk Be De Ka
Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersuka ria
Tersungging Senyuman bahagia
Menyaksikan BDK Surabaya
Tanpa Dukungan dalam DIPA
Mampu melakukan karya nyata
Bersama para widyaswara
Sepakat untuk membentuk Tim QA
Secercah di negeri pembedebah
Secercah Harapan di Negeri Pembedebah
By : Eri B Santosa
(=Dibacakan Pada Lokakarya Dewan Pendidikam Sultra
Di hotel Qubra 8 Desember 2011=)
Kawan . . .
Masih ingatkah Adhie Masardi bersumpah Serapah
Membacakan puisi dengan bersusah payah
Dipentas TV dengan wajah menengadah
Berteriak parau tentang negeri para pembedebah
Kawan . . .
Dinegeri yang dibedebahkan
Kerja benar disalahkan
Tak kuasa bersuara selain pasrah
Menunggu nurani para pembedebah
Kawan . . .
Dinegeri para pembedebah
Sistem dibangun menimbang darah
Kesungguhan dimatikan semakin parah
Kawan . . .
Dinegeri para pembedebah
Tak peduli pertiwi histeris menangis
Kantung mereka tetap menengadah menganga
Dengan tanpa memperhatikan mutu dan tangisan negeri
Bersiul bernyanyi menguras devisa mengais kenikmatan dunia
Dalam kegiatan yang kadang tak trasa bermakna
Kawan . . .
Dinegeri para pembedebah
Penjaminan mutu dijadikan promosi untuk diri
Konon laporannya untuk perbaikan negeri
Fakta penerapannya terasa ngeri
Kadang tanpa perencanaan yang pasti & berarti
Kawan . . .
Dinegeri para pembedebah
Jangan pusingkan dia yang membedebahkan negeri
Walaupun fakta negeri ini tergadai
Tapi langkahkan kakimu untuk berandai
Kawan . . .
Hentakkan langkah kakimu
Satukan padu menuju satu tuju
Langkahkan kesungguhan Memajukan negeri
Tekadkan diri dengan semangat mengabdi
Bangunlah negeri dengan gelora dan sepenuh hati
Kawan . . .
Lihatlah disana sini
Mereka semua menanti dengan tidak pasti
Anak bangsa harap-harap cemas terus menanti
Kandidat cucu-cucu bangsa tiarap berharap dengan perasaan ngeri
Peristiwa bersejarah yang menggagalkan sebuah negeri yang nyaris mati
Menggagalkan menuju negeri pembedebah yang tanpa hati
Kawan . . .
Semua pakar pendidikan berikrar setuju
Mempropagandakan pentingnya perananmu
Lipham James berkata Kasek kekuatan sentral kekuatan penggerak
Paula F. Silver berujar kepala sekolah pembentuk iklim sekolah
Robert Stinger bersuara kasek pendorong utama peningkatan kinerja
De Roche, berkata kepala sekolah "the key person"
Sergiovanni, berujar kepala sekolah "the key person"
Ibrahim Bafadhal, bersuara kepala sekolah "the key person"
Kawan . . .
Suara terulang . . . ulang . . . . ulang
The key person .. . the key person . . . the key person . . .
Kutitipkan pesan pendahulu negeri yang sudah mati
Kuingatkan akan jerih payah nenek moyangmu yang gigih demi negeri
Berjuang makna bersimbah darah memerdekakan negeri demi harga diri
Untuk cucu-cucu yang ternyara sekarang tak tahu diri
Kawan . . . Saat itu . . . .
Nenek moyang kita berpikir tidak berorientasi materi
Perjuangan mereka untuk mengartikulasi diri
Supaya harga diri kita tetap tegak berdiri diantara negeri
Diantara bangsa-bangsa yang selalu iri akan anugerah materi
Diantara bangsa-bangsa yang terlalu iri melihat talenta anak negeri
Kawan . . .
Kami semua tahu akan amanahmu
Kami semua tahu akan beban perasaanmu
Diantara ketakutan dan ketidak pastian posisimu
Diantara bergentayangan parakan-parakan dana Bosmu
Diantara bergerilya calo calo kedudukan jabatanmu
Tapi kawan . . .
Pahamkan dirimu dan kuatkan imanmu. . .
Nyalakan lentera dalam secercah kekuatan
Dipundakmu teremban sebongkah harapan
Ditekadmu menganga sebuah asa yang menggelora
Kawan . . .
Belalakkanlah matamu dan Bangunlah kawan . . . .
Singsingkan bajumu dan Berdirilah kawan . . .
Hentakkan langkahmu dan Larilah kawan . . . .
Tekadkan diri mu dan Hindarkan petaka dari negeri ini
Hindarkan petaka negeri dan Kibarkan pataka . . . .
Hindarkan petaka negeri dan Kibarkan pataka . . . .
Ya . . . . . Kibarkan Pataka kawan . . . .
Kibarkan pataka kejayaan sekolahmu dengan nurani yang penuh arti
Suaramu suaraku
Suaramu Suaraku
Pak . . . .
Suaramu menggelegar terngiang terdengar.
Dalam pembukaan Diklat Master Trainer
Dihotel berbintang dalam suasana hingar bingar
Guna membangun negeri yang sedang keblinger
Pak . . . .
Tepuk tangan riuh mendengar suaramu.
Desah bariton ngebas menggema haru biru
Membelah ruang menembus waktu diawan biru
Sampai diujung negeri yang sedang bersendu
Pak . . . .
Suara Indonesia Raya merdu berkumandang
Sebagai wujud cinta pada negeri di tanah gadang
Disusul suara doa menggema sampai seantero padang
Teriring suara adzan menggelora ditengah negeri yang malang
Pak . . . .
Keriuhan bukan lantaran suaramu merdu.
Keriuhan bukan lantaran decak kagum langkahmu
Tetapi . . . . keriuhan karena suara jabatanmu
Menggema membereskan pilar pokok pendidikan terbaru
Pak . . . .
Tidak pernah ada yang akan menyangkal.mu
Tidak pernah ada yang berani membantah ucapanmu
Sekumpulan widyaiswarapun tetap akan mengangguk tanda setuju
Apa lagi widyaiswara yang berdiri dibawah kuasamu
Pak . . . .
Suara lantang menggema menusuk kalbu
Di tengah jaman yang cenderung palsu
Bereskan . . . bereskan . . . bereskan
Pengawas . . . . Kepala sekolah ..... dan Guru . . . .
Pak . . . .
Bereskan . . . bereskan . . . bereskan
Pengawas . . . . Kepala sekolah ..... dan Guru . . . .
Ada sedikit Tanya dalam kalbu
Benarkah semua ungkapanmu ?
Pak . . . .
Bereskan . . . bereskan . . . bereskan
Pengawas . . . . Kepala sekolah ..... dan Guru . . . .
Ada sedikit Tanya dalam kalbu
Siapa yang bertanggung jawab membangun mereka itu ?
Pak . . . .
Aku setuju dengan suara kalbumu
Widyaiswara mendiklat membangun mereka itu
Dengan materi dan persiapan yang sangat bermutu
Apa lagi ditopang oleh Badan Penjaminan Mutu
Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Sayup-sayup terdengar bersuara tanpa lagu
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada diklat tanpa kurikulum yang baku
Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Sayup-sayup terdengar bersuara tanpa lagu
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada diklat tanpa persiapan yang bermutu
Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Sayup-sayup terdengar bersuara tanpa lagu
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada diklat yang kamar pesertanya tertumpuk jadi satu
Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada pelaksanaan diklat yang terasa lucu
Tanpa menggunakan kurikulum baku dan bermutu
Suara kritis disambut pergi meninggalkan tak tepat waktu
Pak . . . .
Apakah kau dengar suara itu ?
Ada pelaksanaan diklat yang terasa lucu
Beda pendapat dianggap perilaku tabu
Peserta dianggap sebagai insan yang dungu & tak tahu
Pak . . . .
Dengarkan suara itu
Suara itu tanpa tendensi mencari brutu
Dengarkan suara itu ?
Demi citra dan harga diri Badan Penjaminan Mutumu
Dengarkan suara itu ?
Demi kejayaan negerimu yang sedang terpuruk lesu
Pak . . . .
Bila kaudengar suara itu
Pemberesan masih sesuatu harus dan perlu
Bukan hanya Pengawas Kepala sekolah dan Guru Tapi juga widyaiswara yang berada dibawah ketiakmu
Pak . . . .
Bila kaudengar suara itu
Masih ada lagi pemberesan yang harus & perlu
Bukan hanya Pengawas Kepala sekolah dan Guru Tapi juga pelaksanaan diklat dengan kurikulum baku dan bermutu
Kamar 203 Hotel Anugerah Solo, 23 November 2011
Karya : Eri Budi Sontoloyo
Budaya Mutu Bapakku . . . Kawanku . . . dan Aku
Budaya Mutu
Bapakku Kawanku dan Aku
By : Eri Budi Santosa (Yogya, 4 Mei 2012)
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Hari ini kita menggema di ruang antar waktu
Menoreh sejarah mengupas ilmu sambil badannya keju
Bukan lantaran kolesterol karena makan keju
Bukan juga Membahas sesuatu yang baru yang bikin kelu
Namun lagi-lagi itu . . . . lagi lagi itu . . . .
Permen enam tiga duaribu Sembilan sebagai penjuru
Didalamnya terkandung tentang penjaminan mutu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Penjaminan mutu bukan suatu isu yang baru
StandarNasional Pendidikan Sebagai rujukan yang baku
Kata wajib bagi sekolah untuk melakukan hal itu
Paling lambat enam belas mei dua ribu dua belas sudah berlaku
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Hari Pendidikan Nasional baru berlalu
Menteri menyambut hangat kembalinya ke-“budaya”-an dikementrianku
Hampir satu dekade ke-“budaya”-an merana tak menentu
Dekadensi budaya menjadi Realita bukan sekedar isu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Dimasa lalu nenek moyang menorehkan karya akbar menggema seantero buana
Membuat harum dan membanggakan keturunan anak bangsa
Disaat ini berita menyapa diantara bangsa
Melalui berbagai media yang kian terbuka
Isu utama kemdiknas dan putri ayu anggelina
Dalam kasus yang ditangani KaPeKa
Dimasa lalu nenek moyang berperilaku sabar
Dimasa kini disana sini terlihat barbar
Dimasa lalu gotong royong dilakukan dengan benar
Dimasa kini kebersamaan menjelma mafia naga bonar
Dimasa lalu insan bermimpi ingin menjadi profesor
Dimasa kini salah satu pilihan yang enak menjadi provokator
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Apakah sampeyan setuju ?
Fakta itu menunjukkan budaya kita kurang mutu
Ada kecenderungan terjadi putusnya urat malu
Dan itu juga menimpa mereka yang berpendidikan maju
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Apakah engkau semua tahu ?
Tujuan antara penjaminan mutu adalah membangun budaya mutu
Kujala & Ullrank , budaya organisasi akar budaya mutu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Budaya organisasi . . . budaya organisasi . . . budaya organisasi
Deal & Kennedy , Sebagai nilai dominan yang didukung organisasi
Gibson, mengandung nilai kepercayaan, asumsi, persepsi
mengandung norma, kekhasan dan pola perilaku diri
Luthans, merupakan norma-norma dan nilai-nilai
merupakan nilai-nilai pengarah perilaku diri
Davis, Pola keyakinan dan nilai organisasi
Dipahami, dipraktekkan dan dijiwai
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Aku faham akan pertanyaannmu
Apa Budaya Mutu ?
Goetsch , Sistem nilai organisasi penghasil lingkungan kondusif
Sistem nilai pembentuk dan memperbaiki mutu terus menerus
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Mari menyibak EDS tahun lalu
Terajut dalam instrument standar – komponen dan k e-“ indikator”- an
Desah nafas membangun budaya mutu sayup terdengar merdu
Walau tak ingkar masih terselip kekurang sempurnaan
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
QA dialurkan data – analisa – rekomendasi
QI dialurkan P D S A
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Aku faham akan pertanyaanmu
Mana membangun budaya mutu ?
Boleh percaya atau berseteru
Pengisian EDS memerlukan bekal ilmu
Tim pengembang sekolah harus membuka buku
Delapan standar yang menjadi batu penjuru
Yang selama ini dijadikan monumen bisu
Bukankah ini membangun budaya mutu ?
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Aku faham akan pertanyaanmu
Mana membangun budaya mutu ?
Boleh percaya atau berseteru
Muara EDS membuat rekomendasi
Pada tiap indicator yang pernuh arti
Mencari alternatif agar mutu mendaki
Sbagai pembiasaan penemuan kekurangan diri
Seberapapun yang penting menumbuhkan kesadaran koreksi
Seberapapun yang penting menemukan alternatif solusi
Bukankah ini membangun budaya mutu ?
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Aku faham akan pertanyaanmu
Mana membangun budaya mutu?
Boleh percaya atau berseteru
Pengisian EDS butuh tim yang padu
Membahas bersama sampai aspek anggaran yang kadang dianggap tabu
Membangun kebersamaan dan keterbukaan dalam berperilaku.
Operasionalisasi sekolah mengubah kebiasaan dalam kurun waktu
Yang selama ini terkesan monopoli lingkaran oknum tertentu
Bukankah ini membangun budaya mutu ?
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Aku faham akan pertanyaanmu
Mana membangun budaya mutu?
Boleh percaya atau berseteru
Berdasarkan rujukan indikator yang Satu
Pengisiannya merekam tentang apa yang dilaku.
Tanpa beban ingkar diri melestarikan perilaku palsu
Kejujuran terbangun dalam penulisan fakta yang dilaku
Menginternalisasi membentuk perilaku insan bermutu
Bukankah ini membangun budaya mutu ?
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Uraian di atas cukup jelas terpahamkan didalam kalbu
Penjaminan mutu guna membangun budaya mutu
Instrumennya menggunakan EDS tahun lalu
Siklusnya sangat jelas dalam sistem penjaminan mutu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Dalam peringatan Hardiknas yang baru lalu
Bangkitnya Generasi Emas Indonesia bukan tema semu
Generasi emas harus bermodalkan kejujuran yang tidak palsu
Generasi emas harus bermodalkan kebersamaan yang padu
Generasi emas harus bermodalkan keterbukaan yang tidak semu
Generasi emas harus bermodalkan pembiasaan penemuan kekurangan diri
Generasi emas harus bermodalkan penumbuhan kesadaran koreksi
Generasi emas harus bermodalkan semangat mencari alternative solusi
Generasi emas harus bermodalkan semangat membuka buku pengembangan diri
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Aku faham tentang hak mu
Aku faham tentang kuasamu
Namun, Boleh percaya atau berseteru
EDS tahun lalu akan membentuk generasi emas berproses seirama waktu
Sayangnya galian filosofi ilmu belum diramu dan ditemu
Muaranya pada nasib yang tidak menentu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Aku faham dengan pertanyaanmu
Bagaimana nasib EDS tahun lalu ?
Mengapa b egitu saja senyap berlalu ?
Aku tidak tahu . . . .
Sebelah kananku tidak tahu . . .
Depan ku tidak tahu . . . .
Belakang ku tidak tahu . . .
Sebelah kiri ku tidak tahu . . .
Sayup-sayup bayu lirih terdengar sayu
Inalilahi wa ina Ilaihi rojiun . . . .
Peta Mutu Bapakku . . . Kawanku . . . dan Aku
Peta Mutu
Bapakku Kawanku dan Aku
By : Eri B Santosa (Yogya, 9 Mei 2012)
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Inpres 01 mengamanahkan akselerasi penjaminan mutu
Instrumen yang digunakan EDS dua tahun lalu
Dalam perjalanannya ada sesuatu yang lucu
Dipertanyakannya tentang pemetaan mutu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Negara hukum sudah menjadi komitmen sejak dulu
Dalam berkiprah mestinya aturan hokum menjadi nomor satu
Apakah EDS yang lalu implemtasi penjaminan mutu ?
Apakah EDS yang lalu berlandaskan hukum yang berlaku ?
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Mari merujuk pada aturan yang berlaku
Permen enam tiga duaribu Sembilan adalah rujukan baku.
Pasal-pasalnya secara eksplisit dapat ditemu
Tinggal kita bagaimana mampu meramu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Kita tahu sama tahu Permen enam tiga sbagai rujukan baku.
Pasal 2 tersurat tujuan antara yang dapat ditemu
Diantaranya terpetakannya secara nasional mutu pendidikan
Terinci menurut provinsi, kota, dan satuan pendidikan;
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Aku faham pertanyaanmu
Apa yang dimaksud dengan peta mutu
Dalam kamus bahasa Indonesia dapat ditemu
Peta Mutu dapat dimaknai Gambaran mutu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Kita tahu sama tahu Permen enam tiga sbagai rujukan baku.
Pasal 20 dinyatakan pengukuran ketercapaian standar acuan mutu .
Bapak . . . . Aku dengar suara kalbumu
Tidak usah gelisah dan ragu
Apa itu acuan Mutu ?
Pasal 10 Penjaminan mutu untuk memenuhi tiga tingkatan acuan mutu
SPM . . . . SNP dan di atas SNP.
SPM . . . . SNP dan di atas SNP.
Sekali lagi SPM . . . . SNP dan di atas SNP.
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
EDS dibuat oleh Tim Pengembang sekolah
Dimulai dari pengumpulan bukti fisik dan mengisinya
Dilanjutkan penulisan ringkasan deskripsi berdasar bukti fisik
Berdasarkan rubric ditentukan tahapan pengembangan
Penyusunan rekomendasi adalah langkah yang berarti
RKS sebagai muara pengkonversian ke uraian program
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Itu adalah siklus penjaminan dan penin gkatan mutu
Depdiknas 2010 dalam Pedoman penjaminan mutu
Yang ditanda tangani kemdiknas saat itu
data – analisa – rekomendasi sebagai alur yang baku
Yang dilanjutkan dengan RKS sbagai bagian pe ningkatan mutu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Aku faham dengan makna yang tersirat dimatamu
Pertanyaan besar dan wajar untuk diramu
Tapi yang perlu sampeyan tahu
Karya itu untuk menjawab tujuan membangun budaya mutu
Aku faham dengan makna yang tersirat dimatamu
Pertanyaan besar dan wajar untuk diramu
Pengaruh dominan apa menyelesaikan karya itu ?
Kesungguhan dalam menjalankan tanpa ragu
Keseriusan dalam menjalankan demi mutu
Interpretasi instrumen yang harus padu
Pemahaman SPM & SNP yang selama ini jadi monumen bisu.
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Untuk lebih jelas kuberikan gambaran kepadamu
Dalam sekolah yang sama atau satu
Dengan dua Timpengembang sekolah yang berbeda . . .
Dalam Jeda waktu yang nyaris tidak berbeda
Memungkinan menghasilkan sesuatu yang berbeda
Nyaris semuanya akan mempunyai pendapat yang sama
Baik untuk professor yang botak sampai yang gundul.
Baik untuk provokator yang berotak sampai yang berpikiran tumpul
Baik untuk insan yang suka berontak maupun yang seperti setan gundul
Bahwa hal itu mungkin-mungkin saja terjadi
Terkait dengan hal ini
Ada pihak yang terasa aneh dan lucu
Mempertanyakan validitas hasil dalam peta mutu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Janganlah berteiak persetan dengan hal itu
Janganlah selalu mengangguk –angguk tanda setuju
Hanya karena takut kehilangan doku
Terpaksa mengingkari suara kalbu
Pertanyaan yang menggebu dan agak parau
Dimana integritas intelektualmu ?
Dimana eksistensi dengan seabrek gelar-gelarmu ?
Kau gadaikan kemana semangat idealismemu ?
Kau tanggalkan dimana jiwa nasionalismemu ?
Negeri kita sementara terseok pilu.
Dunia pendidikan dijadikan harapan baru
Guna perbaikan anak cucu terhindar dari petaka baru.
Tapi perhelatan apa yang ditampilkan dalam panggung biru ?
Kebijakan penguasa yang terasa tidak menentu.
Terbukti selalu berubah – ubah setiap waktu
Yang membuat bingung sekolah mengelola kebijakan baru
Yang membuat sekolah linglung setiap tahun menggunakan instrumen baru
Perhelatan apa yang ditampilkan dalam panggung biru ?
Kebijakan penguasa yang berubah setiap waktu
Semua membutuhkan aliran dana dengan nilai tertentu
Namun hanya berputar-putar disekitar itu
Yang kesannya tidak maju-maju dan produk insan buntu
Sementara globalisasi berpacu dengan waktu
Bangsa lain efesiensi dana guna pencapaian yang lebih bermutu
Bangsa kita berkutat dengan itu . . . itu . . .
Bangsa lain berjuang supaya sekolah berkompetensi inovasi baru
Bangsa kita membuat kebijakan muaranya sekolah menggerutu.
Ironisnya dibalik semua itu
Ada oknum-oknum tertentu justru asyik makan berutu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Kita tahu sama tahu Permen enam tiga sbagai rujukan baku.
Pasal 20 dinyatakan tentang evaluasi dan pemetaan mutu satuan pendidikan.
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten sebagai pelaku
Makna apa yang terkandung dalam pasal itu ?
Proses pengisian instrumen pengukuran untuk pemetaan mutu
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten sebagai pelaku
Proses Hasil pengukuran untuk pemetaan mutu
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten sebagai pelaku
Pertanyaan besar dan mendasar yang mengusik kalbu.
Dalam pengisian EDS yang berlaku.
Mengapa EDS dijadikan alat untuk pemetaan mutu ?
Pertanyaan besar dan mendasar yang mengusik kalbu.
Siapa yang mengisi instrumen pengukuran untuk pemetaan mutu ?
Kalau jawabannya Pemerintah sudah sesuai aturan baku
Kalau jawabannya pemerintah provinsi sudah sesuai aturan baku,
Kalau jawabannya pemerintah kabupaten sudah sesuai aturan yang berlaku
Pertanyaan besar dan mendasar yang mengusik kalbu.
Siapa yang mengisi instrumen pengukuran untuk pemetaan mutu ?
Kalau jawabannya sekolah sendiri yang mengisi
Maka itu jawaban yang salah alias keliru
Kalau Permen enam tiga sbagai rujukan baku.
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Kita tahu sama tahu Permen enam tiga sbagai rujukan baku.
Pasal 2 dinyatakan tentang Pengukuran ketercapaian standar acuan mutu
Audit kinerja dilakukan untuk Pengukuran ketercapaian standar
Akreditasi dilakukan untuk Pengukuran ketercapaian standar
Sertifikasi dilakukan untuk Pengukuran ketercapaian standar
Bentuk lain dilakukan untuk Pengukuran ketercapaian standar
Audit kinerja Akreditasi Sertifikasi pihak eksternal sebagai pelaku
Bentuk lainpun juga pihak eksternal sebagai pelaku
Hal ini sesuai dengan Pasal 20 sebagai rujukan baku
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Undang-undang melindungi kita untuk berkata tidak setuju
Undang-undang melindungi kita untuk berkata bahwa itu keliru
Sekarang sudah era demokrasi yang berlaku
Perbedaan pendapat sebagai suatu rahmad guna mengkoreksi sesuatu
Jangan dikatakan subversif seperti masa lalu
Yang muaranya perlakuan sentimen tanpa rasa malu
Padahal pendapatnya belum tentu salah alias keliru
Seharusnya perilaku arif kalau ingin lebih bermutu
Membuka ruang diskusi untuk mencari titik temu.
Agar kebijakan bukan merupakan hasil orang dungu
Agar kebijakan bukan merupakan hasil penentu kebijakan orang tuna rungu
Agar kebijakan tidak membuat pihak lain menggerutu
Agar kebijakan tidak menghamburkan anggaran yang tidak perlu
Agar kebijakan bukan hanya berorientasi rente bagi pihak tertentu
Agar kebijakan bermuara pada dunia pendidikan yang semakin maju
Bukan warta tak sedap yang kadang bikin malu
Bukan berita miring yang menggema menembus awan biru
Seperti akhir-akhir ini yang menimpa kementerianku
Membuana dan membahana dan bukan sekedar isu
Terkait mafia anggaran dan Angelina mantan putri ayu
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Maafkan aku kalau ada pihak yang merasa tersedu
Tanpa rasa sungkan dan merasa keliru
Ijinkan aku untuk menyimpulkan pemikiranku
EDS untuk pemetaan mutu adalah salah dan keliru
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Uraian diatas belum tentu benar belum tentu keliru
Siapapun mempunyai hak untuk mengatakan tidak setuju
Dari yang berpangkat kopral sampai yang berpangkat Jendral
Dari yang merasa diri profesor sampai yang merasa diri provokator
Dari yang bertitel doktor sampai pada mereka yang menjadi plagiator
Dari yang berstatus master termasuk para mister-mister
Bapak-bapak ku.. . kawanku . . dan aku . ..
Janganlah gentar dan janganlah ragu
Jangan juga hanya berani komentar dibalik pintu
Mari argumen sanggahan kita tunggu
Syukur-syukur dalam bentuk puisi yang bisa dilagu
Langganan:
Postingan (Atom)